5

33 0 0
                                    


Ceklek

Suara pintu terbuka memecah lamunan laki-laki yang sedang duduk di ruang tamu, tak lama terdengar langkah seseorang.

"Astagfirullah, diva kamu kenapa?"tanya seorang pria menatap horor wanita yang ada dihadapannya dengan pakaian yang kotor, kerudung yang dikenakan pun, sudah tidak serapih semula, dan tercium bau yang tidak sedap. Diva menggendong kucing yang keadaan pun mirip dengan nya.

Bibir Deva berkedut "Ketawa aja kali! Gak usah ditahan"ucap gadis yang bernama Diva menatap kesal lawan bicaranya.

"Hmmpt- ahahaha" tawanya lepas tanpa memperdulikan Diva yang sudah bete.

"Iiih udah dong ketawanya, diva mau bersih-bersih dulu, diva titip kucingnya"

"Diva ini kucingnya kotor, kakak baru mandi" menghiraukan teriakan pria itu, diva melangkah menuju kamarnya untuk membersihkan diri.

Selesai membersihkan diri diva kembali menghampiri suaminya.

"Akhhhh, benerkan kamu kalo udah bersih gini lucu"ucap Diva merebut kucing yang ada di pangkuan Deva.

"Huaaa kamu gemesin banget" Diva berbinar gemas melihat tingkah kucingnya.

"Aneh"jawab pria itu memutar bola matanya. Kini ia sibuk memandang televisi yang menayangkan berita.

"Ka?" Panggil Diva tanpa mengalihkan perhatian dari kucingnya.

"Hmm" jawabannya

"Diva boleh pelihara kucing ini kan?"menyenderkan kepalanya di bahu Deva sambil mengelus kucing berwarna hitam itu.

"Boleh, asalkan dirawat yang bener" jawab Deva memberitahu.

"Makasih" ucap Diva senang.

"Hmm"

"Kapan mulai ngajarnya?" tanya Diva memulai obrolan mereka.

"Lusa baru mulai"

****

"Ka Dev cepetan? nanti telat" ucap Diva sambil menggunakan sepatu.

"Iya bentar, elah" Ucap Deva keluar dari kamarnya.

"Ayok cepetan masa dosen baru telat si!" Diva berjalan menuju mobil mereka dengan Deva yang berjalan di belakang nya "Iya bawel"

Mereka menaiki mobil membelah jalanan kota.

Sesampainya di kampus, mereka langsung terpisah ke tempatnya masing-masing.

****

Setelah jam kuliah nya habis, Diva terlebih dulu ke toilet.

Dreeet dreett

Deva mengambil ponsel yang bergetar di dalam tasnya dan melihat ada pesan masuk

Kak Deva
Assalamualaikum, cantik pulang nya kakak tunggu di parkiran.

Diva terkekeh melihat pesan dari suaminya, setelah membalas pesan Deva, secepatnya ia selesaikan hajat di toilet dan pergi menuju parkiran.

"Gimana ka tadi?" saat ini mereka sedang dalam perjalanan pulang.

"Ya semua berjalan dengan lancar, para dosen lainnya juga menerima kakak dengan baik. Lingkungan nya juga bagus, besok udah mulai ngajar" jawab Deva di sela menyetir nya.

"Alhamdulillah, semoga betah ya ka" ucap Diva tersenyum

"Pasti betah dong kan ketemu bebep mulu" jawab Deva menoleh tersenyum sambil menaik turunkan alis nya.

"Ck, Kak Deva ga pantes ngomong kek gitu" Diva terkekeh geli mendengar Deva yang tiba-tiba lebay.

"Loh arah rumah kita kan bukan lewat sini?" ucap Diva terheran.

"Kakak mau ajak kamu ke suatu tempat" Diva mengangguk mendengar jawaban suaminya.

Tiba lah mereka di sebuah apartemen tempat di mana Deva tinggal sebelum meminang sang istri. Mereka berjalan menaiki lift menuju lantai 70.

Deva menggenggam tangan Diva menuju balkon. Bangunan yang berdiri kokoh dapat mereka lihat dari sini. Gemerlap malam ditambah dengan cahaya lampu menambah kecantikan kota ini. Deva memejamkan mata merasakan semilir angin yang menyapu pipinya membuat ia merasakan kedamaian dengan tetap menggenggam tangan Diva.

"Kakak selalu merasakan ketenangan jika berdiri di atas sini" Deva memecah keheningan yang sedari tadi menyelimuti mereka.

Ia tersenyum tipis "Setiap ada masalah, ini di jadikan sebagai tempat pelarian" Deva menceritakan sambil terus menatap ke depan, ia tak pernah bosan dengan apa yang di sediakan di depannya.

Ada perasaan hangat ketika ia memandang langit yang bertabur bintang. Beda halnya yang di rasakan oleh Diva, di tempat ia berdiri Diva tertegun, badan nya gemetar, ia tidak berani membuka ke dua matanya, nafasnya pun sudah tak beraturan.

"Umi, Abi..." Ucap Diva lirih dengan wajah pucat pasti. Tanpa terasa air matanya mengalir dengan sendirinya. Saat ini ia tidak bisa mengendalikan emosi nya. Ia tidak suka berdiri di atas ketinggian, seolah ada gondam yang menghantam dadanya, ia merasakan sesak luar biasa.

Mendengar tak ada sahutan dari samping, Deva mengalihkan pandangannya menatap gadis berjilbab peach.

Deg

Nafas Deva tercekat melihat wajah sang istri yang sudah pucat dan pipinya sudah basah oleh air mata.

Baru ia sadari tangan yang berada dalam genggaman nya berkeringat dingin "Diva.." ucap Deva cemas menangkup wajah sang istri dengan satu tangannya.

Tak ada respon yang ia dapatkan, membuat Deva semakin khawatir.

"Ya allah Diva kamu takut ket-" Deva tak melanjutkan omongan dengan sigap ia merengkuh tubuh ringkih itu.

"Umi, Abi..." mendengar suara lirih gadis yang ada di dekapan nya membuat perasaan bersalah menyusup ke dadanya. Saking ketakutan nya Diva tak punya tenaga untuk membalas pelukan nya. Badannya lemas.

"Tenang ya.." mengusap punggung Diva, ia berusaha menenangkan tubuh sang istri yang masih bergetar.

Isakan mulai terdengar di samping telinga Deva" D-diva takut ka... "ia belum berani membuka ke dua matanya.

Deva tak mau terjadi sesuatu dengan istrinya, ia gendong tubuh Diva membawanya ke sofa yang tersedia.

Diva merasakan tubuhnya melayang namun ia tetap diam tak bergeming.

Deva mengusap perlahan kelopak mata istrinya "Ayo buka perlahan matanya, kita udah di dalem" Deva berucap dengan penuh kehati-hatian.

Dengan perlahan Diva membuka matanya, ia melihat Deva yang sedang berjongkok di depannya dengan muka panik dan cemas.

Bugh

Jika saja Deva tidak menjaga keseimbangan badannya, di pastikan ia jatuh karena mendapat pelukan tiba-tiba dari Diva.

"Hiks..hiks.." tangisan Diva pecah. Ia ketakutan.

"Maafin kakak" ucap Deva lirih, sungguh hati nya tak siap melihat Diva yang terlihat rapuh seperti ini.

"Kita Pulang ya.."

Deva kembali menggendong Diva menuju parkiran. Ia tak peduli dengan tatapan orang yang melihatnya, saat ini yang terpenting adalah kondisi istrinya.

Didudukannya Diva di samping kemudi, Deva memutar untuk masuk ke dalam mobil. Sejenak ia terdiam memperhatikan wajah kacau istrinya, ia menggeser tubuh Diva supaya lebih dekat dengan nya. Dengan kecepatan tinggi ia membelah jalanan yang lenggang.

Setelah sampai rumah, ia rebahkan tubuh Diva di kasur, Deva melepas sepatu dan kaos kaki serta kerudung yang masih melekat di tubuhnya. Deva bergegas mengganti pakaian dengan piama tidurnya, ia berbaring di samping Deva, melihat wajah yang sudah sedikit damai dibandingkan yang tadi.

Ia rengkuh badan ringkih Diva untuk masuk kedalam dekapan nya "Maafin kakak yang belum bisa menjaga kamu dengan baik" ucap Deva mengecup lama kening Diva berharap itu bisa menyalurkan ketenangan.

Deva Diva (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang