12

16 0 0
                                    

Setelah 3 hari kepulangan nya ke Indonesia, Diva pergi ke rumah sakit untuk cek up.
Langkah kaki itu terasa berat, berulang kali ia menghembuskan nafasnya kasar. Tempat ini mungkin akan sering ia kunjungi. Tak lama Diva duduk, namanya sudah di panggil.

"Ibu Diva, silahkan masuk. Dokter sudah menunggu" ucap suster itu ramah.

"Baik sus" jawabnya dengan senyuman.

Ia tarik pintu putih pucat itu untuk masuk, berjalan menghampiri dokter yang membelakanginya.

"Permisi Dok" ucap Diva memecah keheningan diantara mereka.

Dokter itu memutarkan badannya, menghadap Diva "Selamat Sor-"

"Diva!" ucap dokter itu dengan raut terkejut.

Diva pun sama terkejut nya, kenapa dari sekian banyak dokter dan rumah sakit ia harus di pertemukan dengan wanita dihadapannya.

"Mba Amel" ucapnya menatap lirih.

Amel segera sadar dari keterpakuannya kemudian mempersilahkan Diva untuk duduk. Mereka sama-sama terdiam dengan pikirannya.

"Kamu sendirian ke sini?" ucap Amel memecah keheningan.

"I-ya Mba" katanya menunduk canggung. Perasaan takut menyusup di dadanya mengetahui bahwa dokter itu adalah Amel.

Dahi Amel mengernyit "Deva?" tanya nya.

Ia menghela nafas berat melihat Diva yang hanya menggeleng.

"Jadi, belum ada yang mengetahui tentang penyakit kamu?" lagi Deva jawab dengan gelengan.

Amel berjalan pindah duduk di sebelah Diva, ia meremas kedua tangan Diva berusaha memberikan kekuatan.

"Kamu percaya bahwa setiap penyakit ada obatnya?" tanya Amel menatap teduh manik coklat itu.

Diva balas menatap wajah teduh milik Amel, ia menunduk mengusap air mata yang mendesak keluar.

"Diva takut.." ucapnya lirih. Emosi yang selama ini ia tekan, mendesak keluar mengetahui ada orang yang tahu penyakitnya.

"Sudah cukup.. selama ini Diva merepotkan keluarga Ka Deva, mba" ucapnya bergetar.

Amel memeluk Diva memberikan kekuatan "Saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk membantu kamu Diva.. " ia melepas pelukan nya, menatap serius mata Diva "Yang terpenting kamu jangan pernah menyerah" kata Amel tersenyum tipis.

"Makasih mba" Diva mengusap air matanya, balas tersenyum.

Setelah mendapatkan data dari dokter yang sebelumnya menangani Diva, ia cukup terkejut bahwa Diva mengidap Penyakit ALS. Sebisa mungkin ia akan membantu semua yang terbaik buat Diva, bagaimana pun Diva kini menjadi bagian dari keluarga besarnya. Ia sangat paham, kondisi psikis Diva pasti terguncang, Amel berusaha untuk menghargai keputusannya yang belum memberitahu Deva dan keluarga nya. Ia akan lebih bijaksana menghadapi situasi seperti ini.

Deva Diva (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang