Tiga Belas

4.5K 403 11
                                    

..............."Mau ngapain sih lo kesini malam-malam! Aya belum pulang." Eca langsung menabrak Saka dengan pertanyaan ketus setelah membuka pintu.

"Gue nggak ada niat buat ketemu Aya, gue mau ngomong bentar sama lo Ca." Ujar Saka.

"Ck! Gak bisa, gue ngantuk mau tidur. Pulang gih!" Tolak Eca.

"Ca," Nada suara Saka berusaha memohon di depan Eca, tapi tanpa bisa dibantah Eca segera menutup kembali pintu utamanya .................

Hidup Eca terasa berantakan setelah malam itu. Ditambah kejadian tiga hari lalu, saat Saka tetap nekat datang ke rumahnya. Tidak mau kalah, Eca dengan tega menutup pintu bahkan saat Saka belum memberi penjelasan sedikutpun.

Beberapa hari setelah pengakuan Saka, Eca memblokir Saka di semua akun yang bisa kapan saja dia hubungi.

Eca tidak tahu apa yang bergejolak di hatinya. Setelah pengakuan itu Eca menjadi lemah. Mudah galau dan menangis.

Eca bucinnya Saka?

Hemm! Sangat menjijikan bagi Eca.

Jauh dari penolakan yang justru membuat sakit hatinya sendiri. Eca memasang tameng agar tampak tegar demi menjaga perasaan Aya.

Dia sangat-sangat takut jika Aya tahu tentang ini semua. Karna Eca tau, Aya sudah kelihatan nyaman dan bahagia saat bersama Saka.

Ceklek!

"Kak Eca," Eca terlonjak menyadari pintu kamarnya dibuka dari luar.

Dengan cepat dia membenahi penampilan, mengusap air matanya dengan kasar lalu menoleh ke arah pintu.

"A-Aya? Ada apa?" Suaranya masih tergagap.

Aya sedikit mengernyit mendapati kamar Eca yang tidak serapi biasanya.

"Kak Eca baik-baik aja kan?" Eca mengangguk cepat mencoba menutupi kegugupannya.

"Kok kamu udah di rumah? Katanya mau nginap di kost malam ini?" Eca mulai mengalihkan pembicaraan.

Aya menggeleng,

"Gak jadi kak, ternyata jadwal masuk kuliahnya masih dua hari lagi, jadi mendingan aku di rumah dulu." Jelas Aya.

Seminggu lalu, Aya sudah menyelesaikan kegiatan magangnya. Dia kembali berbenah di kost yang hampir satu setengah bulan tidak dikunjungi.

"Ya udah kalo gitu, oh tadi mama masak enak banget. Kamu udah makan?" Tanya Eca.

"Aku udah makan tadi sama kak Saka, sekalian pas jalan pulang kesini." Hati Eca mencelos.

"Kamu bukannya bawa motor? Kenapa bisa pulang sama kak Saka?" Tanya Eca berusaha sesantai mungkin.

"Kak Saka tau kalo aku bawa banyak modul, dan gak mungkin efektif kalo pake motor. Dia yang nawarin jemput terus aku iyain." Aya terkekeh pelan.

"Padahal kak Eca bisa jemput." Sahut Eca, entah kenapa hatinya sedikit kesal.

"Takut kak Eca lembur lagi di kantor. Kebetulan kak Saka lagi Free, jadi sama dia aja." Eca hanya bisa mengangguk setelah mendengar penjelasan Aya.

"Oh iya kak, ada titipan dari kak Saka." Aya merogoh tasnya.

"Apaan?" Tanya Eca penasaran.

"Ini," Aya memberikan sebuah amplop besar ke arah kakaknya.

Eca mengernyit heran, dengan ragu dia mengambil amplop tadi dari Aya. Tangannya sedikit gemetar saat menyadari apa yang ada di dalam amplop tersebut.

Nominal uang kurang lebih sembilan puluh juta rupiah tersusun rapi disana.

Eca sudah menduga ini akan terjadi. Setelah pengakuan Saka dan sikap Eca yang ingin menjauhinya beberapa hari lalu, Eca memutuskan untuk mencairkan simpanan depositonya.

Simpanan yang dia punya sejak lima tahun lalu itu terpaksa dia ambil agar bisa segera melunasi hutangnya pada Saka. Tabungan satu-satunya yang Eca miliki agar bisa digunakan dimasa depan nanti.

Nominal yang cukup besar bagi Eca, itu saja belum cukup untuk melunasi hutangnya pada Saka. Dia masih harus mengambil pinjaman di kantor dan menjual beberapa perhiasannya.

Eca cukup lega, setelah menotal semua uang yang terkumpul dan dirasa cukup, dia segera mentransfer ke rekening Saka. Saat itu juga, Eca mengganti nomer rekeningnya. Beraga-jaga kalau saja Saka tidak mau menerima dan mentransfer kembali uang itu ke rekening Eca.

Eca sangat-sangat tidak menduga, Saka akan mengembalikan uang itu melalui Aya. Dengan bentuk uang kertas seperti saat ini.

"Kak Eca kok diem aja?" Lamunan Eca buyar.

"Eh-enggak kok Ya, Emm ini titipannya kak Eca terima ya. Bilangin makasih ke kak Saka." Aya mengangguk.

Aya melepas tas punggungnya lalu berbaring di samping Eca. Dia juga menarik selimut yang Eca gunakan untuk menutupi tubuhnya.

"Malam ini, Aya tidur sama kak Eca ya!" Eca mengangguk tidak mungkin menolak permintaan sederhana sang adik.

"Boleh, tumben banget?"

"Aya mau curhat banyak sama kak Eca." Ucapnya berseri-seri.

"Wow! Beneran aneh, nggak biasanya kamu kaya gini?" Eca tersenyum senang, Aya yang biasa tertutup akhirnya mau terbuka juga.

"Mau cerita apa??" Tanya Eca antusias.

"Tentang kak Saka!" Aya tidak kalah antusias. Dia terlihat sangat bahagia mengucapkan nama Saka di depan Eca.

Senyum di bibir Eca perlahan luntur.

"Oh, kakak kira apaan. Emang ada apa sama Saka?"

"Aku mau jujur sama kak Eca, tapi kakak jangan marah ya!" Eca menghela nafas.

'Tergantung,"

"Dengerin Aya dulu," Sela Aya.

"Hemm! Iya deh."

"Sebulan yang lalu pas papa sakit, sebenarnya Aya ada tagihan biaya buku dari kampus. Beasiswa Aya belum cair sampai sekarang, saat itu Aya mau minta ke kak Eca karna nggak mungkin Aya bilang ke mama."

"Lalu?" Desak Eca agar Aya segera menyelesaikan ceritanya.

"Kak Saka tau soal itu, terus dia yang bayarin bukunya." Aya menunduk.

"Kok kamu nggak bilang sama kakak?" Raut wajah Aya tidak terbaca saat menatap ke arah Eca.

"Kak Saka nggak ngebolehin, dia bilang 'Pake uang kak Saka aja Ya, jangan minta kak Eca. Kasihan, biar uangnya dipake buat nebus obat om Mahesa.' gitu kak." Jelasnya.

Eca terperangah, padahal saat itu Saka juga yang membiayai semua pengobatan papa.

"Berapa harga bukunya?"

"Sekitar lima juta kak, itu termasuk uang kuliah satu semester kedepan." Eca menggeleng pelan. Dia tidak tau harus bagaimana sekarang. Bahkan uangnya saja ditolak sama Saka.

"Kak, kak Saka itu baik banget. Dia selalu jagain Aya. Dia gak pernah absen bantuin Aya kalo Aya lagi nemuin kesulitan."

Eca terdiam, bukan cuma bantuin kamu Ya. Tapi sudah menjadi dewa penyelamat untuk keluarga kita.

"Aku seneng banget, kak Eca sudah kenalin aku ke kak Saka. Baru sekali ini aku ketemu laki-laki sedewasa dia. Dia kaya papa yang selalu berusaha mengayomi kita." Lanjutnya.

"Jujur, seiring berjalannya waktu. Aya sadar kalo Aya mulai sayang sama kak Saka."  Eca terbelalak.

Kata-kata terakhir Aya mampu menggetarkan hati Eca. Air mata yang sedari tadi dia tahan akhirnya meluncur tanpa diminta.

Perasaan bingung, kacau, sedih, frustasi, takut dan perasaan lain yang tidak mampu dijabarkan berkelebat dalam hatinya.

Aya, bagaimana kalau sampai kamu tahu apa yang sebenarnya terjadi?

_______________

Ready ebook manteman😙😙😙



The Best Man Ever!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang