Enam belas

4.8K 426 19
                                    

"Selamat datang!" Terdengar mengalun begitu lembut tapi mampu menggetarkan hati Eca.

Eca masih mematung disana, dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Sa-Saka??" Panggilnya dengan nada suara bergetar.

Saka berjalan mendekat ke arah Eca berdiri saat ini.

"Ca, ini gue!" Ujarnya sembari mengulum senyum tulus lalu merentangkan tangan meraih tubuh Eca dalam pelukan.

Spontan Eca mendorong tubuh Saka dan menatapnya sengit.

"Ca? Lo gak pa-pa?" Tanya Saka heran.

"Oh, jadi ini rencana lo? Nyuri desain rumah impian gue, dibikin rumah buat kepentingan bisnis lo?!" Saka melotot, bagaimana bisa Eca berfikir seperti itu?

"Enggak, bukan gitu. Lo pasti salah paham Ca." Eca mendengus.

"Salah paham? Yang tau tentang desain rumah impian gue cuma lo Ka! Dan rumah ini nyata banget mirip sama apa yang pernah gue gambar!"

"Dengerin gue dulu," Sela Saka mencoba menenangkan Eca.

"Dengerin apa lagi? Oh gue tau, itu alasannya lo gak pernah balikin desain gue. Padahal jelas-jelas gue minta sama lo buat gambarin desain baru biar lebih rapi! Dan ternyata kaya gini jadinya."

Wanita dan pikirannya memang selalu susah ditebak. Batin Saka.

"Ca, ini rumah buat lo." Eca menatap Saka sinis.

"Iya, memang buat gue karna gue udah tanda tangan perjanjian surat jual beli tanah dan bangunan. Tapi gue akan segera membatalkan semuanya!"

Saka tertawa pelan, Eca semakin memandang tidak suka.

"Gue tau, lo mungkin gak baca secara utuh berkas yang lo tanda tangani. Tapi perlu lo pahami, itu bukan perjanjian jual beli. Itu sertifikat tanah." Eca tidak mampu menyembunyikan rasa terkejutnya.

"Tanah dan bangunan ini sudah resmi atas nama lo Ca, ini semua udah jadi milik lo seutuhnya."

"Gue bikin ini khusus buat lo. Lo gak perlu bayar." Wajah Eca sudah semerah kepiting rebus. Di bawah ego yang masih membara, Eca mati-matian menahan rasa gugupnya.

"Lo bisa kapan aja tinggal disini, diterima ya Ca.." Saka tidak tahan, dia nekat mengusap pelan pipi Eca yang mendadak merona.

Sadar akan situasi yang semakin membuat perasaannya berantakan, Eca menjauhkan wajahnya dari tangan Saka.

"Gue gak perlu ini semua! Gue gak bisa menerima pemberian tanpa dasar. Gue nggak mau terus-terusan ngemis sama Lo Ka. Gue bisa berusaha sendiri." Saka terpaku.

"Gue pamit pulang!" Saka meraih tangan Eca.

"Gue antar."

"Nggak perlu, gue bisa pulang sendiri." Tolak Eca sembari berbalik badan menuju ke arah pintu kamar.

Klik

Terdengar seperti suara tombol ditekan. Eca berbalik ke arah Saka yang justru tersenyum tanpa arti ke arahnya.

Tangannya meraih handle pintu, ditekan-tekan tidak bisa terbuka.

Saka sialan!

Ternyata pintu kamar tersebut bisa dikunci otomatis dengan remote control yang dikendalikan Saka.

"Gue anter atau kita mengurung diri disini?!" Ujar Saka jahil sembari mendekat ke arah Eca.

Eca terdiam, batinnya mengumpat keras mendapat tatapan menyebalkan sahabatnya itu.

"Kalo gue sih seneng-seneng aja kita mengurung diri disini." Saka berjalan santai ke arah ranjang lalu tiduran disana.

"Sini Ca, nyantai dulu. Lo gak kangen apa sama gue?" Goda Saka sambil memainkan ponselnya.

Eca meradang ingin mencari tombol remote control agar pintunya bisa segera dibuka.

"Ca, kalo laper tuh ada makanan di meja paling pojok." Tunjuk Saka.

Eca terkejut begitu mengikuti tatapan Saka. Ngapain dia bawa-bawa banyak makanan kesini?

"Tadinya, gue mau ajak lo sarapan romantis disini Ca, tapi karna keadaannya nggak sesuai rencana jadi batal deh. Gue juga udah gak laper denger penolakan lo." Jelas Saka sembari terkekeh.

"Ya udah! Anterin gue pulang." Saka beranjak dari tidurnya lalu berjalan cepat ke arah Eca.

"Kita sarapan dulu yuk!"

"Nggak! Gue udah kenyang, buruan bukain pintunya gue mau pulang." Saka tertawa geli.

"Ya udah bentar." Saka mengambil remot dari dalam sakunya lalu menekan tombol sehingga pintu kamar langsung terbuka.

"Mau kemana?" Tanya Saka saat Eca berjalan menuju pintu keluar.

"Mau keluar lah! Pintunya kan disana." Tunjuk Eca.

"Lewat sini aja," Saka menarik tangan Eca dan membawanya lewat pintu lain.

"Kita bisa langsung ke garasi kalo lewat dari sini." Ujar Saka.

Seketika Eca terpana saat memandang hamparan tanah yang ditanami bunga-bunga. Disampingnya ada kolam renang sedang dan taman sederhana.

Jujur dia terharu, kenapa Saka bisa sampai melakukan ini?

"Ca? Lo gak pa-pa? Pengen renang?" Tanya Saka bingung.

"Enggak. Ayo pulang!" Saka mengangguk, kemudian membawa Eca ke dalam mobilnya.

"Gue nggak tau, kalo respon lo akan kaya gini. Gue kira, kita bisa baikan, lo bisa maafin gue. Dan kita bisa kaya dulu lagi." Eca masih terdiam.

"Ucapan gue setahun lalu masih bisa gue ulang gak Ca?" Eca semakin diam, tidak ingin menanggapi apapun yang Saka ucapkan.

"Gue nggak munafik Ca, setahun jauh dari lo rasanya hancur banget." Ucap Saka jujur.

"Apa pengakuan gue dulu, membuat lo jadi sakit hati? Atau mungkin menambah rasa trauma yang pernah lo alami?"

"Gue nggak bisa baca perasaan lo walaupun kita sedekat itu dulu. Hati lo udah cukup keras Ca buat menerima suatu hubungan yang baru."

"Gue selalu nggak bisa terima kalo lo bilang akan hidup sendiri selamanya. Gue bertekad merobohkan semua prinsip yang pernah lo bangun. Dan gue sadar kalo itu nggak akan pernah mudah."

"Apa lo masih Cinta sama Abian?" Pertanyaan Saka membuat air mata Eca luruh seketika.

"Kalo lo takut menemukan orang baru yang mungkin nggak bisa nerima keadaan lo, lihat gue Ca. Gue tau semua yang terjadi sama hidup Lo, gue lihat semua kebejatan Abian! Gue menutup semua kejadian itu demi menjaga nama baik lo dari banyak orang."

"Apa lo takut gue gak akan bisa menerima keadaan lo?? Gue bahkan udah menerima semua yang ada di diri lo sebelum perasaan cinta gue ini tumbuh Ca."

"Jika saat itu lo hamil pun, gue akan berusaha cari Abian dan minta dia mempertanggungjawabkan semua yang sudah dia lakukan. Bahkan kalo gue gak bisa nemuin dia, gue siap menjadi ayah dari janin itu!"

Hati Eca bergetar, terasa nyeri mendengar penuturan Saka yang seolah-olah menegaskan semua yang dia tahan selama ini.

"Gue berusaha melakukan apa yang lo pengen walaupun lo gak pernah minta."

"Gue minta lo untuk nggak ganggu Aya lagi dan Jauhin gue Ka! Lo gak bisa ngelakuin itu."

"Gue nggak berkomunikasi dengan Aya setelah gue ketemu dia buat balikin uang dari lo. Gue sakit hati lo balikin semua uang itu padahal gue tau lo lagi butuh uang banyak! Lo ngutang sana sini cuma biar bisa nutup utang ke gue kan Ca?"

"Tapi untuk permintaan terakhir, maaf Ca. Gue gak akan pernah sanggup."

____________

Sudah ada ebooknya♥♥
Yang mau download bisa langsung klik link di bio 😙

The Best Man Ever!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang