Dua Puluh Satu

5K 432 15
                                    

"Kak Eca," Panggil Aya.

"Iya, Ya?" Jawab Eca sembari meletakkan serbet di gantungan. Dia baru saja membereskan sisa makan malam dengan keluarga Saka. Kebetulan pihak keluarga Saka sudah pamit pulang setengah jam yang lalu. Sedangkan Sani dan Mahesa sudah pergi ke kamar terlebih dahulu.

Aya mendekat ke arah Eca lalu memeluknya erat. Bahunya bergetar, Aya menangis.

"Ka-kamu kenapa Aya?" Eca bingung saat tiba-tiba Aya terisak.

"Maafin Aya ya kak, Aya baru tahu makna pesan-pesan kak Eca selama ini." Eca mengerutkan keningnya lalu memahami apa maksud Aya.

"Aya nggak tau lagi harus ngomong gimana, kak Eca kenapa sekeras ini menahan rasa trauma yang kakak rasakan sendiri. Ada Aya yang tentunya bisa menjadi tempat berbagi." Aya kembali meneteskan air matanya.

Eca mengusap pelan lengan Aya mencoba menenangkan.

"Dengar kakak, kamu nggak perlu kaya gini. Kakak cuma mau kamu hati-hati, jangan sampai apa yang terjadi pada kakak di masa lalu, terjadi pada kamu juga." Pesan Eca sembari tersenyum sendu.

Aya menggeleng.

"Aya janji, Aya pasti hati-hati. Aya akan selalu jaga diri."

Eca tertawa pelan.

"Kakak percaya kok, Ferdi orang baik Ya. Setahun ini kakak tau dia nggak akan berani macam-macam sama kamu." Ujar Eca.

Aya berdecak pelan.

"Kok malah ganti godain aku sih kak! Ini harinya kak Eca loh." Eca sontak tertawa.

"Setelah ini, Aya yakin kak Eca pasti hidup bahagia bersama kak Saka." Eca terdiam.

"Kak Saka pasti akan jaga kak Eca dengan baik." Ucap Aya dengan penuh keyakinan.

"Doain kakak ya, Ya." Eca mengeratkan genggamannya pada jemari Aya.

"Kakak nggak tau harus mulai dari mana. Kakak cuma bisa berharap ini yang terbaik." Aya tersenyum lembut sebagai jawaban.

_____________

"Setelah menikah, aku numpang hidup di rumah kamu ya." Eca menoleh sembil mengerutkan keningnya.

Mengamati Saka yang tengah serius mengatur letak barang-barang yang baru saja ia beli untuk ditata di rumah baru.

"Ini kan kamu yang bikin." Ujar Eca.

"Bikinnya pakai desain rumah impian yang kamu buat." Jawab Saka sembari berjalan ke arah lantai dua.

"Walaupun pakai desain aku, tetap aja ini yang bangun kamu. Pakai uang kamu." Celetuk Eca, sontak Saka menoleh ke belakang.

"Tanpa desain itu, aku nggak mungkin kepikiran untuk bangun rumah ini." Bantah Saka.

"Ya akhirnya ini akan jadi rumah kita berdua kan?" Eca mulai kesal.

Hal-hal kecil seperti ini, mengapa rentan memancing pertengkaran?
Pikirnya.

Alih-alih menjawab, Saka justru terkekeh pelan lalu mengusap lembut rambut panjang calon istrinya.

"Akhirnya kamu terima rumah pemberian aku juga." Ucapnya dengan nada jahil.

Eca semakin menggerutu.

"Sepuluh hari lagi kita nikah Ka. Kok kamu kaya nggak yakin gitu sih sama aku." Eca mendengus kasar.

The Best Man Ever!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang