03. Dua Sisi

272 48 0
                                    


Juvanka Kahendra, lelaki tinggi itu berjalan menuju motor besar hitamnya santai dengan gaya yang asik dan tengil.

Jeka panggilan akrabnya. Memang benar benar banyak gaya dan sering tebar pesona kalo diwilayah kampus.

Jadi gak aneh kalo banyak cewek yang ngincer atau sekedar suka ke dia.

Jeka menaiki motornya setelah memakai helm dan langsung menancap gas pergi dari wilayah kampus.

Ditengah perjalanan lelaki itu berdecak kesal saat air hujan turun deras. Dia hanya ingin cepat pulang dan bermesraan dengan bantal dan selimutnya.

Tapi sesaat lelaki itu jadi memelankan gas motornya, menatap penuh selidik ke arah warung kecil dipinggir sekolah.

Senyum kecil tercetak di bibirnya.

Sepertinya keinginan bermesraan dengan selimut dan bantalnya jadi tergantikan oleh pesona imut menggemaskan dari gadis yang berdiri sambil memegang jaket dengan raut wajah kesal.

Setelah Jeka memarkirkan motornya dan memesan minuman hangat untuk dia dan gadis disampingnya pikiran Jeka jadi terusik dan bertanya tentang,

"Kenapa gak dipake Yer?"
"Enggak ah kagok"
"Yang Daffa?"
"Apanya?"
"Itu hoodie, ukurannya bukan ukuran cewek"
"Oh, yang temen"
"Temen apa temen?"

Jeka sedikit menghela nafas pelan, ah mana ada teman laki laki biasa yang kasih pinjam hoodie. Jeka sendiri tau itu kan sebuah perlakuan lelaki pada wanita yang dianggap istimewa oleh lelaki itu sendiri.

Jeka menoleh sekilas melihat Yeri yang menggerakan kakinya seperti menendang udara pelan dengan segelas teh manis hangat ditangannya, setelah itu Jeka kembali dengan teh susu jahe hangatnya, meniupi nya perlahan.

"Kata Kak Daffa, Jeka orang jahat"

Ucapan Yeri itu berhasil membuat Jeka berhenti meniupi susu jahenya dan agak sedikit kecewa.

Gimana kalo cewek ini percaya dan gak mau deket Jeka lagi?

Jeka segera meraih ponselnya dan menelpon Daffa, teman futsalnya sekaligus kakaknya Yeri.

Tak perlu menunggu lama Daffa datang.

Sedikit perdebatan terjadi bikin Yeri yang tak tahu menahu jadi bingung sendiri. Mulai dari Daffa bilang kalo dia gak tenang Yeri deket sama Jeka sampai jeka jawab dengan,

"Kenapa gak tenang sih? Gue harus jadi satpam dulu gitu biar aman dan lo tenang kalo Yeri deket gue?"

Cara bicara Jeka masih tenang dan santai berbeda dengan hatinya yang sudah berkecamuk menyesal apalagi kejadian satu tahun yang lalu muncul kembali dipikirannya.

Ah, itu kan udah lama. Dan saat itu Jeka benar benar dalam emosi sama kecewa.

Gimana gak kecewa, dia udah memperlakukan wanita itu dengan baik tapi malah dikhianati habis habisan.

Dengan ekspresi sungguh sungguhnya Jeka berjanji untuk jaga Yeri didepan Daffa. Tapi Daffa hanya memberi peringatan. "Awas lo," kata Daffa.

Daffa dan Yeri langsung pergi meninggalkan Jeka yang hanya diam sebentar dan detik berikutnya kaki panjang lelaki itu menendang batu dihadapannya dengan keras.

Sedangkan disisi lain, lelaki berseragam putih abu didepan gerbang hanya tersenyum kecewa dengan helaan nafas.

Apa harus menyatakan perasaannya sekarang?

Mark kembali pada motornya dan mulai pergi. Alih alih langsung pulang dia malah membelokan motornya ke sebuah kafe.

Memesan secangkir kopi hitam dan duduk di satu meja didekat jendela sambil membuka ponselnya saat mendapat notifikasi pesan dari Yeri.

Yeri: hoodie nya yeri cuci dulu ya

Mark menggelengkan kepalanya kecil. Ah, udah jelas jelas hoodie nya gak dipake ngapain dicuci.

Setelah membalas chat dari Yeri, Mark mulai meminum kopinya setelah tadi sempat mengobrol sebentar dengan barista yang memang teman dekatnya Mark.

Mark kembali membuka roomchat dengan Yeri.

Yeri: bodo

Yeri: mau yeri cuci

Mark: batu

Yeri: kertas

Yeri: yes yeri menang!


Ada ada saja.

Gimana Mark mau melangkah lebih dari teman kalo jelas jelas posisi ini udah nyaman untuk mereka berdua.

Who is Your Prince? • Kyr🦄✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang