12. Mantra Oblivite

148 38 6
                                    


Mark duduk tenang dengan earphone putih tersambung pada ponselnya, mendengarkan musik dengan sebotol minuman soda dingin yang belum juga ia buka sejak setengah jam yang lalu mungkin.

Ya, Mark bukan tipe lelaki yang melampiaskan masalah pada kepulan asap rokok.

Diatas rooftop sekolah ditengah jam pelajaran. Ponselnya terus memutar lagu Sewindu milik Tulus.

Kenapa bisa pas gini ya?

Mark sedikit membungkukan badan melihat ke arah lapangan olahraga.

Gadis mungil itu lagi. Rambut yang dia kuncir kuda dengan bibir merah muda dan suara kerasnya.


"AWAS YANG KECIL DIDEPAN!!!"


Tak lama sorakan dari teman lelakinya menggelegar,



"KURANG NYUSU LO YERI!!!"



Dan gadis bernama Yeri itu hanya mendelik sambil menendang kaki lelaki di sampingnya.

Mark yang daritadi memperhatikan jadi terkikik geli.

Udah kayak kopi cappucino aja, menarik, indah dan cantik.

Yeri menurut Mark bukan hanya sekedar teman perempuan dekatnya, Mark udah kayak punya adik perempuan kecil yang kerjaannya ngomong terus dan makan permen yupi ditambah sering merajuk bikin Mark gemes.

Kalau boleh jujur,












Mark pengen Yeri jadi milik dia.





Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.






"Anak indieeeeeeeeee"

"Saya anak manusia"

"Ya iya lah, kalo anak monyet lo bakal jadi monyet"

"Oh gitu ya? Kalo gitu ganti aja saya sama Yeri jadi anak vampire"

"Apaan? Vampire? Yeri juga?"

"Iya biar hidup abadi"

"Bilang aja mau abadi bareng Yeri"

Setelah itu Mark hanya tertawa sambil menyuruh Yeri duduk disalah satu bangku dengan kaca jendela disampingnya.

Mark memesan kopi. Kopi hitam buat dia, kopi cappucino yang indah dan cantik buat Yeri.

Yah, kurang apalagi Mark?

Saat lagu yang tadi siang Mark dengarkan dirooftop sekolah diputar di kafe, Mark menyuruh Yeri untuk membaca lirik lagu ini itu dirumah dan Yeri hanya iya iya aja.

Padahal sekarang tenggorokan Mark sudah kering memikirkan,

Ini kesalahan besar. Dimana perasaan nya belum tersampaikan tapi Mark sudah pergi begitu saja.

Tidak ada kejelasan, hanya sesak.



"Saya besok mau pergi"
"Kemana? Tanding basket?"
"Kanada"
"Heh? Serius?"



Mark bisa liat wajah Yeri yang menjadi murung dan terus menatap keluar kaca jendela.

Mark hanya diam mengaduk kopi hitamnya. Setelah tadi dia berusaha mengalihkan suasana dengan bercerita yang malah membuat dirinya makin tertohok saat Yeri bilang,


"Gak mau denger"


Jelas. Mark tau, Yeri kecewa.

Tenangin? Beri pengertian? Atau pelukan hangat?

Pikir Mark, dia bukan siapa - siapa. Bukan hak nya.

Mark mengajak Yeri pulang, masih dengan suasana kalut dan dingin.

Mark menjalankan motor vespa maticnya dengan Yeri yang duduk dibelakang.

"Yeri?" tanya Mark.

Yeri sedikit memajukan dirinya lalu bersahut, "hm?"

"Saya temen kamu kan?"

"Pake nanya," jawab Yeri ketus.

"Kalo saya nganggap lebih gimana?"

Yeri yang memundurkan diri kembali jadi mengerutkan dahi bingung,

"Apa? Gak kedengeran?"

Mark mengangkat alisnya setelah itu menggelengkan kepala.

Yeri hanya berdecak sebal, rasa kesal sama kecewa nya masih tertumpuk.

Yeri turun dari motor Mark setelah sampai di depan rumahnya dan melepaskan helm memberikannya pada Mark.

"Mark, ucapin mantra buat Yeri dong"
"Mantra apa?"
"Obliviate yang berakibat hilang ingatan"
"Yang diucapin sama Gilderoy?"
"Iya. Biar lupa"
"Haha udah sana masuk"
"Gak mau"
"Loh kenapa?"




"Kenapa gak dari kemarin sih bilangnya? Yeri kan temen deket Mark? Kenapa harus bilang sekarang sih padahal besoknya Mark pergi. Nanti siapa yang ngingetin Yeri bawa jaket? Siapa yang bakal kayak cheesecake? Siapa yang bakal bilang Yeri adik kecil lagi? Siapa yang bakal Yeri tonton main basket lagi? Siapa?"













Mau tau perasaan Mark setelah Yeri bilang gitu?














Membenci diri sendiri.













Kenapa bukan dari awal? Kenapa Mark terus meyakinkan kalau dirinya harus ada diposisi ini, tidak boleh lebih. Padahal sudah jelas jelas Yeri selalu ingin dekat dengannya.

Dan sepertinya yang harusnya kena mantra obliviate itu Mark.

Mark menggigit bibir dalamnya, menatap Yeri yang mulai meneteskan air mata dengan bingung.





"Jangan nangis Yer? Temen kan masih banyak.. "




Mark pengecut, masih saja bilang teman.

Come on boy, you deserve.




"Ya gak ada yang kayak Mark"
"Ya udah kan bisa chat"
"Beda dong anak indie"




Mark menghela nafasnya, menoleh sekilas pada depan halaman rumah Yeri. Dan tiba tiba teringat Jeka.

Jeka, lelaki yang Mark liat kemarin sedang duduk bersama Yeri.

Dengan Yeri yang terus memandang wajah lelaki bernama Jeka itu.

Dan yang saat malam itu Yeri bilang,

"Kata Jeka cowok tuh memang suka gombal alasannya karena cewek seneng kata manis walau dusta, Mark juga gitu ya?"
"Enggak. Berarti Jeka yang gitu"
"Hahaha tapi dia bilang Yeri itu beda jadi bukan dusta"

Dialog malam itu bukannya berhasil membuat Mark lega ya? Iya, lega jika dia pergi pun Yeri punya Jeka.

Jeka yang lebih dari Mark.

Mark membasahi bibir bawahnya, menatap Yeri tepat,








"Yaudah senja pamit dari langitnya ya?"








"GAK BOLEH LANGITNYA GAK SETUJU"







"Nanti balik lagi kalo ada waktu, jaga diri baik baik ya?"









Ya tentu, Yeri akan baik baik saja.

Mark?

Terus berkecamuk dengan rasa penyesalan.

Jadi, apa perlu Mark balik meminta Yeri mengucap mantra hilang ingatan pada nya?










Who is Your Prince? • Kyr🦄✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang