Aro menatap perempuan yang ada di hadapannya, seseorang yang ia kenal tapi terasa berbeda. Aro dan Agni telah melewati masa-masa sulit bersama selama di organisasi merah yang merupakan organisasi internasional. Tahun lalu, mereka bekerja keras selama lebih dari delapan bulan di belakang layar untuk mewujudkan proyek yang sukses membantu sebuah desa untuk berkembang. Ia telah melihat Agni selama waktu itu berlalu, tapi Agni hari ini terasa berbeda."Are you sure you are going to exit?"Tanya Aro sekali lagi. Ia merupakan penanggung jawab sumber daya manusia di organisasi ini, dalam artian ia juga yang mengurus anggota yang berhasil masuk dan keluar.
"A hundred percent."
"Bukannya lo kemarin bilang akan stay disini untuk mendukung masa-masa Leona jadi pemimpin?"
Tentu saja ia tidak lupa. Keduanya telah bersama di organisasi ini sejak awal di bidang yang sama. Ketika Leona memutuskan mewakilkan diri menjadi ketua bidang mereka, Agni memilih bidang lain agar tidak bersaing melawan Leona. Ketika ia kalah karena dianggap tidak memahami bidang itu, Leona menjadi kepala bidang. Lalu, ketika semua orang keluar setelah tidak naik, hanya Agni yang benar-benar setia dan bekerja keras tanpa pengakuan orang lain. Terkadang ia heran, bagaimana orang seperti Agni dianggap biasa aja oleh orang lain?
"Well, gue memutuskan bahwa ada hal lain yang ingin gue lakukan"
"Ini adalah tahun terakhir kita bisa jadi anggota organisasi, lo yakin mau keluar? Lo bisa megang proyek sendiri tahun ini dan jadi pengalaman untuk CV" Aro dengan serius membahas CV yang biasanya menjadi pembicaraan anak tahun ketiga dan keempat.
Agni paham banyak orang membutuhkan posisi di CV mereka, tapi orang itu bukan Agni. Ia sebenarnya bingung, dilahirkan menjadi orang kaya, ia hanya menggunakan kekayaannya untuk nanti menolong Leona memulai usahanya, lalu saat perempuan itu menikah dengan salah satu keluarga konglomerat di Indonesia. Pacarnya saat ini. Bersahabat dengan Agni, suatu hari nanti akan membantunya untuk masuk ke keluarga itu.
"I am okay. Sorry ya gue gak bisa selesaikan term sampai akhir,"
"Setelah ini lo mau fokus ngapain? Kuliah?" Tanya Aro penasaran.
"Sesuatu yang baru pastinya." Jawab Agni percaya diri.
***
Salah satu hadiah dari menjadi pemenang Startup Best Challenge adalah modal $20,000 yang bisa digunakan untuk memulai startup. Agni sudah memutuskan untuk tidak meminta uang dari orangtuanya dan memaksimalkan kinerja startup barunya dengan uang tersebut. Dengan bantuan pak Anton, Agni mempekerjakan tiga ahli IT, videographer, designer, sekretaris, dan dua ekspert dalam dunia pendidikan. Awalnya, Agni ingin menembus pasar siswa kelas enam, sembilan dan dua belas yang bersiap untuk ujian. Dengan teknologi yang ia inisiasi, siswa dapat belajar dengan cara yang menarik. Ia membagi sistem kelas menjadi dua, video pembelajaran yang akan direkam sebelumnya dengan menggunakan sistem vr dan live streaming vr untuk berinteraksi dengan siswa.
Virtual reality merupakan program yang mahal harganya, tidak semua orang mampu membayar kelas yang diciptakan dengan vr. Tapi Agni memiliki teknologi agar sistem ini lebih affordable, ditambah ia berharap mendapatkan suntikan dana dari Kor Corp.
"Saya sudah interview dan bertemu 10 guru dengan kualifikasi yang diminta. Apa yang akan kita lakukan selanjutnya?" Tanya Ari, salah satu ekspert dalam dunia pendidikan yang dipekerjakan dalam startup Credible Mengajar. Ari merupakan orang yang sudah tergabung di dunia startup dan mengikuti inkubasi di Malaysia. Meskipun startup yang dulu ia dirikan gagal, ia melihat harapan dengan cepatnya pergerakan startup yang dipimpin oleh mahasiswa ini. Jenjang pendidikan tidak menghalangi kualifikasi dan kompetensi seseorang.
"Karena mereka hanya part-timer untuk sementara. Kita bisa training cara mengajar dan diskusi ide."
"Bagaimana dengan teknologi VR nya?"
Agni tersenyum penuh arti, "Mereka sedang di Indonesia. Kita akan meeting besok di Menteng."
Ia sudah membuat prediksi atas perkembangan startup yang ia dirikan selama satu bulan ini. Menyewa apartment di sebelah apartmentnya, tim mereka bekerja bersama setiap harinya. Meskipun mereka mendapatkan kantor eksklusif di Jakarta, bekerja disana tidak akan se-efisien bekerja di tempat yang nyaman. Ditambah, mereka harus bergerak cepat dan melihat progress dalam waktu dekat. Selama staff di perusahaannya bekerja dengan baik, ia tidak peduli dengan hal lain.
Tak lama, Agam mengetuk apartment yang menjadi kantor sementara mereka. Meskipun Agam tidak memiliki interest dalam bidang bisnis dan teknologi, ia memutuskan untuk berkontribusi setelah melihat kerja keras kakaknya yang berubah signifikan. Dua tahun terakhir, setiap kali pulang ke Bandung selalu diam. Alasannya karena banyaknya pekerjaan organisasi. Setelah ia masuk di kampus yang sama, ia melihat bagaimana kakaknya hanya bergantung dengan inner circle yang ada di organisasi, terutama dengan Leona. Ia penasaran, walaupun kakaknya selalu menjadi orang yang tenang dan pendiam, Agni tidak pernah menjadi orang yang pasif dan penakut. Sekarang ini, ia seperti menemukan Agni kembali.
"Ada apaan?"
"Mobilnya udah sampai," Agam memberikan informasi. Selama ini Agni menolak membawa mobil dengan alasan jalan kaki ke kampus lebih mudah. Tiba-tiba saja kali ini Agni meminta dikirimkan mobil ke Jakarta untuk kebutuhan kerjanya.
"Great, kuncinya?"
Agam melemparkan kunci mobil Agni. Ia sudah lama menyembunyikan Mini Cooper hadiah masuk universitas dari orangtuanya.
"Terus besok jadi mau meeting?"
"Of course, semoga kita bisa dapat suntikan dana langsung."
Dan keinginan Agni tercapai karena ia dapat dengan tenang melakukan pitching terhadap startup yang baru ia dirikan selama satu bulan ini dan menjawab seluruh pertanyaan dengan baik.
"How about the application?"
"We already have prototype and we are progressing. For the first launch, the application will be accessible through television and laptop. For mobile phone, we will still develop the system since it will be more challenging to connect the virtual reality."
"Are you sure your technician can handle it?"
"Yes, we have five experts in technology so far. Two handling the application and three handling the virtual reality."
"What are you planning to do now?"
"We are going to buy a special rig camera and plan to record right away. We will also do promotions all around Indonesia. We are working very well now."
Kor Corporation sebagai perusahaan virtual reality terbesar di Asia awalnya sedikit sangsi dengan permintaan pitching oleh Credible Mengajar. Meskipun Agni memiliki koneksi dengan manager utama di perusahaan tersebut tidak berarti Agni memiliki kualifikasi. Untuk saat ini, mereka bisa melihat pemikiran mereka salah karena Agni benar-benar percaya diri dengan startup yang ia punya.
"How much do you need for the first investment?" Tanya salah satu dari mereka.
Sebagai startup di tahap seed tipe A, Credible Mengajar jelas tidak memiliki nilai jual yang mumpuni selain ide brilian yang ia punya.
"100,000 dollar." Jawab Agni percaya diri. Karena ia percaya bisa membawa saham dan bisnis yang ia punya dengan keuntungan yang berlipat.
****
Aku tidak menjelaskan lebih jauh mengenai organisasi merah di cerita ini. Intinya sih, organisasi itu fokus dalam mengerjakan berbagai proyek sosial di Indonesia. Sebenarnya aku terinspirasi dari AIESEC, organisasi biru. Nah, karena aku tidak mau sebut brand dan takut ceritaku bakalan memberikan efek ke AIESEC, aku bikin organisasinya sedikit berbeda.
Jika aku adalah Kor Corporation, aku pasti akan menerima pitch dari Agni dan invest dalam perusahaan tersebut. Sebagai perusahaan virtual reality yang based nya di Korea Selatan, untuk mendukung perusahaan dengan teknologi virtual reality sebagai produk utama di Indonesia merupakan sebuah opportunity yang bagus. Ditambah lagi Agni merupakan orang yang dipercayai manager utama mereka dan memiliki potensi besar. 100,000 dollar memang angka yang besar. Tapi dengan label "Startup Best Challenge" aku yakin sebagai investor aku akan percaya dengan Agni.
Anyway, how do you think about this chapter?
KAMU SEDANG MEMBACA
Agni, pemeran utama [discontinue]
Literatura KobiecaTerbangun dari mimpi buruknya, Agni menjalani sepuluh tahun penuh penderitaan hingga akhirnya meninggal dunia. Ia selama ini merasa rendah diri, tanpa pencapaian dan tidak berhasil menggapai impiannya hingga depresi menutup diri dari semua orang kec...