Dua Puluh

52 3 0
                                    

Agni, pemeran utama. | Dua Puluh. 


"Gue yakin dia bakalan baik-baik saja." Ucap Agni menutup teleponnya dengan perasaan yang tak menentu. Elang memberitahukannya tentang Leona yang mengalami kecelakaan ketika berada dalam perjalanan menuju sebuah pertemuan.

Ia mengkhawatirkan kondisi Leona, tentu saja. Dan di sisi lainnya, ia merasa dirinya tertarik dari kehidupannya hari ini. Butterfly effect, katanya. Yang membuat perubahan kecil menjadi sesuatu yang besar di kemudian hari. Ia merasa semakin jauh dari realita. Dan ia khawatir dengan apa yang mungkin terjadi nantinya.

"Kenapa kak?" Tanya Agam dengan raut wajah khawatir. Ia menggeleng.

"Leona kecelakaan."

"Itu tadi, Pram?"

"Elang." Jawab Agni lagi.

Ia tidak melakukan apapun yang mengganggu hubungan Leona dan Pram, seingatnya. Satu-satunya hal yang ingin ia lakukan setelah mimpi panjangnya adalah menyelamatkan orang-orang yang ia sayangi. Ia tahu selama ini ia bersikap naive, berharap menjadi remaja biasa. Privilege yang ia miliki sejak awal seharusnya membuatnya sadar, ia tidak bisa bergantung dengan menjadi seseorang yang bukan dirinya. Ia memiliki identitas, dan identitas itu adalah bagian dari dirinya.

"Masalah tadi, sampai dimana?" Agni membawa pembicaraan mereka kembali.

"Ekspor menurun drastis, ditambah lagi banyak banget anak muda yang lebih prefer produk furniture kayak lo. Harganya juga bersaing banget. Papa sih gak masalah, tapi kasihan juga pekerjanya yang udah lama kerja. Gak mungkin juga dipecat." Ujar Agam membawa kembali topik awal mereka.

Situasi bisnis Ayah mereka memang sedang turun. Ditambah lagi situasi kesehatan orangtua mereka sedang tidak sehat. Belum lagi pesaing dan pekerja yang membicarakan produk mereka yang kini sudah dianggap "tua". Sementara minat pembeli di luar negeri dengan produk furniture tradisional tidak lagi seperti dulu.

"Apa menurut lo kita ganti konsep ya?" Tanya Agam lagi memberikan usulan. Aku menggeleng tidak setuju, "Terus apa bedanya brand kita dengan yang lain? Menurut gue kita fokus di brand positioning sih, pasti tetap ada orang yang tertarik dengan furniture kayu. Gini deh, dulu kan kita selalu bahas grandma's smell untuk menarik orang-orang membeli furniture kita. Gimana sekarang kita lebih naikkan style untuk orang yang berkelas? Plus, kita bisa minta anak-anak konglomerat yang punya audience untuk share furniture kita di rumah mereka. Kita mulai konsepnya dari situ. Lalu kita juga bisa buat ide-ide penggunaan furniture kita di rumah tipe masa kini yang cenderung sempit." Balas Agni dengan idenya setelah berpikir panjang. Ia juga ingin mencari designer baru yang bisa membawa kembali aura furniture rustic seperti jaman dulu.

"Kak, lo minum apa sih? Kok belakangan otak lo lancar banget?" Kata Agam yang disambut dengan tonjokkan ringan di kepalanya.

"Serius dong. Udah pintar dari dulu nih." Agni membalas dengan percaya diri.

"Semakin lama lo makin pintar deh jauh-jauh dari Leona." Ucap adik lelakinya itu polos.

Agni tertawa kecil, perlahan ia berharap perasaan Agam semakin jauh dari Leona. Karena mereka ditakdirkan untuk berada di jalan yang berbeda.

"Yaudah, nanti gue bahas lagi dengan tim. Habis ini gue mau kunjungin Leona."

"Tapi dia beneran gak parah kan?" Tanya lelaki ini lagi.

"No worries. Tadi kan Elang udah bilang. Dah gue pergi dulu." Agni meninggalkan Agam yang masih bergeming tanpa ada niat untuk mengajaknya. Ia tidak ingin menciptakan situasi yang tidak bisa ia tangani.

***

Agni menghela nafas lega melihat kondisi Leona yang terlihat sangat baik-baik saja. Dalam hati ia berdecak, "Kehidupan pemeran utama memang beda."

Ketika tidak ada seorangpun di samping Leona, kecelakaan ini tidak menghasilkan sesuatu yang fatal. Yang ada menimbulkan rasa khawatir Elang dan ehm, Pram yang tiba-tiba muncul disampingnya ketika ia mengunjungi Leona.

"I am glad you are okay." Kata Agni tulus. Leona mengangguk lemah, "Cuma luka-luka aja kok."

"Mau gue jagain malam ini?" Agni menawarkan diri. Leona tidak memiliki keluarga disini dan ia tahu gadis ini akan merasa kesepian, dan sedih berada di rumah sakit sendiri. After all, they have been friends for so long.

"No, biar gue aja yang jaga." Putus Pram. Agni mengangkat bahunya, "Sure."

"Let me know if you need something." Ujar Agni mengucapkan selamat tinggal. Elang tidak memutuskan beranjak dari ruangan itu, alih-alih kedua lelaki itu mengambil perannya masing-masing. Elang berbicara dengan dokter dan Pram berada di sisi Leona. Bagaimanapun juga, Leona tetap menjadi pemeran utama di hidupnya sendiri. Dan Agni juga akan terus meneruskan hidup dengan caranya.

***

"Kamu kelihatan capek." Ucap Levon memijat jari-jari Agni yang sedang menonton televisi dengan santai. Agni yang bahkan belum menghapus make upnya dan mengganti pakaiannya terlalu malas untuk bergerak, matanya fokus ke arah televisi yang menunjukkan berita mengenai cryptocurrency yang baru-baru ini mengalami penurunan drastis.

"Banget. I hope I have 48 hours a day because wow, life is so tiring." Jawab Agni jujur yang membuat Levon tertawa kecil. Jika Agni yang mandiri, percaya diri dan dengan tangan dinginnya dalam bisnis membuat ia tertarik. Maka Agni yang berada di hadapannya kini membuatnya merasa waktu terhenti. He wants more than a dating relationship, he wants a companion for a lifetime.

Semakin ia mengerti gadis muda di hadapannya ini, semakin ia ingin memberikan yang terbaik untuknya.

"Kenapa kamu bekerja terlalu keras? You can take it easy."

"Well, can you also take it easy, Levon?" Agni balik bertanya.

Levon menggeleng, ia bisa lelah, namun ia selalu melakukan apa yang ia inginkan. A satisfaction comes from every small achievement that he built with his own hand. Ia mengerti perasaan itu.

"Sure, paham."

"Kamu gak niat pulang? Ini udah malam loh." Agni melirik kearah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 12 malam.

"Ini sudah malam, boleh aku nginap disini?" Perempuan ini melihat kearah kekasihnya tak percaya, tak menyangka seorang Levon bisa memberikan alasan ini. Ia kemudian mengangguk, "Childish. Yaudah, kamu stay di kamar tamu ya."

Levon mengangguk setuju.

"Aku mau mandi terus istirahat. Talk to you tomorrow morning." Ucap Agni mengucapkan selamat malam.

Levon menghentikan tangan Agni dan menarik tubuh perempuan itu kearahnya, memberikan kecupan ringan di bibir Agni.

"Good night."

Agni melebarkan matanya kaget, "Pervert."

***

Author's Note:

Hi, I am back. Kalau kamu pernah baca cerita ini, aku publish cerita ini di tahun 2020 saat masih kuliah. Sekarang aku sudah kerja professional dan sudah lama tidak menulis lagi. Somehow, kemarin mendapat ide untuk menulis cerita baru karena merasa hidupku ini sangat flat dan satu-satunya romance yang bisa aku jalani adalah lewat novel. HAHA. 

Sambil aku menulis cerita itu, aku melanjutkan cerita ini. 

Sepertinya tulisanku dari jaman SMP (if you see other stories, they are from middle to high school stories) tidak terlalu berubah selain aku yang semakin realistis dalam hidup. Kadang aku merasa ceritaku tidak masuk akal, perhaps, itu karena aku gak pernah merasakannya. 

Tapi aku juga merasa sayang sih menghapusnya. So, kapan-kapan aku mungkin akan repost cerita-cerita lainnya yang aku tulis di usia 14-17 tahun itu. Bye! 

Agni, pemeran utama [discontinue]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang