Sembilan

160 19 3
                                    

"Agni," Leona sedikit berteriak menghentikan langkah kaki Agni yang berjalan dengan cepat. Agni sudah melihat Leona yang memperhatikannya dari jauh dan tidak memiliki keinginan untuk bertemu dengannya.

Dengan berlari, Leona akhirnya berada di hadapan Agni.

"Gue teriakin dari tadi juga. Eh, lo gak pakai headset?" Leona memperhatikan telinga Agni yang biasanya ditutupi headset.

"Enggak."

"Terus tadi gak denger gue teriak?"

"Enggak," Jawab Agni polos.

"Ugh, never mind. Sumpah ya lo kemana aja deh. Gue chat ga dibalas, dicari gak ketemu. Gue kecewa, Ni." Ungkapan kekesalan yang diberikan oleh Leona tidak membuat Agni merasakan apapun. Dalam hati, Agni meringis dengan dirinya yang tiba-tiba tidak menganggap Leona sebagai sahabat. Mungkin benar bahwa tulisan tidak bisa menggambarkan perasaan seseorang. Agni tidak merasakan kehangatan seorang sahabat dari Leona.

"Gue gak kepikiran aja untuk cerita. Gue juga sibuk banget untuk hubungi orang lain tentang ini." Jawab Agni polos.

"Gue kan sahabat dan roommate lo selama dua tahun. Masa lo tega gak cerita hal sebesar ini ke gue?" Ungkap Leona dramatis.

Agni menarik Leona yang berbicara dengan suara kencang di area kampus dan membawanya ke kantin yang sepi.

"Gue beneran sibuk. Kebetulan aja kepikiran untuk buat usaha, idenya juga udah lama ada." Kata Agni memberikan alasannya.

"Selama ini gue kira lo akan fokus di dunia politik. Gue pernah ajak lo bisnis bareng, kenapa gak lo terima?" Ucap Leona mengingatkan masa tahun pertama saat mereka menyelesaikan proyek organisasi saat itu. Leona memiliki impian untuk menjadi pengusaha.

"Saat itu gue gak kepikiran aja, juga gak berani mengambil resiko. Sekarang gue merasa udah saatnya gue mencoba hal baru," Balas Agni.

"Agni, I am happy for you, but I also feel sad that you didn't tell me anything about this." Ucap Leona menatap sahabatnya dengan raut wajah kecewa.

Disaat yang bersamaan, Agni mencoba membaca perasaan yang muncul ketika berhadapan dengan Leona. Ia menyadari perannya sebagai bayangan, untuk selalu membuat orang lain sadar atas kehadiran perempuan di hadapannya ini dalam gelap. Dan hilang saat terang. Sedikit perasaan sedih muncul di dalam hatinya yang tidak merasakan kasih dalam persahabatan mereka. Ia merasa jahat, namun tidak bisa untuk tidak berpikir bahwa Leona tidak menyukai keberhasilannya.

"Gue sibuk. Bukannya lo juga sibuk dengan organisasi merah? Ada banyak proyek yang harus dikerjakan tahun ini, kan?" Agni mengalihkan topik pembicaraan mereka.

"Gue merasa lo menjauhi gue. Ada masalah apa?" Tanya Leona langsung ke intinya. Ia bisa melihat raut wajah tidak nyaman Agni berbicara dengannya.

"Ada banyak hal yang mau gue lakuin, dan gue baru sadar aja. Jadi sorry banget gue gak ada waktu untuk mendengarkan cerita lo atau apapun itu."

"Tapi, Ni?"

"Lo mau ikut ke acara ulang tahun Padma, adik Pram?" Agni menawarkan sesuatu yang ia percayai akan membuat Leona setuju.

"Ulang tahun Padma?"

"Gue tahu kok lo merasa khawatir pacaran sama Pram karena keluarganya. Tapi lo juga berasal dari keluarga baik-baik dan sukses. Lo gak perlu khawatir. Gue akan kenalin lo ke Padma, bukannya lebih bagus kalau mengenal dari sekarang?"

Leona tidak bisa berkata mendengar perkataan Agni, sebelumnya ia sering sekali bercerita dengan Agni bagaimana kedua orangtuanya menuntut Leona untuk menemukan pendamping setelah lulus kuliah. Sebagai anak terakhir, Leona menjadi beban orangtuanya yang tak kunjung membaca pacar kerumah. Belum lagi dengan kakak-kakaknya yang menikah di usia muda. Perempuan ini merasakan pressure yang besar ketika menyadari Pram merupakan seseorang dari keluarga konglomerat yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya.

"Tapi,"

"Gue mau lo bahagia dengan Pram. Karena gue gak akan bisa selalu bareng lo di setiap saat. You need to stand firm." Ucap Agni serius. Leona memandang kedua mata Agni yang memberikan pancaran berbeda, seketika ia merasa tidak mengenal sahabat yang ada di hadapannya ini.

"Lain kali kita main bareng ya, sekarang gue harus balik. Gue baca kok semua curhatan lo. Jangan khawatir, hubungan kalian akan baik-baik saja asalkan kalian berusaha keras. I know he is serious with you." Kata Agni lagi, tersenyum dan meninggalkan Leona yang termenung. Meskipun mereka tidak lagi teman sekamar, Agni sekali lagi memberikan jawaban yang menenangkan hatinya.

***

Agni tersenyum di hadapan Greta Panduwijaya, seorang designer interior furniture yang menghabiskan waktu belajar di Denmark dan merupakan keturunan Denmark-Indonesia. Butuh waktu dan effort untuknya meyakinkan designer kelas atas ini untuk merancang produk yang ingin dia launching dalam beberapa bulan kedepan. Di masa depan, seseorang akan mendirikan perusahaan furniture dengan menggandeng Greta sebagai designernya dan menjadi perusahaan ternama di Indonesia.

"Saya tidak menyangka seseorang di balik proposal sebaik ini adalah Agni dibalik Credible Mengajar." Ucap Greta tersenyum. Ia menerima proposal yang berisi alasan mengapa Greta Panduwijaya membutuhkan partner seperti IDS, brand yang akan dilaunching dalam waktu dekat.

"Saya berterima kasih karena Ibu Greta menerima penawaran dari saya."

"Panggil saja saya Greta, saya tidak suka panggilan formal."

Agni mengangguk, "Jadi, bagaimana dengan penawaran ini?" Tanya Agni langsung. Ia mengundang Greta untuk datang ke tempat kerja yang sudah ia siapkan untuk IDS. Di dalam ruangan ini, ada dua interior yang jauh berbeda dengan satu digunakan untuk memberikan efek kebebasan bagi para pekerja kreatif dan satunya lagi sebuah perkantoran yang hangat untuk tim operasi. Agni berhasil mengesankan Greta sekali lagi dengan mengundang wanita itu ke tempat ini.

"Saya hanya punya satu pertanyaan, apakah Allison tidak takut konsep scandinavian ini akan merubah pandangan masyarakat tentang furniture kayu jati yang dianggap ningrat dan sangat Indonesia?" Greta memberikan pertanyaan yang tidak ia temukan jawabannya di dalam proposal yang diajukan Agni.

"Kenapa harus?" Tanya Agni balik. Sebelum Greta memberikan tanggapan, ia melanjutkan, "Seseorang tidak bisa menilai selera orang lain. Simple saja, selama customer merasa puas dengan interior yang mereka miliki, itu akan menjadi sebuah konsep yang ningrat dan Indonesia. Penggemar kayu jati tidak akan merubah persepsinya hanya dengan kedatangan design nordic ke Indonesia. Setiap furniture akan menemukan pemiliknya."

Greta tersenyum puas, walaupun Agni tidak langsung menjawab pertanyaannya. Ia lebih dari senang mendengar jawaban dari perempuan yang ada di hadapannya itu.

"Bagaimana dengan produksi?"

"Produksi akan di handle oleh Allison team. Kita akan menggunakan yang terbaik untuk produk yang kita miliki."

Ia kemudian mengangguk, "Kapan produk ini akan dipublikasikan?"

"Empat bulan dari sekarang. Saya tahu ada banyak design yang belum pernah dipublikasikan. Saya satisfied dengan hasilnya. Anda bisa fokus dengan produksi. Kami sudah menyiapkan plan marketing dan branding, yang akan kita mulai dalam dua bulan kedepan."

"Kamu seyakin itu? Apakah kamu tidak takut gagal?" Tanya Greta lagi.

"Pengusaha yang cerdas tahu bagaimana membuat sebuah bisnis yang tidak gagal. Waktu dibutuhkan karena hasil yang tidak sesuai, jika kita sudah menyiapkan semuanya, mengapa harus menunggu lama?" Ujar Agni percaya diri. Di momen yang sama ia tahu Greta siap bekerjasama dengannya.

***


Hi, everyone. I am back with another author's note yang lebih ke curhatan.

Kesal banget gara-gara ngerjain salah satu deadline dan gak tidur sepanjang malam, lalu menemukan kabar kalau dosennya tidak datang dan tugas dikumpul hari senin. OMG! Sungguh kehidupan kuliah ini buat pusing tujuh keliling.

Anyway, cerita ini emang fast-pace banget. Karena aku mau tunjukkin sisi strong seorang Agni yang ketika sudah fokus dengan tujuannya, itu bisa melakukan apapun. I personally believe there is nothing impossible when it comes to business. You can always obtain money and use them. And when you do something with money, you either gonna gain more money or lose it.

Agni, pemeran utama [discontinue]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang