Two

2.1K 257 13
                                    

Hari ini adalah hari kedua Adin berada di rumah setelah dua minggu dirawat di rumah sakit. Kecelakaan yang terjadi pada Adin lumayan begitu parah, ada pendarahan di otaknya yang membuat memorinya hilang. Dia juga baru sadar di hari ke 4 setelah operasi. Tapi selain itu hanya ada luka-luka kecil di bagian tubuhnya. Memar di wajahnya pun sudah menghilang.

Adin seperti orang yang sangat berbeda. Setelah kepulangannya kemaren, dia benar-benar seperti orang yang kehilangan segalanya. Dia lebih banyak diam dan terlihat bingung dengan semuanya. Dia bahkan menjauh saat Shila ingin memeluknya. Baru dia mau memeluk ketika Elena bilang kalau Shila itu anaknya.

Kring kring

Elena yang tengah mencuci piring bekas sarapannya berjalan menuju ruang keluarga untuk menerima telepon tersebut. Sedangkan Adin menyantap bubur yang Elena buat.

Setelah menerima telepon yang ternyata dari Bank, Elena berjalan ke dapur kembali dengan Adin yang masih menyantap makanannya di ruang makan.

"Ada telepon dari Bank, mereka nanya kapan kamu mau kerja lagi."

Melihat Adin yang hanya menyantap buburnya tanpa mempedulikan omongan Elena, membuat Elena membalikkan badan dan menatap Adin.

"Pelan-pelan aja, nggak usah dipaksa buat mengingat semuanya."

Hening, mungkin Adin masih belum bisa berpikir dengan jernih. Melihat Adin yang masih terdiam membuat Elena menghembuskan nafas beratnya sebelum melanjutkan untuk mencuci piring.

"E... Elena, ada yang pengen aku tanya sama kamu."

Elena akhirnya menghentikan aktivitasnya dan berjalan menghampiri Adin. "Tanya apa?"

"Kamu tau kan aku ilang ingatan, jadi..."

"Dokter bilang kamu cuma amnesia sementara, dan kamu juga udah sehat. Aku yakin bentar lagi kamu pasti bisa inget semuanya." Elena memberitahukan keadaan Adin sebagaimana yang dokter katakan kemaren sebelum kepulangan Adin.

"Makasih." Adin tersenyum tipis. "Kayanya aku harus memulai semuanya dari awal."

Elena menatap Adin dengan tatapan yang sulit diartikan, hatinya menghangat ketika melihat senyum tipis Adin. "kamu beneran nggak inget apa-apa?"

Adin mengangguk dengan tatapan memelas.

"Hubungan kita nggak baik sebelum kamu kecelakaan, kamu juga nggak inget?"

Adin nampak terkejut mendengar fakta itu, "Kenapa sama hubungan kita?"

"Kalau aku jelasin mungkin bakal keliatan subjektif." Elena menundukkan kepalanya.

Bagaimana mungkin dia menjelaskan semuanya? Melihat Adin saja sudah membuat hatinya sakit. Dan sekarang dia meminta Elena menjelaskan bagaimana hubungan mereka? Maksudnya bagaimana perlakuan Adin kepada Elena? Lebih baik Adin nggak usah inget selamanya.

"Nggak papa Elena, aku pengen tau semuanya." Adin menatap Elena dengan penuh harap.

Elena menghembuskan nafas beratnya dan kembali menatap Adin, "Cuma status kita yang menikah, kamu juga punya wanita lain di luar sana. Di rumah ini aku cuma jadi pelayan kamu dan ibu bagi Shila. Aku bukan siapa-siapa lagi bagi kamu."

Adin menatap Elena tidak percaya. Bagaimana mungkin dia memperlakukan istrinya seperti itu? Apa mungkin dia sudah gila?

Ada perasaan bersalah yang amat sangat ketika mengetahui fakta itu, tapi Adin juga merasa tidak percaya dengan apa yang dia lakukan. Dengan seorang istri secantik Elena, apa mungkin dia beneran selingkuh?

"Kamu nggak pernah menghormati aku sebagai istri kamu. Kamu juga egois, nggak pernah meluangkan waktu buat Shila."

Adin semakin nggak percaya. Dia merasa seperti orang yang akan selalu menghormati wanita, tapi kenapa faktanya dia bahkan nggak menghormati istrinya sama sekali?

OCCASION [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang