Dua hari menginap di rumah mertuanya memang pilihan paling tepat bagi Elena. Hatinya merasa lebih baik karena dia sama sekali nggak kesepian. Ada mama yang selalu menemani Elena dan malamnya ada Shila yang selalu membawa cerita-cerita lucunya saat main dengan teman-temannya.
Namun kebahagiaan itu lenyap seketika saat dia harus pamit pulang ke rumahnya. Kembali ke rumah yang menyisakan begitu banyak kenangan bersama Adin. Rumah yang akan memutar memori-memori bersama Adin.
*
"Mas lepas ih, aku belum mandi." Elena mencoba melepaskan tangan Adin yang melingkarkan tangannya di perut rampingnya. Ini adalah hari pertama Elena masak di rumahnya sendiri. Tepatnya satu minggu setelah dia menikah dengan Adin. Sebelum meninggalkan apartemennya dan orang tuanya kembali ke Surabaya.
"Tapi aku suka baunya." Adin semakin mengeratkan pelukannya dan menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Elena.
"Aku nggak bisa konsen kalo mas gelendotan terus kaya gini." Karena merasa terganggu, Elena menghentikan kegiatannya yang saat ini sedang mencuci sayuran untuk di masak.
"Abis sarapan kita mandi bareng ya?" Bisik Adin sebelum melepaskan pelukannya dan pergi meninggalkan Elena yang pipinya memerah.
"Mas Adin mesum!"
*
Elena menghapus air matanya, padahal niatnya hanya untuk mengambil air minum. Tapi begitu melihat ke arah dapur satu kenangan seolah berputar dengan sendirinya. Setiap masak, Adin pasti akan dengan senang hati mengganggunya. Entah hanya untuk memeluk Elena dari belakang, atau menarik kuncir rambut Elena yang tentu menyulut emosi Elena.
"Ma, Om Dio nggak main?" Tanya Shila yang berjalan mendekat ke arah Elena.
"Enggak, kan lagi ke luar kota Om Dio-nya. Belum pulang kayanya." Elena menggandeng tangan Shila untuk duduk di ruang keluarga dan menyalakan tv.
"Shila kangen ma." Shila memanyunkan bibirnya dan menyandarkan tubuhnya di sofa.
"Mau mama telfonin Om Dio?"
"Shila kangennya papa ma bukan Om Dio. Shila mau ketemu papa ma. Shila mau main sama papa."
"Kan papa lagi kerja." Lagi lagi hanya itu yang menjadi alasan Elena untuk menenangkan anaknya. Bahkan Adin saja sudah mengundurkan diri dari bank.
"Terus kapan papa pulangnya ma? Shila mau ketemu papa." Shila menelungkupkan wajahnya di pangkuan Elena sambil menangis. "Shila mau papa ma, Shila kangen.'
"Sayang dengerin mama." Elena mengangkat tubuh Shila supaya duduk kembali. Ibu jarinya ia gunakan untuk me
nghapus air mata Shila. "Papa lagi kerja, sebentar lagi papa pulang. Jadi Shila jangan sedih ya?""Mama bilang sebentar lagi tapi papa nggak pernah pulang. Mama bohong, Shila nggak mau percaya lagi sama mama!" Teriak Shila yang langsung berlari ke kamarnya.
Sedangkan Elena hanya bisa menangis di tempatnya. Bukan hanya Shila yang kangen, Elena bahkan lebih merindukan suaminya itu. Terlebih dia sedang hamil dan menjadi sangat sensitif. Kalau sudah menyangkut Adin, Elena menjadi gampang menangis akhir-akhir ini.
***
Tok tok tok
Elena yang sedang bersantai sambil memakan jeruk di depan tv langsung menghentikan aktivitasnya saat mendengar pintunya diketuk. Jam menujukka pukul 9 pagi, nggak mungkin Dio yang datang karena dia harus bekerja. Tapi siapa pagi-pagi begini sudah bertamu?
"Steve?" Elena terkejut begitu melihat Steve dengan wajah babak belur berdiri di depanpintu rumahnya. Tampilannya bahkan sangat acak-acakan.
"Maafin aku Elena." belum sadar dari keterkejutannya, lagi-lagi Elena dikejutkan dengan Steve yang berlutut di depannya. "Semua gara-gara aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
OCCASION [END]
RomanceTerinspirasi dari drama "The Miracle We Met" dan ditambah bumbu-bumbu tanpa michin. Hope you guys enjoy this story~ Elena : 🐥 Adin : 🐻 17022020 - 01062020