Eight

1.4K 182 19
                                    

"Papaa..!!!"

Baru saja Elena dengan Adin sampai di rumah mama, Shila yang awalnya tengah menonton televisi sambil memakan snack langsung berlari ke arah Adin dan memeluknya erat. Adin tersenyum dan langsung menggendong tubuh mungil Shila.

"Papa mau jemput Shila ya?" tanya Shila dengan antusias.

"Iya dong, papa kan udah kangen banget sama Shila."

"Yeeeeyyyy, nenek hari ini Shila pulang ke rumah."

Elena menghapus air matanya yang menetes. Tentu saja karena rasa bahagia yang membuncah. Keputusannya sudah bulat, dia akan mempertahankan pernikahannya dengan Adin. Melihat Shila yang bahagia banget cuma liat kedatangan Adin saja membuat dia semakin yakin untuk bertahan.

"Mama lega denger berita baik kamu sama Adin. Semoga Adin udah benar-benar berubah."

"Iya Ma, Elena juga berharap begitu." Elena tersenyum ke arah mertuanya itu yang mengantarkan sampai ke depan rumah. "Elena pamit pulang dulu ma."

Selama perjalanan pulang, mobil dipenuhi dengan cerita-cerita Shila yang menceritakan teman-temannya semasa di rumah neneknya. Kemana dia main, dengan siapa dia main, bahkan dia mengadukan kenakalan salah satu temannya yang sempat membuatnya menangis karena didorong saat bermain.

Tapi baru setengah perjalanan Shila tertidur pulas di pangkuan Elena. Padahal tadi dia semangat banget minta ice cream, tapi sekarang tertidur pulas.

"Mau beli sekalian apa nanti aja?" tanya Adin yang saat ini memelankan laju mobilnya karena sudah dekat dengan alfamart.

"Nanti aja nunggu anaknya bangun, dia suka ngga sreg kalo nggak milih sendiri."

Adin mengangguk dan kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.

***

Setelah menidurkan Shila di kamarnya, Elena keluar dan menuju ke dapur karena jam menunjukkan pukul 5 sore. Dia harus masak buat makan malam. Rasanya sudah lama sekali Elena tidak memasak di dapur ini. Padahal baru satu minggu, tapi rasanya udah kangen banget sama suasana rumah.

"Mamaaa huaaa.."

Baru saja Elena mau mengangkat ayam kecap dari wajan, terdengar suara Shila yang menangis. Buru-buru dia meletakkan mangkuknya dan berjalan cepat ke kamar Shila.

Tapi baru sampai di ambang pintu, Elena menatap Adin tajam. Karena ulahnya sekarang Shila jadi bangun. Kan repot kalau udah nyari mamanya.

"Mas, aku lagi masak loh ini malah dibangunin." ucapnya sebel yang hanya dibalas dengan ringisan opeh Adin.

"Sama papa yuk, tadi katanya mau beli ice cream." Adin mencoba membujuk Shila yang masih menangis.

"Mau sama mama, papa nakal huaaa."

Elena menghembuskan nafas beratnya dan langsung menggendong Shila. Padahal dia baru aja masak ayam kecap. Belum sempat masak yang lainnya.

"Kamu sih mas, jadi nangis kan anaknya."

"Abis gemes gitu kalau lagi tidur. Kaya kamu hehee."

Elena yang merasa salah tingkah langsung keluar dari kamar, mencoba menenangkan Shila dan yang pastinya menenangkan jantungnya juga yang udah dag dig dug dari tadi. Padahal udah lama nikah tapi masih suka deg-degan aja kalo sama Adin.

"Papa nakal ma, tadi papa cium-cium pipi Shila terus." Shila mengadukan perbuatan papanya yang sampai membangunkan tidur nyenyaknya di tengah isakannya.

"Udah udah, kan papa sayang sama Shila makanya cium-cium Shila. Udah ya jangan nangis, nanti beli ice cream, yah?"

"Papa jangan kasih."

OCCASION [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang