Udah sekitar tiga minggu Elena nggak berani datang ke rumah mertuanya. Adin udah cerita semuanya, Adin bilang waktu mama ke rumah, Shila cerita kalau paginya dia liat mama sama papanya lagi bikin dedek. Makanya Elena sebisa mungkin nggak mau ketemu sama mertuanya itu. Padahal mertuanya saja udah lupa sama kejadian itu. Tapi Elena masih saja kepikiran. Ckckck Elena, Elena.
"Mama nanyain ini kapan mau main ke rumah." kata Adin yang saat ini tengah memakai dasinya.
Elena yang baru saja keluar dari kamar mandi tiba-tiba saja tubuhnya menegang. Padahal pertanyaan itu normal ditanyakan. Nggak ada yang salah sama pertanyaan Adin kan?
"Kamu masih malu soal yang waktu itu?" tanya Adin lagi sambil menahan tawa karena melihat Elena yang terlihat salah tingkah.
"Aku engga, bilang aja sabtu besok ke rumah." jawabnya cepat lalu Elena lebih memilih untuk menyudahi obrolan yang membuat dirinya gugup itu.
"Mau ke mana si? Sini dulu bentar." Adin menahan Elena yang tangannya sudah meraih gagang pintu. Tangannya ia lingkarkan di perut ramping sang istri sambil menghirup wangi tubuh Elena.
"Aku mau bangunin Shila mas, udah mau jam 6 ini." ucapnya lalu membalikkan badannya menghadap Adin.
Diperhatikannya wajah Adin, lalu tangannya mulai meraba wajah tampan suaminya itu. Dari mulai dahi, alis, hidung, dan terakhir bibir tebal Adin sebelum akhirnya ia berjinjit dan mengecup benda kenyal itu.
Baru saja Adin mau memajukan wajahnya kembali untuk melumat bibir Elena, Elena menjauh dan langsung melepaskan pelukan Adin.
"Udah sana katanya mau meeting, aku udah masak nasi goreng itu." ucap Elena yang langsung keluar dari kamar untuk membangunkan Shila.
Adin yang gemas sama tingkah Elena hanya bisa menyusul langkah Elena dan mengacak rambut Elena. Selalu saja terlihat manis, dan Adin suka itu. Dia menyesal kenapa bisa sampai menghianati istrinya itu dulu. Andai saja... ah sudahlah. Yang terpenting saat ini mereka sudah bahagia.
***
Baru saja Elena tiba di sekolah Shila, dia sudah melihat anaknya menangis dengan ibu gurunya yang berusaha menenangkannya. Elena buru-buru mendekat ke arah Shila.
"Loh anak mama kenapa nangis?" Elena berjongkok di depan Shila sambil menghapus air matanya.
Bukannya diam, Shila justru tambah histeris begitu melihat mamanya datang. Dia langsung melingkarkan tangan kecilnya di leher Elena.
"Tadi Dena nggak sengaja dorong Shila sampai jatuh bu." jelas ibu guru itu. "Maafin saya bu nggak bisa jagain Shila tadi."
"Nggak papa bu, namanya juga anak kecil." Elena lalu mengangkat tubuh anaknya tersebut.
Elena lalu pamit untuk membawa Shila pulang setelah mengucapkan terima kasih kepada ibu guru Shila. Karena Shila nggak mau berhenti menangis juga, akhirnya Elena membawa Shila untuk membeli ice cream.
"Liat tuh, udah sampai alfamart. Mau beli ice cream nggak?" Elena menunjuk ke samping kiri Shila.
Shila menggelengkan kepalanya sambil masih menangis kencang. Melihat Shila yang masih menangis, Elena akhirnya mengangkat tubuh Shila dan mendudukkannya di pangkuannya.
"Udah dong, nanti cantiknya ilang. Nih matanya bengkak begini kalau nangis terus, jelek nanti." Elena menghapus air mata Shila yang masih saja menangis.
"Dena... nakal ma." ucap Shila terbata di tengah isakannya.
"Iya sayang, udah ya jangan nangis. Kita beli ice cream aja ya? Abis itu ke rumah nenek."
KAMU SEDANG MEMBACA
OCCASION [END]
RomanceTerinspirasi dari drama "The Miracle We Met" dan ditambah bumbu-bumbu tanpa michin. Hope you guys enjoy this story~ Elena : 🐥 Adin : 🐻 17022020 - 01062020