"Kenapa sih mas susah banget buat percaya lagi sama kamu?"
Elena menghapus air matanya yang mulai menetes. Dia lalu menyingkirkan tangan Adin dari dagunya dan menatap Adin dalam yang kini mengerutkan dahinya.
"Aku nggak ngerti maksud kamu apa, oke aku emang pernah selingkuh dari kamu. Tapi buat sekarang aku sama sekali nggak pernah-"
"Maya," potong Elena cepat. Tatapannya semakin tajam kepada Adin yang kerutan di dahinya semakin dalam. "Kamu bilang sibuk, sibuk ketemu selingkuhan kamu itu?"
"Ada apa lagi sama Maya?"
"Nggak usah pura-pura nggak tau. Kemaren kamu ada di ruangan kan sama Maya? Sesibuk apa sih sampai nggak mau nemuin istrinya sendiri? Atau kamu sama Maya-"
"Elena cukup!" Adin memegang kedua bahu Elena dan menatapnya tajam. "Kamu harusnya ngomong sama aku, bukan menghindar. Tanya kalau emang kamu pengen tau apa yang aku lakukan sama Maya di dalem. Bukanny malah menyimpulkan sendiri yang ujung-ujungnya bikin kamu jadi sakit hati. Kita udah janji mau memperbaiki semuanya, memulai lagi dari awal. Jadi tolong Elena, jangan buat usahaku jadi sia-sia."
Bukannya menjawab Elena justru semakin terisak di hadapan Adin. Elena menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Menyembunyikan wajahnya yang pasti memerah.
Sedangkan Adin kini menarik tubuh Elena dan merengkuhnya. Menepuk punggung Elena untuk menenangkannya, dengan satu tangan lagi mengusap kepala Elena.
"Aku beneran sibuk kemaren. Kamu tau kan ada masalah di bank, dan Maya salah satu orang yang menjebak aku mengenai kredit fiktif yang dia tantangani atas nama aku. Kemaren aku lagi emosi, aku cuma nggak mau kamu liat aku marah-marah."
Mendengar penjelasan Adin membuat Elensa justru semakin histeris di pelukan Adin. Adin benar, harusnya Elena nanya, bukan berspekulasi sendiri. Harusnya Elena kembali percaya sama Adin, setidaknya omongin baik-baik apa yang sedang mengganggu pikirannya. Bukan malah menarik kesimpulan dan membuat masalah seperti ini.
***
Mungkin bagi Adin masalah mereka sudah selesai sejak malam tadi. Tapi engga buat Elena Yang justru masih merasa bersalah. Karena pikirannya nggak tenang, saat Elena kebangun jam 3 pagi dia nggak bisa tidur lagi. Semua posisi tidur sudah dia coba sejak tadi, tapi rasanya masih aja nggak nyaman.
Akhirnya Elena memutuskan untuk keluar dari kamar. Mencoba untuk menenangkan dirinya dengan meminum air putih. Matanya bahkan terasa berat akibat menangis lama tadi malam. Padahal Adin sudah memaklumi sikap Elena tersebut.
Selesai minum, Elena menuju kamar Shila. Mencoba membaringkan badannya di samping Shila. Meskipun kasurnya sempit karena ini untuk ukuran anak kecil, tapi Elena merasa lebih baik di sini. Dan benar saja, baru sebentar memejamkan matanya, Elena sudah kembali terlelap.
Bahkan saat Adin membangunkannya, Elena masih enggan membuka mata. Shila yang di sampingnya juga sudah terbangun begitu Adin masuk ke kamar.
"Elena bangun, udah jam 6." Adin menggoyangkan tubuh Elena.
"Mama bangun ma." Shila juga ikut membangunkan Elena dengan menarik-narik ujung baju Elena.
Perlahan Elena membuka matanya karena tidurnya merasa terganggu. Pertama kali yang dia lihat adalah Shila yang sedang menatapnya.
"Anak mama udah bangun." Elena tersenyum sambil tangannya mengusap pipi Shila.
"Kamu nggak mau masak?"
"Eh?!"Elena buru-buru membalikkan badannya dan mendapati Adin yang sudah ada di belakangnya dengan setelan kerjanya.
"Aku tunggu di luar, masak nasi goreng aja yang simpel." setelah itu Adin meninggalkan kamar Shila.
KAMU SEDANG MEMBACA
OCCASION [END]
RomanceTerinspirasi dari drama "The Miracle We Met" dan ditambah bumbu-bumbu tanpa michin. Hope you guys enjoy this story~ Elena : 🐥 Adin : 🐻 17022020 - 01062020