Twenty One

2.2K 181 19
                                    

"Mama ayo cepet!" teriak Shila yang udah turun duluan.

"Iya sebentar!" jawab Elena dengan sedikit berteriak.

Elena baru saja keluar dari kamar dengan menyeret koper besar miliknya. Sedangkan kedua orang tuanya bersama Shila udah keluar duluan. Elena mempercepat langkahnya ketika Shila memanggilnya lagi.

"Makasih ya tante, udah ngijinin kita nginep di sini. Maaf juga jadi ngrepotin." Kata Elena begitu sampai di teras rumah Yeri. Di sana sudah ada Shila, kedua orang tua Elena, Yeri dan Tante Laras. Sedangkan Om Deni sedang ke luar kota.

"Kamu ini kaya sama siapa aja. Tante malah seneng kalau kamu ke sini. Padahal kita deket, tapi malah jarang ketemu." Ucap tante Laras yang kini memegang lengan Elena.

"Shila sini aja ya sama nte Eyi, nanti nte Eyi beliin ice cream." bujuk Yeri yang masih nggak rela ditinggal Shila. Dia sebenernya pengen ikut ke Surabaya, tapi minggu depan udah mulai UAS. Jadi terpaksa dia menunggu UAS-nya selesai baru nyusul ke Surabaya sekalian liburan di sana.

"Nggak mau, nte aja yang ikut Shila." jawaban Shila membuat Yeri gemas dan langsung memeluk Shila. Nggak rela banget harus ditnggal Shila.

"Nanti nte mainke rumah yangti deh, tungguin nte ya?" tanya Yeri yang langsung mendapat anggukan mantap dari Shila.

"Ya udah kalau gitu kita pamit dulu ya Ras, makasih ya udah ngijinin kita tinggal di sini." kini giliran bunda yang mengucapkan terima kasih sekaligus pamit karena mobil yang kita pesan online sudah datang.

"Sama-sama mbak. Mbak hati-hati ya, kabarin kalau udah sampai."

Setelah kita saling memeluk sebelum pergi, Elena teringat kalau ponselnya masih di laci. Jadi dia ijin untuk mengambil sebentar ke dalam. Setelahnya baru dia menyusul orang tuanya yang udah jalan duluan.

"Kenapa bun, kok berhenti?" tanya Elena saat kedua orang tuanya berhenti di pintu gerbang. "Bun... da.."

Elena menghentikan langkahnya saat melihat sosok yang kini sedang menggendong Shila sambil menciumi pipinya. Merasa tidak percaya dengan apa yang dia lihat, Elena melangkahkan kakinya pelan dengan jantung yang berdebar. Apa dia salah lihat? Ini mimpi kan? Nggak mungkin Adin di sini. Tapi...

"Elena.." lirih Adin yang menurunkan Shila dari gendongannya.

Elena melangkahkan kakinya cepat saat dia yakin kalau oranv yang berdiri beberapa meter di hadapannya ini memang Adin, suaminya. Elena nggak salah, dia benar-benar Adin. Hanya saja, rambutnya memanjang dan wajahnya tirus dan Elena yakin kalau suaminya belum mencukur bulu-bulu halus di sekitar wajahnya.

"Mas.." Elena langsung memeluk Adin begitu jarak di antara mereka hanya selangkah. Air matanya turun begitu saja tanpa disuruh. Dia beneran Adin, suaminya.

"Maafin aku," hanya kata itu ya g berhasil keluar dari mulut Adin. Dia semakin mempererat pelukannya saat tangis Elena semakin kencang. Adin bahkan bisa merasakan tubuh Elena yang bergetar hebat di pelukannya.

Tidak ada kata-kata yang bisa mengungkapkan perasaan Elena saat ini. Rasa syukur, lega, bahagia, dan rindu yang bercampur jadi satu. Elena nggak tau harus bagaimana selain mengucapkan rasa syukurnya di dalam hati karena suaminya telah kembali.

"Makasih mas udah mau pulang."

***

Setelah tau kalau Adin benar-benar kembali, Elena memutuskan untuk pulang ke rumahnya bersama Adin. Sedangkan Shila terpaksa harus menginap di rumah neneknya dulu. Awalnya dia kekeh mau ikut bunda ke Surabaya, tapi dia masih harus sekolah. Dan satu-satunya yang bisa membujuk Shila tetap di Jakarta hanya dengan menginap di rumah neneknya. Hitung-hitung membiarkan Elena menyelesaikan masalahnya bersama Adin.

OCCASION [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang