Sosok itu menghilang setelah Yerin dengan sekuat tenaga menggerakan salah satu anggota badannya yang terkecil--jempol kakinya. Akhirnya, ia terlepas dari penderitaan itu.
Yerin bangkit terduduk dengan napas terengah, mengusap pelipisnya yang mengeluarkan keringat dingin. Ia turun dari ranjang, pergi ke dapur di lantai satu untuk mengambil minum, dan di sanalah ia bertemu dengan Sinbi.
Sinbi tengah duduk, memperhatikan jendela yang mengarah ke halaman belakang rumah.
"Bi?"
Sinbi tersentak kaget dengan kedatangan Yerin. "O-Oh Yerin?" Ia bernapas lega. "Gue kira itu."
"Itu?"
Sinbi mengusap kasar wajahnya. "Gak. Lupain."
Yerin kembali berjalan mendekati rak piring untuk mengambil gelas. Dan entah kenapa, otaknya seperti memerintahkannya untuk tidak menengok ke jendela dekat wastafel. Melewatinya saja membuatnya tidak enak.
"Lo belom tidur?" tanya Sinbi setelah Yerin ikut bergabung duduk di depannya yang terhalang meja kecil.
Yerin menggeleng pelan menjawab pertanyaan Sinbi. "Gue abis kena sleep paralysis," jawab Yerin dengan nada rendah.
"Ketindihan itu?"
Yerin mengangguk. "Ya. Yang pernah lo ceritain."
"Lo ..." Sinb menelan ludahnya petanda gugup. "... liat apa?" bisiknya.
Yerin terlihat berpikir sejenak. "Gue yakin, lo gak mau denger cerita gue," jawabnya kemudian.
Lagi-lagi Sinb mengusap kasar wajahnya, ia terlihat mencemaskan sesuatu. "Gue takut," ungkapnya.
Yang Yerin tangkap, ini seperti bukan Sinb yang biasanya. Maksudnya, Sinb itu bukan orang yang penakut. Koleksi buku horornya saja sudah menumpuk di rak kecil di indekosnya. Salah satunya adalah novel Erebos yang ia bawa kemari.
Dan jika Yerin menangkap gelagat Sinb yang seperti ini, berarti memang ada sesuatu yang tidak beres di sekitar temannya itu. Di sekitar Sinb, berarti di sekitarnya juga, 'kan?
"Lo tau, Yer? Kenapa gue milih diem di dapur dan gak di ruang tengah sambil nonton tv--misalkan?"
Kerutan pada dahi Yerin muncul ketika mendengar pertanyaan Sinb. Ia hanya diam tidak menjawab. Karena, tadinya setelah mengembil minum, Yerin memang akan ke ruang tengah, menyalakan tv, meramaikan suasana rumah yang sangat sepi.
"Soalnya gue gak mau terlalu deket sama halaman depan."
"Kena--"
"Gue gak suka sama pohon gede itu, Yer. Gue gak suka sama suasana di sekitarnya. Dan kenapa ... mendiang nenek Jin gak tebang aja pohon itu?"
Yerin mencoba mencerna setiap perkataan Sinb. Dan memang benar, suasana halaman depan lebih mendominasi untuk menakuti penghuni rumah, karena adanya beberapa pohon besar, ditambah lagi pencahayaan yang minim. Beda dengan halaman belakang yang memiliki beberapa lampu terang di sekitarnya.
"Lo aneh gak sih?" Sinb kembali bersuara. "Di halaman belakang gak ada satu pun pohon gede. Gue cuman liat bekasnya, pasti pohon itu udah di tebang. Terus, kenapa gak sekalian aja sama pohon depan?"
Yerin mengangguk membenarkan. "Lo pernah liat sesuatu?" tanya Yerin.
Sinb diam sejenak. "Gak," jawabnya kemudian dengan sangat singkat.
"Setelah permainan sialan itu, Yer. Gue gak tenang," tambahnya dengan raut datar.
Yerin tahu 'permainan sialan' yang Sinb maksud. Dan Yerin mengerti dengan apa yang dialami Sinb. Bahkan, sebenarnya, apa yang Sinb alami jauh lebih baik dari apa yang Yerin alami.
Oh ya, mengingat permainan sialan itu, Yerin jadi ingat Taehyung, lalu teringat pada buku kecilnya. Yerin jadi bergegas hendak kembali ke kamarnya untuk melunasi rasa penasarannya pada isi buku itu.
"Gue duluan, ya, Bi," pamitnya berdiri, berbalik melangkah menuju kamar.
"Mau ... ke mana?"
Oke. Suara rendah itu bukan suara Sinb. Tapi, suara itu berasal dari tempat Sinb berada, 'kan? Yerin diam terpaku, pikirannya mengulang kembali suara tadi. Ia tidak berani berbalik, juga tidak berani melangkah menjauhi sesuatu yang ia kira janggal.
Sampai, satu hembusan napas terasa pada tengkuknya, dan sialnya, tiba-tiba lampu di seluruh rumah padam.
Gelap, dan sunyi. Yerin akan merasa bersyukur jika ada suara alam di sekitarnya. Nyatanya, tidak ada. Hening, benar-benar hening. Ia yakin tidak ada orang lain di sana selain dia, termasuk Sinb.
Ia sadar bahwa dari awal, ia tidak pernah mendapatkan Sinb di sana. Yerin menangis terisak ketakutan. Jika sudah seperti ini, bukan makhluk sembarangan lagi yang ia temui.
Kenapa? Kenapa dirinya yang selalu dihantui? Apa ia sangat mengambil perhatian para makhluk tak kasat mata itu? Ini sangat menyiksanya bagi manusia seperti dia yang sebelumnya tidak pernah mengalami hal-hal menyeramkan ini.
Yerin ingin pulang, menemui kehangatan di rumahnya, bukan terus bergelut dengan suasana dingin di sini.
Ia mulai merasa sesak. Tapi, ia mencoba tenang, menghela napas pelan, kemudian mengeluarkannya. Ingin melangkah pergi, tapi, kemana? Semuanya gelap gulita, dan ia takut salah ambil langkah. Apalagi, ia mulai merasa tidak sendirian lagi, seperti banyak pasang mata yang mengawasinya dari setiap sudut ruangan.
Jendela. Khususnya dari arah jendela yang tadi Sinb perhatikan. Ia merasa ada sesuatu yang menatapnya tajam. Yerin merasakan energinya.
Dan Yerin tidak menyadari bahwa ada seseorang yang menuruni tangga dengan senter di genggamannya. Dan ia baru sadar dengan kehadiran orang itu ketika seberkas cahaya menyorotnya.
"Yerin?"
Mendengar suara yang Yerin yakini adalah benar-benar suara manusia, refleks ia berlari mendekati cahaya itu, lalu berhambur memeluk orang tersebut.
"Bawa gue pulang, Tae. G-Gue takut," ungkap Yerin kembali terisak, mengeratkan pelukannya pada Taehyung.
***
Sudah jam 1 pagi, dan mereka berdua masih betah di luar rumah, di depan teras, duduk pada tangga kecil sana. Lampu masih padam, dan tidak ada yang salah dengan listrik di sana. Pertanyaan yang sama pun kembali hadir.
Kenapa?
Taehyung mengelus pelan rambut Yerin. Gadis itu masih duduk meringkuk, memeluk kedua lututnya, membenamkan wajahnya di sana.
"Tidur aja, Yer. Gue jagain," ucapnya yang baru memberikan jaketnya, menyelimuti punggung Yerin.
"Gak mau."
Taehyung terkekeh pelan. "Lo kok jadi manja gitu?"
"Apa sih, Tae?" Yerin tersinggung. Nada bicaranya memang sedikit terdengar merajuk. Tapi, memangnya itu salah, ya?
"Bawa gue pulang, Tae. Gue takut." Taehyung mengejek ucapan Yerin yang sebelumnya dengan intonasi yang dilebih-lebihkan.
Yerin membiarkannya, ia merasa benar-benar malu. Sialan!
"Gue suka lo."
Ungkapan Taehyung yang mendadak itu membuat Yerin refleks mendongak menatapnya. Wajah Taehyung yang membelakangi langit malam membuat Yerin terpaku.
Jujur, ia merasakan hal yang sama. Namun, karena sikap Taehyung yang semakin berubah dari sikap hangatnya, membuat Yerin mengurungkan niatannya untuk menyatakan perasaannya pada pria tersebut. Malahan, ia juga berniat akan menghapus saja perasaannya itu.
Dan sekarang? Yerin sadar, bahwa ia semakin menyukai Taehyung, bukan sebaliknya.
Lalu, perkataan selanjutnya dari pria di hadapannya itu membuat Yerin semakin tidak bisa melepaskan tatapannya.
"Gue suka lo, Yerin. Dan jadi alasan gue juga, kenapa gue cium lo waktu itu. Lo ... gak lupa, 'kan?"
-- --- -- -
he said, "... waktu itu."
revisi: 260121
KAMU SEDANG MEMBACA
The Card Game ↬ taerin ft. bangchin | END
Fanfiction[HORROR STORY] Taehyung mempunyai satu rahasia, yang berhubungan dengan permainan pemanggil arwah. Dan teman-temannya--khususnya Yerin, menjadi korban dari permainan tersebut. _____ ✨ fanart by: @GfriendFanart on twitter