10: Wrong and Wrong

2.1K 390 124
                                    

Multimedia:
Juki rasa Juna nih. 🌚
Kalau punya konten soal mereka, tag tag aku ya gais~

Anw, enjoy! Bantu rusuhin yaaa.
Sebelumnya maap aku belum balesin komen, ini apdet buru buru karena habis dari luar :")

-

Katanya, artis tuh punya kesibukan sendiri sekalipun mereka nggak muncul di layar kaca. Ada yang sibuk ngurusin proyek, urusan pribadi, atau hal lain yang nggak bisa diceritakan. Tapi asli deh, memangnya Juna nggak punya kesibukan sama sekali, ya? Dia malah kelihatan gabut begini.

Yah, oke, gabutnya memang lebih enak dipakai begini daripada balapan. But still, aku kan jadi ikut keseret ke sini.

Juna benar-benar menjemputku, dan kali ini dia pakai mobil Sedan-nggak tahu ini dia koleksi mobil kayak koleksi Hotwheels apa ya? Ganti-ganti gitu. Kurang 20 menit di perjalanan, aku dan Juna sampai.

Dan sumpah ya, mana aku tahu kalau Juna tinggalnya di apartemen elit? Dibandingkan dengan apartemen Taran, tempat Juna bisa dibilang dua kali lebih luas, ditambah dengan satu ruang besar yang Juna gunakan sebagai studio tempat Blacky diletakkan.

Peliharaan? Oh, salah. Bukan anjing, kucing, apalagi kerbau. Tapi drum. Drum set berwarna serba hitam.

Ajaib, kan? Drum saja dikasih nama begini. Aku saja sampai heran begitu dibawa masuk ke sini. Jangan-jangan semua perabotan di dalam rumah ini juga Juna kasih nama dan didaftarkan ke sensus kependudukan?

Juna pasti sudah gila.

Aku hanya bisa geleng-geleng sewaktu masuk ke studionya yang cukup luas. Juna bilang kalau besok akan lebih baik kalau wawancaranya di studio ini saja, dia nggak mau ruang tamunya berantakan.

Sebenarnya itu bukan hal yang mustahil, karena studio pribadinya ini termasuk luas. Ada beberapa peralatan di dalam, berbagai alat musik mulai dari drum, drum akustik, keyboard sampai gitar. Dan isi Studio Juna jelas lebih banyak dan penuh ketimbang studio Taran.

"Lo bisa main gitar memang, Jun?" aku menunjuk gitar yang menempel di dinding.

"Bisalah," Juna langsung menjawab dengan percaya diri selagi duduk di kursi drum, tangan memutar stik. "Gue lebih keren dari Taran, kan?"

"Pedenya tinggi sekali, waduh. Kayak Monas."

"Dasar bucin."

Nah, kan. Tiba-tiba ngeledeknya begini, jadi aku yang kena. Sebal!

Aku memilih untuk bersandar di dinding dekat pintu, melipat tangan selagi melihat Juna yang sepertinya sibuk mengatur berbagai benda yang ada pada drum set-nya. Sesaat Juna berdiri, berjalan ke meja yang tak jauh dari drum, menyalakan laptop dan melakukan... entahlah, aku juga nggak tahu.

Aku bertanya-tanya di tempat sampai akhirnya Juna menoleh ke arahku. "Saranin lagu, Sya."

"Hah? Lagu?"

"Buat latihan. Apa aja," katanya. "Di luar lagu Beat Up."

Aku bergumam sebentar, mencoba memikirkan jawaban yang tepat. "Coldplay deh."

"Yang mana?"

"Viva La Vida?" Aku menjawab dengan nada ragu, bingung juga apa ini jawaban yang tepat atau tidak.

Tapi, Juna nggak berkomentar. Dia hanya mengangguk pelan, kembali berkutat dengan laptop. Tak berapa lama, ada lagu yang mulai terputar dari speaker. Dengan santai dia melenggang kembali untuk duduk, tangannya yang memegang stik, seakan mengetuk udara di awal melodi yang terdengar, kemudian tangannya mulai bergerak menabuh drum.

Beat Up (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang