22: Peek-a-Boo

1.5K 344 227
                                    

-8

Bab ini disponsori oleh sakit kepala, indomie goreng aceh, dan kebucinan akibat Juki di Dynamite bikin aku ngehaluin Juna.

Bab ini disponsori oleh sakit kepala, indomie goreng aceh, dan kebucinan akibat Juki di Dynamite bikin aku ngehaluin Juna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-

"Gue naik kereta dari tadi pagi, baru banget nyampai stasiun 15 menit yang lalu. Ke sini naik taksi. Pengin balik duluan soalnya yang lain baru balik besok. Kelamaan."

Aku masih nggak paham bagaimana bisa dia mengatakan itu dengan gaya santainya seolah-olah dia hanya orang biasa, punya waktu luang banyak, dan bisa ke mana saja kapan pun dia mau.

"Lo minta izin, kan?" tanyaku.

"Udah bilang ke Pak Suma." Juna membalas tanpa mengalihkan perhatian dari televisi, sibuk menyantap Pop Mie. "Tenang aja. Gue ketemu lo bilang-bilang kok, nggak main kabur. Nanti lo cerewet."

Nggak heran kalau Juna kabur, tapi tentu saja aku nggak mau terlibat di dalamnya. Meski berlebihan kalau aku bilang mau menjaga nama baik, aku juga bukannya mau dianggap saja karyawan problematik. Membayangkan agensi Juna ribut dan menyeret-nyeret HypeMe membuatku bergidik.

"Bagus deh kalau gitu," komentarku lega. Kembali kusantap mi dari cup milikku.

"Gue ke sini bukan buat nagih omelan."

"Nggak ada yang nyuruh lo ke sini, for your information."

Juna menoleh sesaat, entah apa maksud tatapannya itu. "Makasih deh kalau gitu udah bukain pintu."

Aku nggak tahu apa persisnya yang kami lakukan. Suram banget rasanya kalau ulang tahun dirayakan hanya berdua, sudah begitu makanannya mi instan lagi. Namun Juna nggak protes, dan aku pun merasa begini saja sudah cukup. Toh bukannya aku mau buat pesta dan mengundang dia ke sini. Aku nggak minta dia muncul, tiba-tiba memelukku sambil bilang dia merindukanku.

Melihat santainya Juna di sampingku sekarang sesekali membuatku ragu. Bisa jadi malam ini otakku yang nggak beres, hanya berhalusinasi tentang kedatangannya, pelukannya, dan semua hal yang membuatku berdebar.

Tapi kalau halusinasi punya pemicu, lantas apa yang membuatku membayangkannya? Aku kan sama sekali nggak kangen. Sebal sih iya.

"Hari ini lo ngapain aja, Sya?"

"Hah? Maksudnya?"

Juna meletakkan cup kosong ke meja, menyandarkan punggung di sofa dengan tubuhnya dimiringkan ke arahku. "Hari ini kan lo ulang tahun. Nggak ada ngapain gitu? Jalan? Ditraktir teman? Atau diselamatin siapa gitu?"

"Dari dulu kan gue nggak pernah ngerayain ulang tahun," aku membalas sambil menghabiskan mi dan berdiri. Butuh air minum. "Lo mau minum juga nggak? Ada Coca Cola sih di kulkas."

Begitu Juna mengangguk, aku beranjak ke dapur, mengambil botol besar soda dan dua gelas plastik kecil dan kembali ke ruang tengah. Kuisi kedua gelas itu dan memberikan salah satunya pada Juna.

Beat Up (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang