[Random Chapters Removed - ebook available.]
Asya sebenarnya antusias untuk liputan dan wawancara eksklusif pertamanya, terlebih dia diberi kesempatan untuk meliput Beat-Up, band yang lagi naik daun dengan empat personil ganteng.
Sayangnya yang Asya...
Sampai di akhir ini, outline Beat Up aku ubah dari aslinya (for sake to avoid logic fallacy, padahal belum tentu yang ini aman). Spill dikit, dari 3 outline, di awal harusnya Asya dan Juna nggak jadian. Kalau di yang ini jadian sih, tapi... 🙈
Ini panjang seqali (buatku yang nulis), moga nggak kepeleset matanya wankawan~
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
-
"Mau yang kacang atau ketan dulu, Sya?"
Di meja sudah ada dua kotak martabak, satu botol Coca Cola, beberapa bungkus kacang atom, biskuit, saking banyaknya aku pikir Juna mau bungkus parsel.
Berbeda dengan kemarin waktu Juna menjemput tiba-tiba, hari ini kami berencana untuk jalan bareng. Sayangnya karena tiba-tiba hujan deras, destinasi paling aman adalah apartemen Juna, berhubung sebelum hujan kami memang ke sini dulu karena ponsel Juna tertinggal.
Ini mungkin kedengarannya konyol untuk diucapkan seseorang yang baru saja pacaran setelah 22 tahun menjomlo, tapi aku sama sekali nggak keberatan harus home dating—atau apalah sebutannya itu. Pada akhirnya, semua tempat sama saja, karena tujuannya bukan tamasya, tapi menghabiskan waktu dengan pacar.
Menggelikan, tapi memang begitu adanya.
Aku nggak tahu gimana persisnya orang berkencan. Kenyataannya, aku dan Juna sepakat akan satu hal: romance films are boring. Jadi ketimbang pegangan tangan sambil menyimak adegan dramatis, dari siang aku dan Juna justru marathon menonton The Umbrella Academy yang rilis awal tahun ini. Kami baru sadar sudah menghabiskan waktu sampai sore setelah camilan nyaris habis dan tinggal dua episode yang tersisa. Netflix memang alat buang-buang waktu paling ampuh, tapi asyik.
"Beat Up emang nggak ngapa-ngapain, Jun? Nggak ada kegiatan lain gitu?" tanyaku begitu kembali dari dapur untuk minum dan duduk di sampingnya.
"Harusnya senang dong pacar lo ada waktu, Sya. Jarang ketemu terus kangen baru mampus lo." Juna berdecak, tapi kemudian memiringkan tubuhnya hingga kepalanya bersandar di lengan kananku. "Gue disuruh istirahat. Ya kan ini begini juga istirahat."
Semenjak pacaran, nggak banyak hal yang berubah di antara kami, kecuali berkomunikasi jadi hal wajib, sekalipun isinya sekadar menyapa, saling mengabari lagi di mana, kemudian makan bareng. Kemarin lusa kelihatannya Juna hanya mengingau sampai bicara pakai 'aku-kamu'. Sudah kuduga.
"Konsernya hari apa memang? Minggu?" tanyaku.
"Kamis. Tepar banget kalau langsung Minggu," balas Juna sambil mengunyah kacang atom. "Lagu gue juga belum selesai."
"Lagu?"
"Iya. Final tour nanti mau bawain lagu baru. Yah, nggak baru-baru banget sih, gue aransemen ulang."
Aku nggak paham amat sih, tapi tetap memanggut. "Oh. Judulnya?"