Punten aku lupa update karena lagi ngejar proyek lain (lagi kurang sehat juga hiii). Beberapa hari nggak berkabar di wetpet. But anw, here's another chapter 💕
Kalo ada tipo ditandain aja ya, nuhun slur~-
Bantuan dari Hanandika Arasya dijual seharga tanda tangan dari Taran di atas album. Maaf, tapi es dawet, es cendol kurang, bahkan gula sekalipun kurang manis untuk jadi sogokan. Kecuali es dawet yang dijual Taran.
Ya kali kan Taran jadi tukang es dawet? Yang dibeli nanti dianya kali, bukan dawetnya.
Eh, Astagfirullah. Otakku ini mulai deh, ngali-ngali.
Tapi memang begitu faktanya. Karena album bertanda-tangan Taran, aku jadi merelakan hari minggu rebahanku untuk menemani Juna ke toko buku di jalan Merdeka. Begitu Juna menjemputku di kosan, dia langsung memberikan paperbag berisi apa yang dia janjikan, yang langsung aku taruh di kamar lebih dulu.
Aku penasaran gimana cara Juna dapatnya, mungkin dia minta album terus minta Taran tanda tangan, atau harus bayar atau gimana. Tapi aku nggak bisa tahu jawabannya, karena sebelum bertanya pun Juna sudah langsung bilang, "Nggak usah tanya gimana gue dapatinnya. Pokoknya gue udah bayar. Sekarang lo temanin gue. Udah deal."
Aku jadi curiga Juna mintanya sambil marah-marah, mukanya juga kelihatan jauh dari ramah. Tapi yah, sudahlah. Apa yang dikasih harus disyukuri.
Hari ini penampilan Juna nggak jauh berbeda dari waktu dia jemput aku di kantor tempo hari. Masih dengan kaus, jins, dan topi. Bedanya kali ini Juna mengenakan kemeja kotak-kotak berwarna biru dan merah. Dan sekali lagi, nggak ada masker dan segala macamnya.
"Setahu gue Gramed situ rame lho, Jun," aku mengingatkan begitu kami memarkirkan mobil di basement BEC. "Yakin lo mau begini?"
"Rame gitu juga kan belum tentu semua orang kenal gue. Lagian kayaknya lo khawatir banget ya ada yang kenal gue? Perhatian banget sih."
Kupaksakan senyum selebar yang kubisa, mengangkat tangan yang mengepal. "Bilang sekali lagi coba?"
"Perhatian banget—"
"Nggak usah bicara aneh-aneh sih!" Aku langsung menoyor lengan Juna, membuat Juna mundur sedikit dari kursi kemudi.
"Barbar amat sih, Sya," katanya sambil meringis.
"Yah, lagian."
"Kan lo yang nyuruh gue bilang sekali lagi."
"Kan nggak gitu maksudnya, Bambang!"
Juna merotasi matanya, melepas sabuk pengamannya. "Begini ya maksudnya cowok selalu salah?"
"Apaan sih!"
Juna hanya mendengus kecil, mencabut kunci mobilnya dan keluar. Aku ikut keluar dari mobil dan berjalan ke depan mobil, menunggu Juna yang lebih dulu mengunci mobil dan kembali mengantungi kunci.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beat Up (✓)
Chick-Lit[Random Chapters Removed - ebook available.] Asya sebenarnya antusias untuk liputan dan wawancara eksklusif pertamanya, terlebih dia diberi kesempatan untuk meliput Beat-Up, band yang lagi naik daun dengan empat personil ganteng. Sayangnya yang Asya...