Prilly [10]

525 52 35
                                    

Prilly mematung, tak disangka melihat wajah Samudra masih sama menyesakkannya seperti dulu. Ia menunduk memutuskan kontak mata, ujung matanya bisa menangkap seringaian Samudra. Ia sudah berdamai dengan lelaki itu, tapi tetap saja menyebalkan bila ia teringat tentang bagaimana Samudra menjadikannya taruhan.

"Prill," Panggil Samudra.

Prilly menoleh, meski enggan. "Apa?"

Samudra mendekat, ia menunjuk bangku kantin yang kosong. "Ngobrol, yuk." Ajaknya.

Menolak, Prilly berpikir begitu, tapi ia juga masih penasaran, ada hal yang ingin ia tanyakan sejak dulu. "Yuk." Jawabnya.

Berjalan berdampingan dengan orang yang pernah menjadi masa lalu memang tidak mudah, begitu keduanya melakukan itu langsung banyak orang memperhatikan dan bergosip. Untungnya Prilly dan Samudra sudah terbiasa, tentu itu resiko menjadi orang popular di sekolah.

Ada hal yang harus diucapkan, agar bisa dimaafkan. Samudra berpikir begitu saat melihat wajah Prilly yang baginya masih sepolos kertas. Menyakitinya dulu, membuatnya menyesal. Setidaknya, bila ia tak menjadikan Prilly sebagai taruhan, takkan ada Prilly yang mempermainkan perasaan lelaki seperti sekarang. Samudra selalu merasa, ia adalah masalah yang membuat Prilly yang semanis itu berubah. Dan jujur, itu membebaninya.

Duduk berhadapan, Prilly masih kikuk. Melihat bagaimana tingkah gadis itu didepannya, Samudra memang yakin, perasaan Prilly dulu padanya, bukan mainan seperti taruhan yang dilakukannya.

"Prill," panggil Samudra.

Prilly mendongak, dilihatnya senyuman Samudra yang biasanya hanya mengembang untuk satu nama, Calantha. "Kenapa lo bisa sakitin gue, tapi ngga Calantha?" Tanyanya.

Bom waktu itu, meledak. Pertanyaan yang sebenarnya bukan hanya mengusik tapi menyakitinya setiap kali ia memikirkannya.

"Gue ngeliat luka yang lebih besar dari luka lo, Prill. Dan saat itu, gue sadar."

Merayakan keberhasilan Samudra memutuskan Prilly hari itu, dilakukan disebuah Club malam. Seperti biasa, Samudra sudah mabuk dengan minuman yang ia teguk, badannya menari seirama music, banyak gadis yang ia jamahi tubuhnya untuk diajak berduaan, tapi kali ini pandangannya teralih pada sesosok yang tampak terlalu pasif ditempat seaktif itu.

Otaknya sudah rusak, atau memang matanya benar-benar melihat Calantha disudut keramaian. Kakinya bergerak mendekati Calantha tanpa menimbulkan kebisingan. Ia memperhatikan dari pinggir, dan ia tahu, raga gadis itu disana tapi pikirannya jauh sekali dari tempat dimana kakinya berpijak. Penasaran, Samudra mengikuti arah pandangan Calantha, ternyata yang dilihatnya adalah sesosok pria berumur dengan sesosok gadis yang tampak seumuran dengan Calantha.

"Gue gak nyangka lo suka om om." Celetuk Samudra.

Saat itu, barulah Calantha menyadari keberadaan Samudra. Ia menyeringai, diwajahnya yang tampak sendu. Alih-alih menjawab, Calantha justru mengabaikan Samudra. Gadis itu dengan percaya dirinya malah berjalan menjauhinya.

Gemini FlameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang