10. Siblings

2.7K 311 16
                                    

“Vee

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Vee...!”

Sekali lagi aku memanggil namanya, mendudukan diriku di sampingnya yang tengah merebahkan dirinya di ranjang. Vee hanya berdehem.

“Ayah dan Ibu kenapa belum pulang?” tanyaku yang mulai melirik jam dinding di kamar Vee, menunjukan pukul enam sore.

“Ini belum malam, Bitna,” sahutnya. Sepasang maniknya pun masih terus mengikuti pergerakan permainannya di ponsel.

Pun aku hanya berdehem, berlalu merebahkan diriku disampingnya—hanya untuk memperhatikannya bermain game, “Kau sedang main bersama Jeon di game?”

“Iya,” sahutnya singkat.

“Kok tumben Jeon tidak kesini?” saat aku melontarkan pertanyaan tersebut, mendadak Vee menghentikan permainannya. Berlalu ia menatapku dengan sebelah alisnya yang terangkat.

“Mau aku memintanya untuk kesini?” tanya Vee.

Menggeleng cepat, aku membuang pandanganku ke sembarang arah. “Tidak, aku kan hanya bertanya, bodoh!” hardik-ku.

Ku dengar Vee hanya mendecak, tak lama ia mengeluh, “Ah, padahal mau menang.”

“Kenapa?” tanyaku pada Vee yang terlihat mulai meletakkan ponselnya di nakas.

Vee meletakkan satu tangannya sebagai penyanggah kepalanya, lalu ia menjawab, “Jeon menghentikan permainannya.”

Pun aku hanya berdehem menanggapinya.

“Dan kau, ada apa ke kamarku?" tanya Vee lagi.

“Aku kesepian Vee,” rengekku meminta belas kasih. Lagipula aku harus meminta di temani oleh siapa? Kami hanya berdua di rumah.

Kembali Vee mendecak, "Dih, emangnya aku cowok apakah?" celotehnya random.

Ada apa sih Vee ini, minta di jitak ya?

“Aku ingin tidur dengan ibu tau.” Pun aku mengerucutkan bibirku, menatap malas ke arahnya yang tengah terbaring di samping.

Vee terkekeh renyah, “Lagi manja nih, dasar!”

Aku bergeming, berlalu menatap langit-langit kamar Vee yang didesain dengan gambar awan. Tiba-tiba sesuatu lewat dipikiranku, aku kembali membuka suara, “Vee, jika kau lulus kuliah apa kau akan ke Sidney juga membantu Kak Jey mengurus perusahaan ayah?”

“Mungkin,” jawab Vee seadanya.

Pun aku menoleh ke arahnya, menatapnya yang sedang terbaring lurus dengan mata terpejam, membuatku dapat melihat hidung mancungnya dengan jelas. “Kau tega meninggalkan adikmu satu-satunya ini sendiri?”

Ku lihat Vee membuka matanya, menoleh sejenak ke arahku, “Kan ada Ibu dan Ayah, ada Bibi Lim juga,” ujarnya.

“Ibu dan Ayah juga sibuk kerja, dan Bibi Lim tidak menginap disini Vee,” rengekku yang masih tetap mengerucutkan bibir. Semenjengkelkan apapun Vee, namun aku belum siap jika dia mengikuti jejak Kakak pertamaku.

[✔] 𝑨𝒅𝒎𝒊𝒓𝒆Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang