18. The truth

2.2K 289 35
                                    

Perasaanku benar-benar tidak karuan; ingin menangis juga emosi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perasaanku benar-benar tidak karuan; ingin menangis juga emosi. Dan aku memilih meninggalkan rumah Jeon tanpa pamit. Karena sejujurnya aku pun tidak ingin ada pertengkaran seperti ini.

“Biarkan, jangan di kejar!” suara Vee masih tertangkap runguku. Membuatku menghembuskan napas pelan dan sebisa mungkin tidak menangis.

Ingat! Aku tidak cengeng, aku hanya kesal, dan biasanya kalau terlalu kesal pun bisa menangis.

Aku terus berjalan cepat untuk sampai rumah, karena rumah Jeon dan rumahku hanya berjarak kurang dari satu kilometer. Rumah kami hanya berbeda blok saja.

Apa yang sebenarnya kelinci besar itu inginkan? Apa seperti ini yang di katakan sahabat?

Aku sudah berusaha melupakan perasaanku yang Jeon anggap salah dengan cara aku dekat dengan Kak Suga. Aku kira semua akan berjalan baik-baik saja. Namun ternyata, kelinci besar itu terus berulah.

“Bitna...!”

Langkahku terhenti, aku terdiam. Perlahan aku menoleh ke sumber suara yang teramat aku kenal. Dan benar saja, Jeon menyusulku.

Oh serius! Apa dia menginginkan pertengkaran yang berkelanjutan?

Jeon melangkahkan kakinya mendekati keberadaanku, dengan raut wajahnya yang sulit di artikan. Aku masih bergeming, menatapnya penuh tanya yang malah menghembuskan napas pelan.

Beberapa sekon kami terdiam, berhadapan dengan tatapan datar yang terpancar dariku dan Jeon. Aku lebih memilih menunggu Jeon membuka suara, hingga akhirnya cowok kelinci itu kembali menghembuskan napas, lantas berkata, “Kau tidak suka aku melakukan itu?”

Aku semakin menatapnya tidak mengerti. Pertanyaan macam apa itu? Sungguh, siapa yang suka jika seseorang tiba-tiba bertingkah seperti Jeon.

“Kenapa kau melakukannya?”

Akhirnya aku membuka suarn dan  kembali menanyakan hal itu. Hal yang sangat ingin aku ketahui sejak awal pertengkaran Kak Suga dan Jeon.

Jeon menatapku datar, ia sedikit memiringkan kepalanya, membasahi bibir bawahnya sebelum berbicara, “Aku sudah memberitahumu, 'kan?”

Akibat Jeon berkata seperti itu, membuatku mengingat beberapa hari perihal kejadian tatkala Jeon mengantarku pulang. Dan kami berbicara di mobil. Namun tetap, itu tidak bisa di jadikan alasan yang kuat.

“Kau tidak menyukainya? Aku tidak akan melakukannya lagi,” ujar Jeon kembali bersuara, masih sama dengan nada datar.

“Kau mengikutiku dan Kak Suga, Jeon?” tanyaku yang sama sekali tidak ada sangkutan dengan perkataan Jeon. Aku tidak tahu, aku harus mengatakan apa.

“Tidak.”

Ck, dasar, kelinci besar itu masih saja berbohong.

Memejam erat, aku memijat pangkal hidungku akibat pening yang datang tiba-tiba .

[✔] 𝑨𝒅𝒎𝒊𝒓𝒆Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang