EPILOG

3.2K 332 135
                                    

APA lagi yang paling mengesankan selain bersanding di pelaminan dengan sahabat sendiri?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

APA lagi yang paling mengesankan selain bersanding di pelaminan dengan sahabat sendiri?

Saling berhadapan untuk mengucap ikrar pernikahan. Hingga kedua lisan ini mengucap janji satu sama lain di hadapan keluarga dan tamu undangan yang menjadi saksi.

Seraya meminta restu kepada Tuhan untuk selalu memberkati hidup kami. Berlalu bertukar cincin di jari manis sebagai tanda bahwa kami akan saling mendampingi satu sama lain— dalam keadaan apapun.

Seperti kata kelinci tengik itu, “Sampai kita menjadi abu.

Pasti, Jeon. Pasti. Aku akan selalu bersamamu.

Ku pikir setelah pertukaran cincin berakhir, kami; mempelai pengantin akan di perbolehkan berbaur dengan keluarga. Mengingat hatiku teramat berdebar setelah acara inti pernikahan itu berlangsung.

Oh, ayolah! Jeon tampan sekali hari ini. Ya, aku mengakui hari-hari biasa pun ia memang tampan. Namun, di hari spesial ini rasanya teramat berbeda. Dan jangan lupakan! Kelinci tengik itu juga terus menatapku sejak tungkaiku melangkah menuju altar hingga berada di hadapannya.

Hingga detik ini, Jeon masih menatapku dengan netra bulatnya, pun senyum tipis menggemaskan dengan lil dimplenya. Membuatku sesekali menundukan kepala tatkala pipi ini memanas.

“Cium! Cium! Cium!”

“Cium, Jeon! Ayo durasi, nih!”

“Cepat, Jeon! Bitna sudah tidak sabar tuh!”

“Kau saja, Na, yang cium duluan!”

Shit!

Mendengar teriakan laknat yang sangat familiar itu membuatku lekas menoleh, menatap horor ke arah tamu undangan. Di mana sudah terdapat Vee, Kak Jimmy, Kak Jey, Kak Jyno hingga Yera pun ada di sana.

Berlalu aku kembali menatap Jeon, yang ternyata tengah menatap teman-teman tengiknya itu sambil terkekeh samar.

Lantas aku terkejut, karena Jeon kembali mengalihkan pandangannya ke arahku. Seraya memberi isyarat untuk mengabulkan apa yang mereka suarakan.

Pun aku menelan salivaku gugup, tepat di saat Jeon mengikis jarak kami. Tangannya meraih pinggulku, perlahan mempertemukan bibir kami. Tidak ada pergerakan yang menuntut. Jeon melakukannya teramat apik, membuatku memejamkan pelupuk mata ini tatkala gerakan belah bibir Jeon semakin melembut.

“Oh, yeah! You deserve it, Jeon!”

Tepat di saat sorakan Kak Jimmy mengudara, aku melepaskan pagutan itu. Teramat kikuk akibat suaranya yang terdengar nyeleneh. Namun tetap, Jeon masih enggan merenggangkan rangkulannya di pinggulku.

“Jimmy tidak tau, kalau aku sudah mendapatkannya sejak kecil,” Jeon berbisik pelan. Irasnya tepat di hadapan wajahku, membuatku dapat merasakab helaan napasnya.

[✔] 𝑨𝒅𝒎𝒊𝒓𝒆Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang