Telat 2 hari dari perkiraan.
Maaf y.....Hari ini Dion sengaja bangun lebih pagi. Bahkan sangat pagi hanya agar ia bertemu dg Ayahnya. Ia ingin membicarakan pasal Galang.
Setelah menunggu 30 menit, akhirnya Sang Ayah turun dari lantai atas dg jas mewahnya.
"Ayah."
"Ia Dion ada apa?" Riharja yg nampak sangat terburu-buru merapikan jasnya bertanya tanpa melirik Dion.
"Eh kamu disini? Galang udah pulang?"
"Iya."
"Tadi katanya mau ada yg diomongin. Mau ngomong apa?"
Diam. Dion bingung harus memulainya dari mana.
"Dion kalau ada yg mau kamu sampein ke Ayah bilang sekarang! Ayah harus buru-buru."
"Yah, Dion mau bilang kalo___"
Drrttttt....
Drrttttt....
Ucapan Dion terputus karena dering telfon dari ponsel Ayahnya.
"Hello?"
"…."
"Yes Sir, i'm sorry! I'm going now!"
"...."
"Sorry."
"Maaf Dion Ayah lagi buru-buru. Kita ngobrol nanti malem ya?" Riharja menepuk sebentar bahu Dion dan melenggang pergi dari rumahnya. Meninggalkan Dion dg sejuta perasaan yg mewakilinya saat ini.
"Lo liat, Lang. Seberapa nggak perdulinya Ayah sama lo dan lo masih takut dia khawatir?" monolog Dion menatap kosong pada pintu utama dg tatapan tajamnya.
.
.Pukul 06.30
.
.Remaja laki-laki yg sudah rapih dg balutan kain sekolahnya turun menginjakkan kaki jenjangnya diantara lantai dingin rumahnya.
"Pagi, Bang?" Ucapnya sembari duduk diantara kursi kosong.
"tumben nyapa. Udah nggak marah?"
"Emang gue marah?" Dion memilih diam. Akan sangat panjang jika ia terus menjawab perkataan Galang. Adiknya memang tidak pernah ingin kalah dalam berdebat.
"Lo mau berangkat sekolah? Emang udah sembuh?"
"Elah timbang demam doang. Jan lebay! Kaya Adib aja lo." cueknya menyantap makanan didepannya. Inilah yg membuat Dion gemas dgnya. Saking gemasnya, ingin sekali rasanya ia ikat mulut Galang di tiang bendera. Sangat menggemaskan bukan?
Selesai dg makanannya, Galang ingin beranjak dari duduknya sebelum Dion berhasil menghentikan niatnya, "Jangan lupain obat lo! Gue nggak bisa nganter sekarang."
"Iya..."
"Oh ya, nanti langsung pulang aja, jangan les!"
Galang sudah ingin mengajukan suaranya tapi ditangkis Dion "jangan bantah dan jangan banyak nanya!" dan Galang hanya bisa menghela napas dan mengangguk pasrah.
.
.
.
.
.Di koridor sekolah, Adib berjalan menuju kelas dg sedikit lesu entah karena apa. Samuel, salah satu teman Adib yg lumayan dekat dg nya memanggil namanya.
Mereka berjalan dg tangan Samuel yg merangkul cantik di pundak Adib.
"Gimana keadaan Galang? Udah baikan?"
"Gue harap sih. Kemaren parah banget soalnya."
"Eh beneran lo???" Adib menghela napas dan mengangguk, melanjutkan perjalanan mereka. Sampai mereka berhenti dg langkahnya saat mendapati Galang yg tengah duduk rapih dikursinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Restraint
AcakHarta adalah salah satu penyebab munculnya perselisihan. Begitupun apa yang terjadi pada keluarga ini. Banyak masalah yang terjadi didalamnya, namun hanya satu penyebabnya. *Cerita ini hanya fiktif belaka, jika terjadi persamaan tokoh dan lainya moh...