22

130 8 2
                                    

Halloooowww i'm back

Maaf dan makasih banget yg udah bersabar diri masih mau nungguin cerita tergak jelas ini.

Awalnya udah nething bgt aku gak bisa lanjutin, tiap mau bikin chapt tuh pasti udh mumet duluan karena jujur aku pribadi kalo bikin cerita ini tuh ngalir aja gitu gak ada ancang²(?) jadi suka stop ditengah jalan🥲

Maaf ya guys😭

♠︎
♠︎
♠︎
♠︎

"Tadi bang Dion nggak jemput."

Dion yang sedang menuang minumannya di dapur, langsung berlari menghampiri Galang yang tengah menghubungi ayahnya lewat video call.

Tangannya dengan cepat meraih dan mematikan telefon.

Bahaya sekali adiknya ini.

"Apa sih?!"

"Udah gede juga, ember banget mulutnya. Seneng banget emang kalo abang dimarahin?"

"Serah gue lah! Udah sana lo! Ganggu aja, heran."

"Udah malem, Lang, tidur besok sekolah."

Ouwh, sepertinya Dion masih takut adiknya mengadu.

"Lo kira gue anak SD, jam segini suruh tidur?!"

"Yaudah, jangan cepu ke ayah tapi! Lo mau emang, dikasih paspampres lagi?"

Galang menatapnya malas, "Gak ada kata yang lebih keren apa, dari paspampres? Dipikir gue anak presiden kali."

"Presiden juga gue sleding kalo berani sama lo."

"Gak baper gue, bang."

Setelah itu Galang beranjak pergi meninggalkan sosok tinggi besar Dion yang masih berdiri disana.

Sepertinya akan sulit untuk Galang memaafkan Dion soal keterlambatannya.

▪️▪️▪️

Disisi lain, anak semata wayang Riana dan Henry ini sedang berpikir keras untuk mengambil keputusan.

Rahasia antara orang tua itu selalu menjadi fokusnya akhir-akhir ini. Bahkan sampai saat ini Adib masih sedikit kesal dengan ayahnya, entah kenapa. Mungkin ia merasakan posisi Galang yang merasa dibohongi, bahkan mengenai ibunya.

Adib belum bercerita dengan Galang, ia pun masih mempertimbangkan keputusannya. Haruskah memberi tahu temannya? Atau meminta kejelasan pada Henry tentang apa yang ia dengar?

Tok
Tok
Tok

Adib menoleh saat pintu kamarnya berbunyi. Tidak lama, muncul Riana dengan senyum ramahnya.

"Lagi apa anak Mama?"

"Gak lagi ngapa-ngapain, kenapa, Ma?"

Bangkit dari posisi berbaringnya, mata Adib tak lepas dari sosok Riana yang duduk di tepi kasur.

"Nggak papa, mama pengen ngobrol aja sama kamu." Senyum Riana, "gimana tadi di sekolah?"

Adib terdiam sebentar

Apakah mamanya juga tau rahasia Riharja? Haruskah ia pancing mamanya untuk bercerita?

"Gak ada yang seru, Ma. Kaya biasa aja gitu."

"Oh ya? Mama kira ada sesuatu yang bisa kamu ceritain ke Mama. Kamu tuh gak kaya biasanya tau, Mama khawatir ada masalah di sekolah. Biasanya juga kamu cerita ke Mama, ini tumben banget gak cerita sampe Papa juga kamu cuekin."

Riana sadar, mungkin Adib sudah mengerti, terkadang ada beberapa hal yang tidak bisa diceritakan oleh siapapun. Riana pun tidak akan memaksa jika sudah begitu. Tapi jika sampai mendiamkan keluarganya seperti ini, Riana tidak bisa tinggal diam.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The RestraintTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang