4

1K 86 0
                                    

Seperti biasa, hanya ada Galang dan Dion di meja makan. Tidak ada percakapan diantara mereka, melainkan suara dentingan sendok dan piring yg meramaikan kesunyian. Sampai akhirnya, Dion memulai percakapan.

"Dek, hari lo gue anter ya?"

"Nggak perlu, gue bisa jalan sendiri." Ucap Galang tanpa berpaling dari makanannya.

"Gue sekalian mau ngomong sama lo."

"Ngomong aja disini."

"Lo marah sama gue?"

"Nggak."

"Gue lagi berusaha jadi Kakak yg baik buat lo, Lang!"

"Lo disini aja udah baik buat gue."

"Gue pergi dulu." Lanjut Galang dan ia segera melenggang dari sana.

"Lang!"

.
.
.
.
.

Dikoridor seklolah, Adib lihat Galang yg sedang berjalan santai di depannya. Sontak saja tanpa pikir panjang ia lari dan langsung merangkul sahabat karibnya itu.

"Woy!" Sapa Adib

"Paan sih lo?!" Dg sedikit bentakan, Galang melepas rangkulan Adib dan jalan mendahuluinya. Tapi bukan Adib namanya kalau baperan, ia kembali menyesuaikan langkahnya dg Galang.

"Napa sih lo sensi gitu? Pms?"

"Penting lo tau?"

"Wahh kumat nih anak. Lang, lo kenapa sih?!" Adib berusaha menyesuaikan langkah Galang, meminta penjelasan.

"…"

"Zam, bisa tuker tempat nggak?" Tanya Galang pada Azam yg duduk di bangku paling depan. Azam hanya mengangguk dan melenggang dari tempat duduknya, walaupun ia juga bertanya-tanya kenapa Galang tiba-tiba ingin duduk di bangkunya.

Sontak Adib yg melihat itu pun langsung berkomentar "Lang kok lo pindah sih?! Lo marah sama gue?"

"Lang kalo gue ada salah, lo bilang! jan kayak gini napa?! Kayak Cewek tau nggak lo?!"

Galang mendongakkan kepalanya menghadap Adib.

"Sorry." Hanya itu. Setelah itu, iya kembali dg buku yg ia keluarkan.

"Lo ada masalah? Lo bisa cerita ke gue."

"Nggak perlu."

"Lo anggep gue apa sih?" Dan sedetik itu, Galang berhenti dari kegiatannya.

"Lo itu udah gue anggep keluarga sendiri, bahkan nyokap bokap gue juga. Dari kecil kita udah temenan Lang, bahkan dari jaman orang tua kita dulu. Tapi kenapa lo masih anggep gue orang asing?"

"Nggak usah lebay, bisa?" Galang natap Adib dg wajah datarnya.

"Gue serius anjir! Aish... asal lo dari mana sih?! Nggak bisa apa bedain mana yg serius, mana yg enggak?! Katanya pinter, tapi gini aja lo nggak ngerti!"

"Jangan alay, duduk lo sana! Ganggu." Adib yg berdiri di depan Galang melongo tidak percaya. Rasanya ingin sekali ia menjitaki kepala Galang, tapi ia juga harus berpikir dua kali untuk melakukan itu.

Akhirnya dg setengah hati, Adib berlalu menuju bangkunya yg ada di belakang.

"Berantem lo berdua?" Tanya Azam

"hm!" Jawab Adib ketus.

"Napa?"

"Selingkuh!"

"Ha????… Stres."

.
.
.
.
.

Galang yg sedang berjalan dg Adib di kejutkan dg kemunculan mobil yg ia kenali di depan gerbang sekolahnya.

"Lang? Itu bukannya mobil Ayah lo ya?" Tidak menjawab, Galang hampiri Ayahnya yg diikuti Adib disampingnya.

Tau ada Galang, Ayah Galang pun membuka kaca pintu kemudi.

"Sore Om?" Sapa Adib ramah dan dibalas anggukan Dari Ayah Galang.

"Ayah ngapain disini?"

"Jemput kamu. Udah naik! Adib mau sekalian Om anter?" Jelas Ayahnya berbeda dari biasanya. Galang tidak tau apa maksud dari Ayahnya menjemputnya, ia hanya membiarkan Ayahnya bersikap semaunya.

"Oh nggak usah Om! Adib ada janji sama temen, bawa motor juga." Tolak Adib halus.

"Oh ya sudah kalo gitu. Galang, ayo?"

"Dib, gue duluan."

"Yo, ati-ati!"

"Adib, Om duluan ya?"

"Iya Om!"



Suasana di dalam mobil setelah mereka meninggalkan lingkungan sekolah sangatlah canggung.

"Ayah kenapa tadi ke sekolah?" Tanya Galang memecah keheningan.

"Ayah udah bilang ke kamu, Ayah bakal awasin kamu."

"Ayah nggak percaya sama Galang?"

"Kamu yg udah buat Ayah nggak percaya." Galang hanya diam tanpa menjawab. Baginya, ini adalah skatmat atas pertanyaannya sendiri.

Ia melihat keluar kaca mobil dan menyadari satu hal.

"Yah, kita mau kemana?" Tanya Galang sedikit panik.

"Ke tempat les."

"Tapi bukan ke arah sini."

"Ayah tau. Ayah pindahin kamu ke tempat yg lebih baik dari yg sebelumnya."

"Yah, ini jauh dari sekolah. Nanti Galang gimana berangkatnya???"

"Mulai besok kamu dianter jemput sama supir."

"Tapi, Yah__"

"Udah diam! Kamu tinggal turuti apa kata Ayah!"


***


"Tolong berikan yg terbaik untuk anak saya! Saya tidak ingin dia kalah dg siswa lain!"

"Tenang Tn. Riharja, kami akan pastikan anak anda mendapatkan tempat yg terbaik. Jika sampai gagal, maka kami siap menerima konsekuensinya Tuan."

"Baiklah kalau begitu, saya pamit." Setelah mendapat anggukan dari manager tempat les, Ayah Galang berjalan kearah Putranya yg sedang duduk di kursi tunggu.

"Kamu bisa mulai ikut les sekarang! Nanti Ayah jemput jam 9."

"Yah, apa nggak kemaleman?"

"Enggak. Kelas mulai jam 5 sampe jam 9. Jangan berani macem-macem disini, ngerti?" Galang mengangguk lesu. Percuma jika ia berontak, Ayahnya pasti akan semakin mengekangnya.

Entah apa yg akan mereka pelajari sampai bisa menghabiskan waktu 4 jam hanya untuk les, Galang hanya bisa pasrah.





TBC

The RestraintTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang