'Gagal' tulah kesimpulannya. Galang kira dari sejak pertama kali mendapatkan teror, hidupnya akan mulai tak tenang dengan sesuatu yang aneh yang dialaminya. Dan Galang pun sudah membanteng diri agar tak terkejut kala mendapatkan hal semacam itu. Lagipun, bukankah semakin mudah Galang mencari dalangnya jika sosok itu melancarkan aksinya bukan? Akan tetapi semua persiapannya runtuh, digantikan dengan rasa penasaran akan apa yang sebenarnya terjadi. Karena selama 3 hari ini, ia tak mendapat pergerakan apapun. Apa kejadian itu hanya sebuah gurauan semata? Jika iya, bukankah itu terlalu berlebihan? Atau orang itu hanya salah sasaran?
"Udahlah, nggak usah dipikirin! Muka lo udah pucet gitu, malah drop ntar!" ucap Adib yang mulai khawatir dengan warna rona di wajah Galang yang sudah pucat pasi.
"Lupain aja kalo yang kayak gitu! Orang gabut gitu lo pikirin." tambah Samuel.
"Tapi bukannya berlebihan, ya, kalo dibilang 'iseng'?" sahut Amber kurang setuju, "menurut gue emang Galang harus waspada. Kita semua nggak tau, bisa jadi tiba-tiba lebih parah?"
"Ya, jangan dianggap remeh aja sih, saran gue." lanjutnya.
"Mber bisa nggak lo jangan ngomong kayak gitu?" kesal Adib yang tak terima. Kenapa teman perempuannya ini sangat tidak peka?!
"'kayak gitu' gimana sih? Kan gue cuma ngasih saran aja. Gue minta, Galang waspada."
"Gue tau lo ngasih saran, tapi kalo omongan lo gitu, sama aja lo bikin Galang tambah nggak tenang!"
"Lah, masa gue harus bohong?"
"Ya nggak gitu juga pengucapan lo!"
"Kok lo nyolot sih, Dib?!"
"Udah! Bisa diem? Ini masalah gue, jadi kalian nggak usah repot-repot berantem kayak gini!" lerai Galang, lantas ia beranjak meninggalkan teman-temannya menuju kelas--tentu dengan pengawalan.
"Mending lo renungin lagi deh omongan lo, tadi!" Adib menatap Amber semakin tak suka dan ikut beranjak menyusul Galang. Ia tahu Galang membutuhkannya.
"Salah gue di mana coba? Gue kan cuma ngingetin biar nggak anggep remeh masalah ini!"
"Iya, Mber, iya. Adib emang suka gitu, lagi dateng tamu bulanan biasanya." sahut Mark.
●●●
"Tuan Muda, tidak apa-apa?" tanya bodyguard kala meihat anak majikannya yang ia jaga hanya terdiam disepanjang perjalanan menuju rumah.
"Tuan Muda masih sakit? Butuh ke dokter?" tanyanya sekali lagi. Ia mulai khawatir karena tak mendapat tanggapan. Apalagi dengan kondisi majikannya yang tak bisa dibilang baik itu. Wajahnya masih terlihat pucat tanpa rona sedikitpun, membuat sang bodyguard risau bukan main.
"Nggak usah, saya udah nggak papa. Pak, Ayah masih di kantor?"
"Spertinya masih. Tuan Muda ingin ke sana?"
"Enggak, langsung ke rumah aja."
Sesampainya Galang di rumah, dirinya lekas menuju tempat peristirahatannya tanpa memperdulikan sang kakak yang sudah berteriak memanggil namanya dari ruang tamu. Tatapannya masih kosong, pikirannya pun melayang pada kejadian tadi siang. Dimana ia mendapatkan anjing mati di atas mejanya saat jam makan siang. Sontak kejadian itu tak hanya membuat heboh satu kelas bahkan satu sekolah, tetapi juga berhasil membuat jantungnya tak terkontrol. Alhasil, ia harus kehilangan 3 jam terakhirnya memasuki kelas dan berakhir di UKS.
Direbahkannya tubuh lelah tersebut pada ranjang empuk miliknya. Satu tangannya terangkat menyentuh dada. Menutup mata serta merasakan detakan yang sempat menyakitinya. Apa orang itu memang berniat ingin membunuhnya? Tapi mengapa? Ia tak tahu apa-apa, mengapa pula ia yang menjadi incarannya?

KAMU SEDANG MEMBACA
The Restraint
RandomHarta adalah salah satu penyebab munculnya perselisihan. Begitupun apa yang terjadi pada keluarga ini. Banyak masalah yang terjadi didalamnya, namun hanya satu penyebabnya. *Cerita ini hanya fiktif belaka, jika terjadi persamaan tokoh dan lainya moh...