#Ima plot
Aku sudah duduk di kursi taman sejak sejam yang lalu. Aku melirik jam tanganku lagi, semakin emosi karena aku tidak salah mengira. Sekarang sudah jam 07.30 padahal janji temunya setengah jam yang lalu.
Kenapa dosen selalu bebas untuk telat? Begitu otakku yang belum dapat asupan ngedumel sendirian. Bibirku moncong dan jika disamakan dengan tikus pastilah hampir sama. Aku sudah berjanji, kalau sampai 15 dia tidak datang maka aku akan pergi dari taman.
Entahlah, aku sudah sangat geram menahan antara marah dan lapar. Untuk siapa aku pagi pagi duduk sendirian di taman tanpa sarapan dulu. Demi apa kalau bukan demi pak fandy. Ah maksudnya demi KTI."Imanda"
Jam 07.40 menit, pak fandy berlari dengan membawa tas menuju ke arahku. Entah kenapa segala omelan yang sudah ku siapkan untuk menyiram pak fandy kabur begitu saja. Aku malah memperbaiki duduk dan memasang muka polos. Sebenarnya ada apa denganku?
"Maaf ya ma, saya telat 40 menit dari jadwal janjian. Saya bangun kesiangan maaf ya ma sekali lagi"
'bodo amat! Asal lo tau, gue disini nunggu udah 70 menit belum sarapan, duduk sendirian di taman tanpa kepastian kayak orang kurang kerjaan. Enak banget ya lo datang telat terus cuma minta maaf begitu doang. Huaaaaah'
"Iya pak nggak apa apa kok"
Aduuuh, bego sekali diriku ini. Kenapa uang keluar malah ucapan memaafkan bukannya memaki. Ingat imanda, perjuanganmu yang belum sarapan, menunggu lebih dari sejam demi apa? Maki saja dia.
"Kamu nggak marah kan?"
Pake nanya nggak marah lagi. Bego banget sih dokter ini. Sebenernya dia kemana sih waktu tes psikologi? Sampe nggak bisa membaca raut muka dan bahasa tubuh gini. Setidaknya walau bukan dokter psikiater tapi dia juga harus memahami hal sederhana seperti itu kan untuk berinteraksi Dengan orang lain.
"Hei, kok malah melamun sih!"
Kruuuuuk krrruuuk. Sebuah suara memberi isyarat bahwa aku benar benar sudah dalam taraf lapar yang tak bisa di toleransi. Dan apesnya suara itu sampai di telinga pak fandy.
"Aduh, maaf ya ma kamu pasti belum sarapan. Emm, kamu makan dulu ya. Nih, saya bawa bekal dari rumah buat kamu"
Pak fandy menyerahkan sebuah kotak makan yang isinya seperti menggiurkan lidahku. Tapi mukaku yang sudah memerah seperti udang rebus akan lebih berantakan kalau sampai menerima kotak itu.
"E enggak usah pak makasih. Saya pergi dulu"
"Loh loh, ma tunggu tunggu"
Aku mencoba kabur dari pak fandy karena sudah sangat malu. Aku lari tunggang langgang seperti di kejar debt kolektor dan sayangnya pak fandy terus juga mengejarku tanpa mau berhenti. Alhasil aku lah yang memilih berhenti karena sudah lemas sekali. Keringat dingin mengucuri tubuhku dan sesaat kemudian semuanya terlihat gelap.
_________
"Syukurlah kamu sudah sadar, saya takut banget kalo kamu nggak segera sadar"
Ketika aku bangun, aku sudah berada di sebuah ruangan, terbaring di atas ranjang layaknya rumah sakit. Tapi aku tidak yakin jika aku ada di rumah sakit karena ruangannya tidak terlalu luas. Pak fandy duduk di kursi sebelah ranjangku, tangannya membelai lembut kepalaku. Ah, aku jadi merasa nyaman dengan kondisi saat ini.
"Saya dimana pak?"
"Kamu di klinik, tadi kamu pingsan habis kejar kejaran sama saya. Nah, mumpung sekarang kamu sudah bangun kamu makan ya. Saya takut kamu tambah sakit."
Pak fandy membantuku untuk duduk, dan dia menyerahkan kotak makannya yang sudah terbuka. Terlihat disana sushi menjadi sasaran mataku. Aku jadi ingat biasanya ayah selalu membawakanku bekal semacam ini ketika sekolah sd. Karena ibu yang tidak sempat menyiapkan segala keperluanku, ayah selalu membantu dengan merawatku.
KAMU SEDANG MEMBACA
dokter tampan
RomanceNovela - rampung Jangan beri obat yang langsung sembuh, nanti aku tidak sering bertemu dengan kamu lagi