#Ima plot
Karena tidak ada jam masuk pagi aku berangkat siang bersama dengan zaura. Sudah sejak hari sabtu kemarin aku tidak mengaktifkan hpku untuk menghindari pak fandy. Jam 6 biasanya aku berangkat sekaligus sarapan dengannya hari ini aku dan zaura jalan jalan ke pasar sambil mencari sarapan. Kami makan nasi pecel, dan sialnya warung yang sama dimana aku sering sarapan disini bersama pak fandy.
"Mas dosennya kemana neng?" Tanya penjual pecel jakarta padaku.
Zaura dan aku hanya tersenyum.
"Dia itu orang baik loh neng, kalo neng tahu, warung emak ini yang bikin bapaknya" kalimat si penjual pecel membuatku tiba tiba ingat mimpi semalam.
Dokter ardana sahabat masa kecil ayah mengenalkan pak fandy padaku sebagai anaknya, pak fandy sendiri adalah sahabat baik kakak yang barusaja mengkhianati kakak. Meski aku tidak yakin dia mengkhianati kakak dengan menjalin hubungan bersama kak zeni tapi minimal dia sudah mengecewakan hati kak sadi yang artinya dia juga punya masalah lain denganku. Baiknya aku yang tidak menganggap masalah kak sadi sebagai masalahku juga akibat tertipu perangai manisnya di depanku.
"Ma, lo kenapa?" Zaura menyenggol tanganku.
"Enggak, cuma inget ayah aja" jawabku asal
Kami melanjutkan belanja di dalam pasar. Membeli beberapa keinginan bukan kebutuhan karena kebutuhan masih full dan belum waktunya menambah stok.
Setelah lelah berbelanja kami pun pulang. Rumah sudah kosong dan nindi meninggalkan surat di kulkas yang mengatakan mereka ada di mall sambil menunggu jam masuk bersama anggi dan vasya. Aku sudah tidak kaget karena mereka berempat memang satu grup kalau soal belanja, makan, nonton, dan senang senang yang lainnya pastilah mereka berempat selalu bersama.
_______
Setelah selesai siap siap, aku berangkat bersama zaura dengan naik angkot.
"Kamu udah siap ma?" Tanya zaura di depan ruang rapat
Ruang ini adalah tempat janjian awal aku melakukan sesi presentasi pada pak fandy. Zaura mensuportku dan menunggu di luar.
"Makasih za" kataku sambil menarik nafas panjang dan menghembuskannya cepat.
Aku membuka perlahan pintu ruangan, disana sudah duduk pak fandy dan ternyata ada bu may. Baiklah aku tidak boleh grogi. Kalaupun pak fandy tidak memberi tahu dulu jika akan ada bu may anggap saja itu hanya kejutan untukku. Tantangan baru yang harus aku hadapi.
Di sinilah aku baru merasakan sulitnya bersikap profesional didepan pak fandy sebagai penguji tes ku sedangkan antara kami berdua sama sama tahu kalau ada masalah serius.
Tapi dia tidak nampak sesulit aku menyembunyikan hal itu. Mungkin dia sudah terbiasa berbohong. Dengan santai dan lihai dia memberiku beberapa pertanyaan layaknya seorang dosen pada mahasiswanya. Bu may juga tidak menaruh gelagat benci padaku. Aku salut dengan mereka berdua yang bisa menjadi orang besar dengan mengesampingkan masalah pribadi.
Tak lama aku melakukan presentasi karena memang titik permasalahan yang diangkat singkat dan sudah umum. Pembahasannya juga tidak sedetail skripsi sehingga presentasi ku hanya untuk penutup tugas KTI.
Sekitar 1 jam kemudian aku keluar dari ruangan melihat zaura masih setia menunggu dengan duduk di kursi yang tersedia di depan ruangan.
"Za, KTI gue di terima" kataku sambil berjingkrak-jingkrak.
Aku dan zaura segera berpelukan untuk mengungkapkan kebahagiaan.
"Pak fandy tadi gimana ma?" Tanya zaura tiba tiba
"Dia profesional banget. Kayak dosen yang sekedar kenal aku sebagai mahasiswanya za. Di dalam juga ada by May, jadinya aku mudah menyesuaikan diri" jelasku
"Bagus deh kalau gitu"
Kami berjalan ke arah kelas ketika sebuah suara melayang menampar telingaku dengan kasar.
"Itu tuh yang namanya imanda anak kedokteran 1, dia itu bukan cewek baik baik yang nggak punya malu ngedeketin dosen sendiri."
Aku segera mencari pemilik suara. Namanya feen, salah satu pemegang akun gosip kampus. Dia yang baru saja mencemoohku dengan lantang membuat setiap pasang mata memandangku dan zaura dengan tajam.
Dugaan zaura tidak salah lagi. Di tempat ini lah menjadi saksi kami di permalukan mentah mentah dengan gosip yang dibuat pak fandy. Aku semakin marah padanya. Zaura segera ku tarik untuk meninggalkan tempat keramaian dan masuk ke kelas masing masing.
"Lo pacaran sama pak fandy ya?"
"Lo jadi pacarnya si fandy itu ya?"
"Kok lo mau jadi ceweknya dosen ganjen begitu sih!"
"Lo serius pacaran sama dia?"Beberapa teman lelakiku satu kelas pun ikut menimbrung gosip padaku. Beberapa yang lainnya pasang kuping baik baik untuk mendengar komentarku. Aku hanya diam. Karena sepatah pun kata kataku yang keluar akan menjadi tambahan gosip bagiku.
Apa yang aku lakukan sekarang? Aku mrngaktifkan hpku dan membiarkannya sejenak karena notifikasi membuatnya bergetar tak karuan. Sekitar 100 lebih pesan masuk dan beberapa telfon tidak penting sekali dari pak fandy. Sebuah telfon juga dari kak sadi. Setelah berhenti bergetar, aku meraihnya dan membuka kotak pesan pada pak fandy. Tanpa membalas puluhan pesan yang dia kirim aku mengetik 'saya mau ketemu jam istirahat pertama di dekat pohon akasia merindu'. Pesanku langsung di lihatnya, tapi dia tidak membalas. Sombong sekali sih dia! Batinku.
_______
Aku ternyata yang terlambat karena pak fandy sudah berdiri di dekat pohon sendirian.
"Saya mau ngomong penting, to the point aja. Saya sangat sangat keberatan dengan kata kata bapak yang mengakui saya sebagai pacar bapak" kataku sudah mengubah cara bicaraku.
"Maksud kamu?" Tanyanya sok nggak ngerti.
"Saya mau bapak bersikap sopan karena saya masih menghormati bapak sebagai dosen pengganti bu may. Tolong cabut berita soal hubungan kita! Sekali lagi saya mau memutuskan hubungan apapun dengan bapak karena saya tidak mau mendapat fitnah dari siapapun. Pak asal bapak tahu! Gara gara berita pacaran kita, saya di hujat sama anak anak kampus pak. Saya yang ngerasain. Saya nggak tahu ya kenapa bapak bisa tiba tiba ngedeketin saya. Bapak mau apa sih dari saya?!"
Aku benar benar meluapkan segala emosi pada pak fandy. Dia hanya diam seribu bahasa sampai aku bicara kemana mana.
"Saya minta maaf kalau sikap saya membebani kamu. Saya akan cabut berita itu. Saya pastikan besok kamu tidak akan di hujat lagi 24 jam dari sekarang" begitulah dia berjanji.
Tanpa peduli dia aku pergi meninggalkannya begitu saja. Meski tiba tiba aku mendengar ia menangis aku tidak berbalik untuk sekedar melihatnya.
Sungguh meski aku merasa puas sudah mengungkapkan semua perasaanku aku merasa sangat gelisah. Aku tidak enak karena selama aku mengomel padanya dia hanya diam seribu bahasa tanpa menyahut apapun. Setelah meminta maaf aku pun mendengarnya menangis meski aku tak yakin dia serapuh itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
dokter tampan
RomanceNovela - rampung Jangan beri obat yang langsung sembuh, nanti aku tidak sering bertemu dengan kamu lagi