VII

1.9K 74 0
                                    

#Ima plot

Aku baru saja bertemu dengan mas fandy saat istirahat jam pertama setelah kelasku kembali melakukan kerusuhan dengan menghilangkan lembar soal bu sella sebanyak 8 lembar yang asli. Apalagi hukumannya kalau bukan aku di push up. Sungguh gila bu sella menghukum push up untuk kesalahan menghilangkan lembar soal. Aku yang baru saja lepas dari sakit dan mendapat hukuman 50 kali hanya mampu melakukan sebanyak 40 kali dan kemudian aku pingsan dengan wajah memerah dan kaki tangan yang dingin.

Beberapa teman lelakiku mengangkat tubuhku ke UKS dan setelah itu aku tidak mendengar apa apa lagi. Aku merasa sebuah jarum suntik menusuk kulit tanganku. Aku masih tergolek lemah di sebuah ranjang darurat yang biasa ada di uks. Untuk 2 kalinya dalam sejarah aku masuk lagi ke ruangan ini. Padahal sesakit apapun aku tidak pernah mau tinggal beristirahat disini. Dan karena hal yang sama aku harus kembali ke sini. Ada apa denganku? Kenapa imunku lemah sekali!

Aku duduk di kantin kampus sambil makan bubur dengan mas fandy. Dia terlihat cemas sekali menatapku. Aku tau kenapa begitu. Berulang kali dia menanyakan keadaanku. Sesekali aku mengerang kesakitan karena bekas jarum suntik atau kepala pusing dia pasti kelabakan dan segera mendekatiku. Namun hal itu malah membuatku jadi canggung karena sikapnya yang terlalu memperhatikanku.

"Aku udah marahin bu sella karena dia ngehukum kamu berlebihan. Mulai saat ini aku bakal antar jemput kamu langsung dari rumah!"

Aku melotot. Pelototan untuk kalimat keduanya yang seakan memberi perintah yang tak bisa di bantah. Aku bergeleng se kencang kencangnya sambil memajukan bibir. Eits tapi bukan minta di cium loh.

"Jangan dong mas. Nggak usah pliss aku bisa kok sendiri"

Aku meyakinkan mas fandy agar dia menggagalkan niat gilanya itu. Jangan sampai anak kontrakan tau hubunganku dengan mas fandy.

"Loh ma? Kok sama mas fandy?"

Aduh mampus. Hasbi, sahabat baik zaura memergokiku duduk di kantin dengan mas fandy. Bisa bisa aku jadi pecel waktu sampai di rumah nanti.

"Iya kenapa? Dia pacar saya lo. Inget cewek namanya manda yang saya kejar kejar kan, saya pernah cerita sama kamu. Ya itu imanda" saut mas fandy

"Hah?! Kok bisa mas?" Kata hasbi

"Iya bisa lah"

Aku hanya menunduk tak berani lagi mengangkat muka menatap mereka berdua apalagi membalas menyapa.

Setelah Hasbi berlalu, barulah aku berani mengangkat mukaku perlahan-lahan meski masih tidak berani memandang mas fandy. Aku hanya terpaku menatap bubur ayam di mangkukku.

Setelah makan mas fandy mengantarku kembali ke kelas dan duduk di kursi depan kelas. Sebenarnya aku ini siapa sih?! Kenapa diperlakukan seperti anak tk begini yang harus di tunggui tepat di depan kelasnya! Aku kan tidak akan menangis hanya karena pensilku di pinjam teman! Kenapa sih mas fandy itu sebenarnya! Khawatir sih boleh tapi aku risih dan malu kan jadinya. Belum lagi kalau kabar pacaran tadi viral dan membuat zaura tau. Terus kalau dia tau mas fandy menunggui di depan kelasku pastilah dia curiga.

Aku tak bisa berkutik mengusirnya karena aku masih menghormatinya sebagai dokter dan dosenku. Meskipun sebentar lagi KTI ku selesai dan harusnya sudah tidak ada lagi masalah di antara kita karena setelah aku maju presentasi hari senin besok maka urusan KTI yang membelit aku dan dia selesai. Tunggu! Selesai? SELESAI? lantas, aku tidak lagi punya alasan bertemu dengannya? Bahkan dia tak akan lagi mengantar jemputku setiap hari, karena alasannya mengantar jemputku adalah untuk menjaga kesehatanku sejak aku pingsan gara gara belum sarapan waktu itu karena dia tidak mau aku meninggalkan tugas T
KTI dengan alasan sering sakit sakittan.

Ah kenapa aku jadi sibuk memikirkan hal itu? Seharusnya aku fokus pada pelajaran kuliah hari ini. Masa bodo soal mas fandy dan perempuan bernama manda yang mengusik hatiku karena setelah ku telaah dalam dalam namaku juga mengandung kata "manda" sama seperti perempuan yang dia kejar kejar. Apalagi mengingat di kampus ini tidak ada anak bernama manda apalagi yang satu angkatan denganku. Apa mungkin perempuan itu diriku? Tapi bagaimana bisa? Aku pertama kali bertemu dengannya juga saat dia mengajar sebagai dosen pengganti. Tapi, apa mungkin aku lupa kalau dulu aku pernah bertemu dengannya?

_______

Aku makan di sebuah cafe bernafas regae yang lucu dengan mas fandy. Kami memesan beef steak dengan orange jus. Aku sambil melihat sebuah parodi yang diperankan oleh mahasiswa mahasiswa. Aku tergelitik melihat tingkah tingkah kocak mereka berlakon dan kadang menari juga bernyanyi.

"Kamu suka?" Tanya mas fandy

Aku hanya mengangguk kemudian kembali memfokuskan pandangan pada parodi yang pentasnya tepat di depan tempat duduk kami.

"Kalo di atas ada grup band gitu. Nah di lantai 3 ada lawakan sekaligus diskusi santay yang juga mahasiswa pemerannya" dia melanjutkan kalimatnya.

Aku masih tidak menjawab, bibirku hanya membentuk kata oh sambil manggut manggut. Mas fandy pun tersenyum dan lebih kepada senyum kecewa dengan respon dariku. Baiklah, aku tak ingin membuatnya sedih.

"Kok mas fandy bisa tau?" Ku putuskan bertanya untuk membuatnya merasa ku perhatikan.

"Dulu waktu mahasiswa disini tempat tongkrongannya anak genkku"

"Widih, jadi ketua genk ceritanya?"

"Enggak sih. Temenku yang ketua genk, aku sahabatnya"

Pembicaraan kami pun berjalan renyah di iringi parodi yang seringkali menyajikan gelak tawa renyah dari para penonton. Aku dan mas fandy pun larut dalam keceriaannya. Makanan datang beberapa waktu kemudian membuat kami asik menikmati makanannya. Ah, lebih tepatnya aku. Karena mas fandy asik melihat parodi sambil memakan steak dengan asal asalan, alhasil selain bibirnya yang belepotan tak karuan steaknya pun terpotong tidak rapi sama sekali dan menyisakan serpihan serpihan di piring. Aku sempat menahan senyum melihatnya belepotan begitu.

"Mbak, suaminya mending disuapin kalo makan. Daripada belepotan, ntar dikira nikahin anak tk loh"

Semua penonton pun tertawa. Aku mendongak karena tawanya begitu kencang, dan saat melihat sekeliling semua mata tertuju pada meja kami. Tak terkecuali sang komika yang di pentas juga memandang kami. Aku melihat ke arah mas fandy, dia sedang kesulitan mengambil tisu karena gerogi. Aku segera mengeluarkan tisu basah dari dalam tas dan membersihkan bibirnya yang belepotan. Sorak dari para penonton pun makin meriah membuat kami berdua jadi malu sendiri.

Aku jadi teringat kalimatnya di kantin tadi. Ingin rasanya ku tanyakan tapi cafe ini begitu berisik dan pasti dia tidak akan bisa mendengarkan pertanyaanku dengan jelas. Aku pun mengurungkan niat itu dan berharap nanti saat berada di dalam mobil bersamanya bisa menanyakan hal ini.

_________

Ah, kenapa aku lupa soal dokter made?! Kenapa aku sekarang jadi pelupa! Aku kan sudah berencana menemui dokter made hari ini. Tapi aku malah ikut mas fandy ke cafe dan mau di antarnya pulang. Niatku menanyakan alasannya menyebutku sebagai pacarnya juga urung karena selama di dalam mobil aku sibuk memohon supaya dia tidak mengantar jemputku dari rumah ke rumah. Aku masih ingin mempertahankan hubunganku dengan teman se kontrakan sebenarnya tapi aku hanya bilang bahwa aku tidak bersedia dan aku malu. Syukurlah dia mau menerima alasan yang bahkan menurutku sebenarnya tidak masuk akal. Tapi tak apalah, untuk sementara waktu selama mas fandy mau menuruti kemauanku aku akan melakukan hal itu.

dokter tampan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang