#Ima plot
Sudah hampir seminggu aku terkurung seperti tahanan di rumah sendiri. Meskipun sudah dipegangi hp dan sisa buah dari bang fandy. Tetap saja rasanya bosa terus terusan hanya diam di kamar yang sempit.
Seperti biasa aku sudah mandi sejak pagi dan ngemil buah apel kesukaanku pemberian bang fandy sayang.
Sejak 1 jam yang lalu bang fandy tidak membalas pesan dariku. Niatku untuk menelfon beberapa kali ku urungkan akren takut ketahuan kak sadi atau ibuk dari luar kamar.
Aku hanya bisa diam sambil sesekali mengecek hp barangkali bang fandy sudah membalas sementara aku tidak menyadarinya karena dering tidak ku aktifkan.
________
Aku mendengar suara ada beberapa tamu yang datang kerumah, aku mendengarnya dengan jelas meski tak bisa memastikan siapa mereka dan apa maksud kedatangan mereka. Tapi sepertinya ibuk sangat mengenali mereka. Tunggu dulu. Kemana kak sadi? Kenapa aku tidak mendengar suaranya sama sekali? Padahal aku sudah menempelkan telinga ke pintu tetap saja aku tidak bisa mendengar suara kak sadi. Hanya suara ibuk dan seorang wanita lagi yang sedang bercakap cakap.
Lama sekali sampai aku capek menempelkan telinga ke pintu sehingga aku memutuskan untuk kembali duduk di atas ranjang bersila dan menikmati apelku tadi. Bang fandy juga belum mengirimiku pesan balasan, aku bahkan sudah mengirim lebih dari 20 pesan untuknya. Apa dia sedang ada operasi? Kenapa bisa aku tidak kepikiran kesana?! Bisa juga dia sedang ada jam mengajar atau sedang sibuk lainnya. Atau mungkin dia menghindariku karena sudah termakan omongan manis zeni untuknya supaya meninggalkanku dan menikah dengan zeni. Tidak tidak tidak. Aku tidak boleh sama sekali berfikiran negatif dalam keadaan seperti ini. Barang kali saja memang bang fandy sedang sibuk mengajar atau meeting. Tak mungkin dia meninggalkanku karena aku tau dia memegang teguh amanah papanya untuk menikahiku tak mungkin dia meninggalkanku.
Tapi aku jadi gelisah, pikiranku lari kemana mana sekarang. Bagaimana kalau bang fandy benar benar terhasut zeni? Bagaimana kalau karena kami tidak pernah bertemu dia jadi meninggalkanku? Aku sudab terlanjur mencintainya.
Aaaah, aku beranjak dari duduk. Mondar mandir kesana kemari memikirkan hal itu. Memikirkan pula bagaimana cara keluar dari kamar yang jendelanya sudah di paku dari luar. Sungguh kejam sekali ibuk dan kak sadi. Ini kan bukan jaman Ra. Kartini lagi yang harus masuk pingitan sampai ada pria yang mau melamar! Menyebalkan!
Berusaha mencari celah, mendorong jendela dan mendobrak pintu kamar tapi hasilnya nihil. Kekuatanku hanya setengah dibanding kekuatan kunci dan paku yang menancap. Saking emosinya aku salto di atas kasur menutup diriku di balik selimut dan tiba tiba sebuah tangan mendarat di bokongku dengan keras. Plaaaaaaks, di ikuti kataku mengaduh kesakitan. Selimut di tarik oleh tangan jahat tadi, sedang aku masih mengelus elus bokong yang panas akibat pukulan keras.
Kaget karena lihat ibuk dan pintu kamarku yang terbuka. Aku sangat kaget.
"Udah nggak usah sok gaya gaya kaget. Buruan ganti baju, calon suami kamu datang" ibuk berbicara dengan sangat serius
Aku semakin ternganga tak percaya kalau apa yang baru saja ku bayangkan soal Ra. Kartini terjadi padaku. Pastilah duda anak satu atau dua atau bahkan anak empat yang melamarku untuk menjadikan ibu pengganti anaknya seperti Ra. Kartini.
Aku menangis sekencang kencangnya berteriak sebisa mulutku supaya si calon suamiku yang duduk di ruang tamu mendengar tangisanku yang pilu dan membatalkan lamarannya karena kasihan padaku atau minimal jijik melihat tingkahku yang masih seperti bayik. Tak apalah yang penting tak menikah dengan duda. Ih bisa mati kutu kalau sampai harus jadi baby sister gratisan aku. Cita cita dokterku juga harus kandas. Ah tidak aku tidak bisa membayangkannya apalagi melakoninya nanti.
"Tutup mulutmu! Suaramu kencang sekali!" Ibuk membekap bibirku pakai selimut.
"Pakai baju ini ayo cepetan!" Ibuk menyerahkan sebuah baju warna biru kesukaanku untuk ku pakai.
Maaf ibu untuk kali ini rayuanmu tak mempan kepadaku, meski harus memakai baju biru kesayangan aku tetap membegot tak mau menemui duda itu!
Alhasil aku terlibat tarik menarik dengan ibu yang berbadan gede. Wajarlah dia di takuti para seniornya ternyata kalau marah di rumah dan di kantor tidak berbeda. Dasar ibuku satu ini seperti bodyguard saja untung ibu satu satunya atau kalau tidak aku pasti minta ganti yang lebih lembut dan feminim lagi.
Ibu terus menarikku sementara aku bertahan di memeluk pilar di dekat kamar sambil geleng geleng dan terus menangis. Ibuk tidak lihat apa, aku hanya memakai bokser, dan kaos ketat warna merah yang memperlihatkan lekuk tubuhku tapi dia tetap memaksaku menemui duda jelek itu. Aku tak mau menikah semuda ini apalagi dengan seorang duda. Ibu ayolah mengerti aku bu.
Aku sudah hampir sampai di ruang tamu, karena sudah merasa kalah aku membegot dengan duduk di lantai sambil menangis.
"Jangan nangis sayang, mau nikah nggak sama abang?"
Sebuah suara mendarat lembut di telingaku. Aku masih menutup mukaku. What?! Benarkah ini yang kudengar bukan mimpi? Benarkah suara bang fandy yang mendarat di lubang pendengaranku? Atau aku yang terlalu kebanyakan berimajinasi menikah dengan bang fandy? Atau bahkan jangan jangan aku hanya bermimpi? Tapi bagaimana aku bisa tahu kalau aku bermimpi atau berimajinasi kalau aku tidak membuka mataku? Tapi aku takut kalau ternyata aku hanya halusinasi saja.
Ima ima sadar ima sadar ingat ima kalau emang jodoh nggak bakal kemana.
"Jangan nangis terus dong sayang"
Suara itu lagi dia terdengar lagi. Aku makin tak sabar dan takut. Aku harus berani. Aku Berani membuka mataku perlahan perlahan dan yang pertama ku lihat muka kak sadi yang merengut, kemudian seorang ibu tersenyum dan aku menoleh tepat ke arah kananku. mukaku hampir menabrak sebuah wajah yang tak asing bagiku kalau saja aku menengok dengan kasar. Wajah ini, wajah dan suara tadi. Apa aku mimpi? Ini bang fandy di sampingku.
"Udah nggak usah lebay. Berdiri! Malu di lihat calon mertua kamu kayak begitu!" Ibuk membuyarkan semua keindahan yang baru saja ku buat.
Dibantu bang fandy aku berpindah dari duduk di lantai jadi di sofa. Dasar ibuk nggak bisa lihat anaknya sok sok an romantis dikit gitu sama pacar yang udah lama nggak ketemu ya kan kangen kangenan dulu kali.
Eh tapi bagaimana bang fandy bisa mendapat restu ibuk dan kak sadi? Aku melirik bang fandy yang hanya dibalas senyuman sambil melirik kak sadi. Aku jadi faham sekarang. Mungkin saja ibuk dan mamanya bang fandy cerita soal persahabatan para suami mereka dan amanah papanya bang fandy makanya hati kak sadi luluh begitupun ibu.
Ah harusnya kan tadi itu bisa jadi adegan romantisku dengan bang fandy tapi sayang gara gara ibuk semua jadi gagal. Ah tak apalah yang penting apa tadi kata ibu? Calon mertua? Calon suami? Aku menikah dengan bang fandy jadinya? Horeeeeerrre
KAMU SEDANG MEMBACA
dokter tampan
RomanceNovela - rampung Jangan beri obat yang langsung sembuh, nanti aku tidak sering bertemu dengan kamu lagi