VI

2K 74 0
                                    

#Zaura plot

Aku merasa akhir akhir ini ada yang berbeda dan berubah dari imanda sahabat dekatku. Seperti ada saja yang berbeda. Dia terlihat lebih ceria dan enerjik. Tidak sering marah dan sering telfon sampai larut malam. Yang lebih parahnya lagi dia selalu pulang sampai sore dan menolak makan malam bersama dengan alasan yang sama yaitu sudah makan diluar. Kalau keluar dengan bang sadi abangnya aku masih tidak masalah karena pastilah diantara sampai masuk ke rumah tapi dia selalu pulang jalan kaki pastilah pengantar tidak mau bertemu aku atau arina dan nindi. Masak iya imanda punya pacar? Tapi kenapa tidak cerita? Apa belum waktunya? Tapi kenapa harus menunggu waktu sih! Seperti bercerita soal lamaran pada keluarganya saja.

Pagi ini juga, tiba tiba ima tidak masuk kampus karena sakit. Bukan sakitnya yang mencurigakan tapi kulkas yang tiba tiba penuh yang mencurigakan. Aku sudah bertanya pada bang andre apa ima membeli pada warungnya dan bang andre bilang tidak. Lalu kenapa ima sekarang belajar membohongi kami semua disini? Aku benar benar mendengarnya sendiri dia bilang beli di bang andre. Sebesar apa buruknya sampai keluarga satu rumah tidak dia beri tahu.

Bukannya apa, aku hanya takut dia mengenal lelaki yang salah yang nantinya tidak disukai keluarganya dan membuatnya jadi ikut terjerumus ke hal yang buruk juga. Tapi aku sama sekali tidak punya kesempatan berdua dan menasehatinya soal ini. Sebab dia selalu mengelak jika kucurigai. Aku ini zaura, sahabatnya. Untuk apa aku bertanya kalau aku tidak peduli? Untuk apa aku bicara kalau aku tidak sayang?

Sekarang saja dia semakin jarang bicara denganku. Ada saja acaranya meninggalkan kampus. Bahkan sekedar untuk sarapan kadang dia tidak sempat karena buru buru berangkat ke kampus pagi-pagi buta. Mencari hantu Mungkin. Ah sebal memikirkannya. Aku beranjak untuk tidur siang saja.

_______

Hari ini ima sudah ngampus, katanya badannya sudah enakan. Itupun dia katakan saat sekilas bertemu denganku di dapur. Kenapa dia sekarang menjauh dariku sih! Kalau karena aku yang sedang sensitif atau bad mood tidak mungkin. Sebab ini sudah berjalan hampir 1 bulan. Tunggu. 1 bulan? Kenapa harus 1 bulan? 1 bulan juga dosen fandy mengajar di kampus bukan? Dan ima bilang dia mendapat tugas KTI dari dosen itu. Tapi tugas itu tidak di dapat oleh ketua kelas di kelasku. Apakah ada hubungan diantara mereka? Atau dosen fandy menyukai ima? Ah sungguh tak mungkin. Jelas jelas ima menolak mentah-mentah bahkan marah saat aku membicarakan dosen fandy di hari dia mengajar kelasku dan kelas ima untuk yang pertama kalinya.

Tapi karena kecurigaanku terhadap sikap ima yang cepat berubah aku berniat mengikuti jalannya. Penasaran siapa penjemput yang mungkin tidak ingin diketahui oleh anak kontrakan. Aku terus mengikuti ima dengan mengendap endap dan sampailah dia pangkalan angkot dan aku melihat dengan mata kepalaku sendiri ima naik kedalam salah satu angkot disana.

Yah meskipun sebenarnya aku masih curiga tapi aku berusaha meyakinkan diri untuk tidak lagi curiga, karena setelah melihat sendiri kalau ima berangkat naik angkot rasanya bersalah sudah mencurigai sahabat sendiri yang tidak bermaksud menyembunyikan sesuatu dariku. Aku segera kembali setelah memastikan dia berada di dalam angkot.

"Dari warung za?"

"Engga rin. Habis ngikutin ima"

"Lah kenapa dia?"

"Enggak. Aku merasa dia agak beda aja sama kita, iya nggak sih?"

"Eh bener tuh. Di kelas tiap jamnya mas fandy juga dia duduk belakang terus diem aja nggak kaya sama dosen lainnya. Kenapa ya?" Tiba tiba nindi menimpali.

Aku yang tak ingin terkontaminasi racun lagi hanya mengangkat bahu dan berlalu.

_____

Seperti biasa aku berangkat ke kampus paling akhir. Aku membereskan rumah dulu meskipun si arina dan nindi sudah berangkat lebih dulu. Setelah selesai sekedar membereskan rumah aku pun berangkat ke kampus juga.

"Za, baru datang?"

Inilah dosen fandy yang beberapa hari memenuhi otakku karena ku curigai membuat sahabatku berubah.

"Iya. bapak kan tau"

Entah kenapa aku jadi sewot begini membalasnya, biasa panggil kak juga panggil bapak. Hatiku yang biasa bersemu indah ketika bertemu dengan dosen fandy hari ini malah jadi emosi. Kenapa? Apakah aku takut kalau dosen fandy benar benar menyukai ima? Tapi ima juga kan sahabatku sendiri! Seharusnya kalau dia bahagia akupun akan bahagia. Apalagi mengingat masa lalunya saat terakhir pacaran waktu SMP. Ngenes banget hidupnya harus putus di duain demi ngerawat ayahnya sampai tiada. Kalau di fikir fikir kasihan juga dia. Sekarang mungkin waktunya dia untuk bahagia. Tapi aku masih tak rela kalau harus dengan dosen fandy.

Setelah berlalu meninggalkan dosen fandy dan masuk kelas aku duduk diam di meja paling belakang.

"Ngelamun aja sih za"

"Eh hasbi. Iya nih lagi banyak pikiran aja"

Inilah hasbi. Nama panjangnya hasbi baihaqi, dia salah satu akhi akhi di kampus dan satu satunya di kelasku. Dia duduk dengan siapa lagi kalau bukan aku. Katanya sih suka dengan perangaiku yang centil ah maksudku lincah.

"Masak ayam jam 9"

Ini yang berteriak di depan namanya aska. Ketua kelas paling fuck boy se kampus yang amburadul sekali. Kalau dia sudah bilang masak ayam ya berarti kita akan prakter bedah ayam jam segitu.

Aku hanya diam saja melihatnya sedangkan hasbi juga dian di sebelahku.

"Kok jadi pendiem sih za?"

Aku sedang bingung memikirkan ima dan dosen fandy. Berulang kali aku mencurigainya tapi dia selalu mengalihkan topik pembicaraan pada kak sadi lah atau bang andre lah, pokoknya ada saja yang dibikin alasan sama dia.

"Za!"

"Eh iya maaf maaf"

Hasbi rupanya mengajakku ngobrol tadi tapi aku malah asik melamun sendiri.

"Ada masalah apa sih Sampe kamu yang biasa centil jadi pendiem banget?"

"Soal hati biasa lah bi"

"Cerita sini sama aku"

Tapi aku hanya terkekeh menanggapi tawaran hasbi yang menurutku lebih ke tawaran yang tidak harus ku terima. Sekedar pemanis bibir saja.

"Loh, aku serius za"

"Iya iya. Eh nggak maksudnya ntar aja kalo udah waktunya pas ya"

Rupanya akhi akhi ini serius dengan kalimatnya tadi tapi malah makin membuatku tergelitik ingin tertawa.

Tak berapa lama dosen pun masuk dan jam pelajaran di mulai. Saat pelajaran, aku mendengar kelas sebelah yang lebih tepatnya kelas ima sangat ramai sekali sampai penjelasan salah satu temanku yang sedang persentasi di depan tidak kedengeran. Sebenarnya aku penasaran ada hal apa yang terjadi di kelas ima. Tapi tidak mungkin aku melihat langsung kesana. Ah, aku mengandalkan lambe turah saja untuk mendapat info meski kadang tidak akurat tapi menarik.

dokter tampan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang