Empat Cinta Sebelah Tangan | Prolog

84 4 0
                                    

Pagi ini hujan deras mengguyur wilayah Jakarta, membuat aktifiktas pagi sebagian besar penduduk  Jakarta terganggu. Udara yang dingin membuat banyak orang enggan melakukan aktifitas, namun ada juga yang terpaksa melakukan aktifitas seperti biasanya karena tuntutan pribadi masing-masing. Meski begitu, tidak sedikit orang yang tetap semangat menjalani hari, seperti halnya Rara Ghazala, atau sering dipanggil Rara. Gadis berjilbab, siswi kelas X SMA disalah satu SMA swasta di Jakarta. Meski air hujan yang tertiup angin sesekali membasahi bajunya, tapi Rara masih setia duduk di halte menunggu bus paginya datang. Sebenarnya Rara bukanlah tipikal orang yang ekonominya pas-pasan. Keluarganya adalah orang kaya, bahkan masih kecipratan keturunan bangsawan. Meski begitu, Rara lebih suka hidup yang sederhana. Dia selalu menolak jika ditawari ayahnya untuk menggunakan mobil pribadi ketika sekolah. Rara lebih suka mengunakan bus sebagai transportasi sekolah. Baginya, menaiki bus lebih menarik. Dia lebih bisa belajar mengatur waktu agar tidak terlambat untuk sampai di sekolah.

Setelah lima belas menit menunggu, akhirnya bus yang ditunggunya datang. Gadis berjilbab itu bergegas menaiki bus yang berhenti di depanya. Tidak seperti hari-hari sebelumnya, karena hujan penumpang bus lebih sedikit dari biasanya. Singkat cerita, Rara sampai di sekolahnya dan hujan sudah mulai reda. Dia bergegas menuju ruang kelasnya.

“Rara,” panggil seseorang dari belakang. Rara pun menoleh kebelakang, dan ternyata yang memanggilnya adalah Alby, kakak kelas yang menjadi ketua organisasi rohis di sekolahnya.

“Iya, kenapa?”

Alby cepat-cepat menghampiri Rara, “Assalamualikum.” Lalu tersenyum.

“Waalaikumsalam. Ada apa Kak?”

“Aku hanya ingin memberi tahu, jika kita akan mengadakan rapat nanti sepulang sekolah. Jadi, jangan pulang dulu nanti. Tolong beritahukan juga pada yang lain.”

Rara tersenyum, “ Ya, nanti akan aku beritahukan pada yang lainya.”

“Terimakasih. Aku permisi, assalamualaikum.” Setelah mengucap salam, Alby berlalu dari hadapan Rara.

“Waalaikumsalam.” Rara juga kemudian pergi menuju ruang kelasnya.

Setelah agak jauh berlalu membelakangi Rara, Alby menghentikan langkahnya. Dia menoleh ke belakang, menatap Rara yang semakin jauh dari pandanganya.

“Kamu tidak pernah berubah,” gumamnya.

Sebenarnya, Alby sudah lama mengagumi Rara. Waktu SMP mereka satu sekolah, dan sekarang mereka juga menuntut ilmu di sekolah yang sama lagi. Sejak pertemuan pertamanya sebagai pembimbing Rara MOS ketika  masuk SMP, Alby menaruh hati dengan Rara. Namun, sampai sekarang dia hanya memendamnya saja. Alby menghela napas panjang, kemudian pergi.

Rara memang cantik, siapapun yang melihatnya pasti hatinya goyah. Bukan seperti wanita kekinian yang memamerkan lekuk tubuhnya, justru karena tubuhnya rapi tertutup oleh hijab, Rara terlihat sangat anggun dan cantik. Apabila dipandang, wajahnya meneduhkan hati. Sikapnya yang sabar dan baik, membuat banyak orang menyukainya. Di sekolahnya, Rara termasuk salah satu dari beberapa siswi yang paling banyak di kagumi kaum Adam. Beberapa kali juga Rara pernah mendapat pengakuan perasaan dari siswa-siswa yang mengaguminya. Namun semuanya ditolak oleh Rara. Alasanya singkat, Rara tidak mau pacaran, dan disatu sisi, dia tidak memiliki ketertarikan pada mereka.


***


Waktu istirahat sudah hampir habis, tapi Rara masih asyik membaca buku di perpustakaan. Tiba-tiba Chessy sahabatnya datang sembari menenteng satu kantong plastik kecil berisikan tiga roti selai dan dua minuman. Chessy kemudian duduk di depanya.

“Hey, jangan terlalu serius begitu. Makan dulu, aku sudah membelikan roti.” Chessy membuka salah satu roti itu dan melahapnya sedikit-sedikit.

“Assalamualaikum Chessy,” sapa Rara sembari mengangkat wajahnya, dan beralih menatap Chessy.

“Ah ya, waalaikumsalam. Maaf, aku lupa mengucap salam.”

“Kebiasaan. Jangan begitu lagi.” Rara mengingatkan.

Chessy meringis, “Iya, tidak akan.”

“Oh iya, aku mau bertanya tentang rapat nanti. Memangnya kita mau bahas apa sih? Padahal, kita tidak memiliki jadwal rapat hari ini.” Rara mengangkat kedua bahunya, “Aku tidak tahu.” Lalu membuka sebungkus roti dan memakanya.

“Lah, kok tidak tahu? Kan kamu yang tadi diajak bicara.”

“Aku memang tidak tahu, dia tidak memberitahuku alasanya.” Rara memasukkan sobekan kecil roti kedalam mulutnya.

“Memangnya kamu tidak bertanya?”

“Kalau aku tanya, pasti aku sudah memberitahumu alasanya. Sayangnya, tidak. Lagi pula dia hanya berbicara itu kemudian pergi.”

“Dia memang selalu begitu.” Chessy senyum-senyum sendiri, seperti memikirkan sesuatu yang lucu.

“Kenapa kamu senyum-senyum begitu?”

“Tidak apa-apa, yuk ke kelas. Sudah hampir masuk,” ajaknya setelah melirik jarum jam di tanganya.

“Aku belum selesai makan.”

“Sudahlah, teruskan nanti saja. Kita hampir masuk ini,” protes Chessy.

“Ya, baiklah. Karena kamu sudah membawakan aku makanan, aku akan menurut.”

Rara menutup buku yang dibacnya, lalu beranjak dari tempat duduknya. Chessy dan Rara kemudian berjalan keluar perpustakaan. Meski mereka berbeda kelas, tapi mereka sering jalan bersama.

Rara memang sering mengalah pada Chessy. Meski baik, tapi Chessy adalah tipikal orang yang sentimen. Jika dilihat secara fisik, Chessy juga tidak kalah cantik dari Rara. Dia juga gadis berjilbab seperti Rara, dan dia termasuk salah seorang siswi yang banyak di kagumi kaum Adam. Meski begitu, Chessy selalu bersikap cuek pada mereka yang mengaguminya. Alasanya hanya satu, dia sudah memiliki seseorang yang dia kagumi, sehingga Chessy hanya menganggap angin lalu pada mereka yang mengaguminya, bahkan pada mereka yang pernah mengutarakan perasaanya

***



Semua anggota organisasi Rohis satu-persatu sudah berkumpul di dalam ruang rapat. Begitu juga Rara dan Chessy. Mereka duduk bersebelahan di meja paling depan baris nomor dua sebelah kanan. Setelah semua anggota dirasa sudah berkumpul, acara pun dimulai.

“Assalamualaikum warrohmatullahi wabarokatuh.” Alby mengucap salam, memulai acara.

“Waalaikumsalam warrohmatullahi wabarokatuh,” jawab semua anggota serentak.

“Sebelumnya saya minta maaf karena menyita waktu kalian sebentar. Sepertinya, langsung pada intinya saja. Sebentar lagi akan ada tahun ajaran baru, dan kita akan membuka pendaftaran untuk anggota baru seperti tahun-tahun sebelumnya. Maka dari itu, kita akan membuat persiapanya mulai dari sekarang,” jelas Alby.

Anggota yang hadir itu mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti. Berbeda dari yang lain, Chessy justru sibuk mengamati Alby.

“Dia memang menawan.” batin Chessy.

“Astagfirullah.” Chessy tersadar dari apa yang dilakukannya.

Chessy memejamkan matanya sebentar, berusaha membuang fikiran-fikiran yang tidak seharusnya ada. Ketika bertemu Alby, Chessy sering mendadak terbawa perasaan. Diam-diam, Chessy mengagumi Alby sejak pertama masuk SMA. Alby memang menawan, wajahnya yang tampan mampu membuat kaum Hawa terpikat. Selain itu sikapnya juga ramah dan baik, sehingga terkadang membuat siswi-siswi salah paham dengan sikap Alby. Sayangnya, Alby adalah tipikal orang yang kaku dengan hal berbau cinta.

“Kita akan membuat selebaran sebagai bentuk promosi. Oh iya Rara, apa kas kita masih mencukupi untuk dana membuat selebaran?” pandangan Alby kini serius ke arah Rara.

Rara mengecek jumlah kas di buku bendahara yang dipegangnya.

“Menurutku masih cukup jika hanya membuat selebaran. Kita hanya perlu membeli kertas dan lemnya saja bukan? Untuk mencetaknya, kita bisa memakai mesin fotocopy sekolah.”

“Chessy, tolong nanti dicatat apa saja yang kita perlukan. Dan tolong catat hasil dari rapat ini,” perintah Alby.

“Iya,” Chessy mengangguk.

“Sekarang, mari kita bahas tentang penulisan selebaran. Tidak lupa, desain selebaran agar terlihat menarik. Apa ada yang memiliki usul?” tanya Alby. Rapat itu berjalan dengan serius dan lama.


***


Rara menikmati malam ini dengan rebahan di kasur empuk miliknya. Dia memandangi langit-langit atap kamarnya.

“Ternyata aku sudah SMA, padahal rasanya masih seperti anak kecil,” gumamnya.

“Tidak terasa juga aku sudah hampir satu tahun menjadi anggota rohis.” lanjutnya.

Rara mengingat-ingat apa saja yang pernah dilakukanya selama menjadi anggota pengurus rohis. Tiba-tiba saja, Rara senyum-senyum sendiri mengingat masa-masa manis yang pernah dia lalui selama menjadi pengurus. ‘Lucu juga ya,’ pikirnya. Rara mengingat masa awal dia m menjadi bendahara di organisasi rohis. Waktu itu, dia sangat senang dan antusias ketika ditunjuk menjadi bendahara. Rara menganggap sebuah kesempatan besar menjadi bendahara di organisasi, dan Rara tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu.

~oOo~

Romance 2
WPWT 1
By. Laelatus Safangah & Nurhafizah

4 Cinta Sebelah Tangan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang