Empat Cinta Sebelah Tangan | Salah Paham

9 2 0
                                    

Sepulang sekolah, Alby merebahkan tubuhnya di ranjang  empuk miliknya. Dia memandangi foto bayangan dirinya dan Rara tadi pagi di halte bus. Ada guratan senyun yang menghias wajah tampannya.

“Seandainya kamu tahu, Ra, aku mengagumi kamu sejak lama. Aku menyukai kamu, Ra, benar-benar menyukai kamu,” gumamnya. Perlahan, guratan senyum itu memudar, dan berganti dengan ekspresi murung.

“Ucapanku tempo hari di rumah kamu itu ... aku menanggapinya dengan serius.” Alby mengingat ucapannya ketika di rumah Rara tempo hari tentang mengkhitbah Rara.

“Aku  ... ingin sekali mengkhitbah kamu, Ra, ingin sekali. Ketika bersamamu, aku ingin sekali mengatakan perasaanku, tapi aku tidak bisa. Aku tidak mampu mengucapkannya, meski beribu-ribu kali aku berfikir untuk mencobanya," Alby terus saja menggumam sembari memandangi foto bayangan itu di ponselnya.

“Alby, makan dulu.” Dari luar terdengar suara ibunya seiringan dengan ketukan pintu.

“Iya, sebentar. Aku ganti baju dulu,” sahutnya lalu beranjak dari ranjangnya. Dengan cepat dia mengganti bajunya, kemudian pergi menuju ruang makan. Sesampainya di sana, ibunnya ternyata sudah menunggunya sembari mengambilkan nasi.

“Eh, biar aku ambil sendiri, Bu, tidak perlu di ambilkan. Aku kan sudah gede,” ujarnya sembari mengambil piring yang ada di tangan ibunya.

“Tidak apa-apa, bagi Ibu, kamu masih kecil.” Ibunya kini beralih mengambilkan segelas air putih.

“Jangan seperti itu Ibu, aku ini sudah SMA kelas tiga lho.”

“Iya, Ibu tahu,” jawab ibunya yang tersenyum melihat tingkah anaknya itu yang terlihat deswasa.

“Kalau begitu jangan menganggapku anak kecil. Aku harus bisa mandiri, bahkan dari hal kecil sekalipun. Tidak mungkin kan selamanya bergantung dengan orang lain?” Kini ibunya tidak menjawab, hanya tersenyum sembari menggelengkan kepala.

***

Sore ini, Chessy membantu menjaga toko kue milik umminya bersama mbak Naya, karyawan yang biasanya menjaga toko. Mereka tersenyum puas, ketika melihat banyak etalase kue yang sudah kosong.

“Wah, sudah banyak yang kosong,” ujar Chessy ketika melihat-lihat etalase yang sudah tidak terisi kue.

“Alhamdulillah, hari ini banyak yang laku.” Mbak Naya tersenyum lebar ke arah Chessy.

“Iya, Mbak. Ummi pasti senang.

“pastinya dong!” jawab Mbak Naya semringah.

“Oh iya, tidak kerasa udah hampir magrib, toko bentar lagi tutup dong?”

“Iya, sekarang juga sudah mulai sepi. Palingan sepuluh menit lagi kita tutup.” Mendengar jawaban mbak Naya, Chessy mengangguk-angguk pelan. Sepuluh menit pun berlalu, dan tidak ada pelanggan sama sekali.

“Tutup yuk, Mbak, udah lebih dari sepuluh menit nih!” Chessy melirik ke arah arloji di tangannya.

“Iya, tapi sebentar, Mbak beres-beres di belakang dulu.”

“Iya, aku tungguin.” Setelah mendengar ucapan Chessy, mbak Naya bergegas pergi ke belakang.

Sementara itu, Chessy juga lekas pergi ke meja kasir. Dia duduk di kursi yang menghadap meja sembari melihat-lihat data penjualan kue yang sudah laku.

“Permisi.” Mendengar suara seseorang Chessy dengan cepat menutup bukunya.

“Iya, sebentar,” sahutnya sembari beranjak dari duduknya.

“Ezra?” Chessy tercengang ketika melihat Ezra yang kini ada di depannya.

“Pas sekali.” Ada guratan senyum puas di wajah Ezra.

“Hai,” lanjutnya menyapa Chessy sembari melambaikan tangannya. Melihat Ezra, berbagai prasangka pun muncul di benaknya.

4 Cinta Sebelah Tangan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang