~oOo~
"Apa yang sudah aku lakukan? Apa aku baru saja membentak Rara? Astaghfirullah." Alby merasa bersalah dengan sikapnya yang agak terpancing emosi tadi.
Kini Alby beranjak pergi dari tempat itu. Tiba-tiba Alby leihat seseorang di balik pohon.
"Hei, siapa di sana?" teriak Alby.
"Aduuh, ketahuan lagi, gimana ini?" Sinta tampak panik. Ia harus berusaha untuk menghindar dari Alby.
Alby pun kini mulai mendekati seseorang yang berada di balik pohon itu. Sinta kemudian berlari, namun sayang Alby sempat memergokinya.
"Sinta? Apa yang sedang kamu lakukan di sini? Apa kamu sedang menguping?" tanya Alby.
"Hemm ... Ti ... Tidak kak, aku hanya ...."
"Hanya apa? Hanya menguping? Sudahlah tidak usah mengelak lagi!"
"Baiklah, aku tidak akan menyangkalnya lagi. Benar aku menguping pembicaraan kalian. Bukan menguping sih, tapi lebih tepatnya ini jebakan yang aku buat untuk kalian," jelas Sinta yang tak nampak bersalah.
"Ooh ... Jadi, surat-surat itu ulahmu?"
"Iya, sekarang aku merasa benar-benar puas dengan segala rencana yang telah aku siapkan matang-matang," jawab Sinta yang terlihat bahagia dengan rencananya itu.
"Jadi kamu sengaja melakukan ini untuk menghancurkan persahabatan Rara dan Chessy?"
"Iya, aku memang sengaja melakukannya."
"Untuk apa kamu melakukannya? Apa yang akan kamu dapatkan, Sin?"
"Puas, rasa puas yang aku rasakan kak! Selama ini aku sangat membenci dua orang munafik itu, apalagi Chessy. Di luar terlihat alim, padahal di dalamnya itu busuk," ucap Sinta tanpa berpikir panjang."Astaghfirullah, Sinta! Tidak baik berpikir seperti itu, apa yang kamu lakukan ini sangat-sangat keterlaluan. Kamu bahagia di atas penderitaan orang lain."
"Ya, memang itu yang aku harapkan! Sudahlah, aku tidak ingin berdebat denganmu. Lagi pula kita tidak ada urusan," jawab Sinta dan pergi meninggalkan Alby.
Alby hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah adik kelasnya yang satu itu.
***
“Memilih atau dipilih adalah dua hal yang sama-sama sulit untuk diputuskan!”
Chessy hanya mampu menangis. Kini tak ada tempat untuk meluangkan segala perasaan. Sahabat yang dikenalnya pun kini telah menjadi seorang yang asing bagi Chessy.
"Ya, Allah apa yang harus aku lakukan? Memilih persahabatan atau cinta? Berikan jalan yang terbaik menurutmu bukan menurutku," doa Chessy di dalam batinnya.
Kini ia hanya mampu berdoa. Tak ada kata yang dapat menggambarkan begitu hancur hatinya. Harapan yang telah didambakan sirna. Semuanya hanya akan menjadi khayalan semata.
***
Seperti biasa Chessy memulai aktifitasnya untuk berangkat sekolah. Terlihat matanya yang sembab akibat menangis seharian.
"Assalamualaikum anak ummi yang paling cantik," sapa umminya.
"Waalaikumsalam, Ummi," Chessy tampak tak bersemangat menjawab salam umminya itu.
"Loh, Chess, kok mata kamu sembab gitu sih?"
"Iya ummi tidak apa-apa tadi kemasukan binatang," jawab Chessy yang tak tahu harus memberi alasan apa pada umminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
4 Cinta Sebelah Tangan [END]
RomanceMasa SMA, siapa sih yang nggak ngerti? Rata-rata orang tua juga pernah mengalami masa SMA ketika muda. Masa yang sering dianggap banyak orang, masa paling berkesan ketika muda. Sebab, di sinilah seorang remaja pubertas yang labil mengenal cinta. Nam...