Empat Cinta Sebelah Tangan | Penasaran

10 2 0
                                    

~oOo~

Tidak terasa waktu berjalan cepat, sudah sekitar tiga jam Alby dan Ezra bertamu di rumah Rara. Alby masih saja merasa belum puas melepas rindu dengan teman lama. Dia asyik mengobrol dengan Haikal, entah sekadar berbagi pengalaman, atau nostalgia cerita lama mereka. Di satu sisi, Ezra yang kurang nyambung dengan suasana lama-lama merasa bosan. Apalagi, sosok Chessy yang dinantikanya tidak nampak walau sekilas saja. Tidak lama kemudian suara adzan Ashar dari masjid yang berada di sekitar perumahan Rara berkumandang, sehingga mengalihkan perhatian Alby dan Haikal. Mereka menghentikan obrolannya dan diam mendengarkan adzan. Ezra nampak bingung ketika melihat Alby dan Haikal yang tiba-tiba menjadi diam, padahal sebelumnya mereka sangat asyik mengobrol dan seperti melupakan dirinya.

“Kenapa kalian diam?” tanya Ezra tiba-tiba.

“Sstt ... ada azan. Diam dulu!” tegur Alby dengan tatapan serius.

“Maaf,” lirih Ezra. Setelah azan selesai, Alby dan Haikal menengadahkan kedua tangannya seraya berdoa sangat lirih, bahkan hampir tidak terdengar. Tanpa sengaja, Ezra juga ikut menengadahkan tangannya, namun pandangannya fokus pada Alby dan Haikal. Dia memerhatikan betul Alby dan Haikal, seolah ingin tahu sedang membaca doa apa.

“Kalian baca doa apa barusan?” tanya Ezra polos.

“Ya, doa setelah azanlah. Apalagi? Memangnya kamu tidak membacanya?” Haikal balik bertanya.

“Aku ... aku ....” Ezra terlihat bingung ingin menjawab apa.

Kalau dia menjawab tidak membaca, dia akan ketahuan kalau dia tidak mengerti banyak tentang agama, ditambah lagi juga ada rasa gengsi untuk mengakuinya. Kalau menjawab membaca, dia berarti bohong, karena dia tidak membacanya. Apalagi, nanti kalau ditanya doanya bagaimana, dia jadi mati kutu. Dia kan tidak tahu doa setelah azan seperti apa?

“Em ... Kal. Karena sudah Ashar, kita pamit pulang ya?” sela Alby mencoba mengalihkan perhatian.

“Loh, kok buru-buru? Sholat di sini saja, nanti kita lanjut ngobrol lagi. Kita kan baru sebentar ketemu.” Ada guratan tidak rela di wajah Haikal ketika mendengar Alby mengucap pamit.

“Ah, tidak usah. Kita, sholat di rumah aja. Lain waktu bisa lah disambung lagi obrolan kita.” Alby menepuk pundak Haikal sembari tersenyum lebar.

“Ya, baiklah. Kalian hati-hati di jalan ya,” ujar Haikal memberi pesan.

“Iya.” Alby menganggukkan kepala.

“Waalaikumsalam,” sahut Haikal. Haikal beranjak dari duduknya lalu mengantarkan Ezra dan Alby sampai teras.

***

“Lo tuh gila ya Al? Gue dibuat kaya obat nyamuk di sana,” Ezra melampiaskan rasa kesalnya di dalam mobil.

“Obat nyamuk gimana? Lo aja yang nggak ikut nimbrung ngobrol.” Alby yang sedang menyetir menanggapi ucapan Ezra dengan nada santai.

“Gimana mau ikut ngobrol, gue nggak ngerti apa yang kalian bahas. Lo juga bohong soal Chessy sama gue. Katanya dia ada di sana, tapi nyatanya nggak ada.” Ezra kini benar-benar kesal dengan Alby.

“Eh, gue nggak janjiin Chessy ada di sana ya, tadi malem gue Cuma bilang, ‘Ada juga kali.’ berarti itu kan kemungkinan, bukan kepastian. Lagian kenapa sih kalau nggak ada Chessy?” dalam hati, Alby menjadi curiga dengan Ezra.

“Masalah? Apa ... jangan-jangan suka ya sama dia?” goda Alby.

“Eh, apaan sih lo Al! Kenapa nanyanya gitu?” Ezra kini menjadi canggung.

“Cuma nebak.”

“Eh, ngomong-ngomong tadi kenapa sih waktu azan kalian jadi diem? Padahal sebelumnya ... kalian asyik ngobrol sampai lupa sama gue.”

4 Cinta Sebelah Tangan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang