Empat Cinta Sebelah Tangan | Siswa Pindahan

19 2 0
                                    

Kini tahun ajaran baru telah dimulai. Tidak terasa sekarang Rara dan Chessy sudah menginjak kelas dua SMA. Rasanya waktu berlalu begitu singkat. Rara yang sudah tidak sabaran untuk memulai aktivitas sekolahnya, dengan semangat menunggu bus sekolah datang untuk mengantarkannya ke sekolah yang sudah sekitar tiga pekan tak diinjaknya itu. Terlihat keramaian para siswa-siswi yang lainnya juga dengan sabar menunggu bis jemputan mereka tiba. Ada yang sambil bersiul, mengobrol dengan teman karibnya, atau sekedar duduk diam menunggu kedatangan bus sekolah. Menariknya lagi, di tahun ajaran baru ini, Rara dan Chessy yang sebelumnya sempat berbeda kelas, kini menjadi satu kelas. Tidak lama kemudian  bus paginya datang, semua yang menunggu bus itu  memasuki bus satu persatu, dan setelah semua dirasa sudah naik, supir pun menjalankan kemudinya.

***

"Hai, Ra, apa kabar?" sapa Chessy ketika berpapasan di halaman sekolah dengan Rara.

"Assalamualaikum, Chessy," ujar Rara.

"Ah, iya-iya. Waalaikumsalam. Hehe, maaf aku lupa lagi," Chessy mengumbar senyum cengengesan.

"Aku sudah sering memperingatkan. Tapi, sudahlah. Ayo kita ke kelas," ajak Rara.

"Yeay, sekarang kita satu kelas," teriak Chessy girang.

"Aku sudah tahu itu. Makanya, ayo kita ke kelas, agar kita bisa mendapat tempat duduk yang bagus. Aku tidak suka yang jelek," ajak Rara.

"Okay," sahut Chessy singkat. Mereka berdua pun segera masuk kelas.

Tampak di sisi lain gemuruh suara lalu lalang kendaraan mengawali pagi hari ini. semuanya terlihat sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Kemacetan Ibukota Jakarta begitu menyesakkan. Apalagi hari ini adalah hari Senin. Banyak para pekerja kantoran yang berdesak-desakan demi sampai ke kantornya dengan tepat waktu.

Tepat pukul 07.00 sebuah mobil mewah memasuki gerbang sekolah salah satu SMA di Jakarta. Seorang supir pun membukakan pintu mobil. Terlihat seseorang yang mulai meginjakkan kakinya keluar dari mobil mewah itu. Seorang pemuda tampan, kulitnya putih, mulus dan rapi. 

"Silakan, Den, nanti saya jemput lagi," kata supir setengah baya itu.

Sedangkan tuannya itu hanya tersenyum pertanda setuju dengan ucapan supirnya itu.
Siswa-siswi pun terpana dengan pesona pemuda itu. Kharismanya mampu memikat banyak siswi-siswi yang ada di SMA itu. Dia adalah Ezra. Ia merupakan siswa pindahan dari Seoul. Sebenarnya ia sudah merasa nyaman tinggal di Seoul. Namun karena pekerjaan orang tuanya, membuat ia harus pindah ke Jakarta. Suasana kota Jakarta yang panas dan banyak polusi membuat ia tak menyukainya. Terlihat suasana yang begitu asing di sekolah itu. Ya, sekolah itu terlihat elit dan mewah. Halaman sekolahnya pun luas serta dihiasi oleh pohon-pohon hias yang membuat asri suasana di sekolah itu. Karena ia murid pindahan dan belum mengenal siapapun di sekolah itu, ia pun bertanya ke salah satu satpam yang berjaga di gerbang sekolah itu.

"Maaf, Pak, ruangan kepala sekolah di mana, ya?" tanyanya.

"Kamu masuk saja, lurus terus belok kanan nanti ada ruangan bertuliskan kepala sekolah," jelas satpam itu sambil mengarahkan tangannya ke arah yang dimaksud.

"Terima kasih, Pak, permisi," sahut pemuda itu langsung menuju tempat yang dimaksud.

Dengan rasa percaya diri Ezra mulai melangkahi kakinya menuju gedung sekolah itu. Banyak tatapan yang mengarah kepadanya. Entah apa yang sedang mereka pikirkan ketus Ezra dalam benaknya. Dengan mudahnya Ezra menemukan ruangan kepala sekolah. Sampai di depan pintu, dia mengheentikan langkahnya. Dia menghela napasnya sejenak.
"Jangan gugup Ezra, jangan gugup," batinya menyemangati diri.

"Pokoknya tidak boleh salah," pikirnya.
Dia mengingat-ingat pesan yang diberikan Alby tempo hari. Sehari setelah tiba di Jakarta, Ezra belajar mengucapkan salam seperti umumnya seorang muslim kepada Alby. Meski dia beragama muslim, tapi dia sangat jauh dari ajaran agama. Dia belajar mengucap salam, karena Alby memberi sedikit penjelasan bahwa sekolah barunya lebih condong dalam urusan agama, maka ia harus bertatakrama dengan baik kepada semua warga sekolah, terutama guru. Meskipun ini SMA swasta, tapi nyatanya ada banyak mata pelajaran agama, kegiatan agama, dan memiliki organisasi Rohis. Tanpa berpikir panjang lagi, ia pun mengetuk pintu ruangan kepala sekolah itu.

4 Cinta Sebelah Tangan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang