"Feeling good--" senandung Amel terpotong ketika Ariel menyumpali mulutnya dengan sesedok es krim. Gadis itu tersenyum manis dan bergelanyut manja di lengan Ariel sambil terus berjalan mengelilingi mall.
"Lo nyanyi lagu itu lagi, gue dorong dari lantai atas."
"Kenapa, sih? Lagunya enak padahal." Amel melepaskan gandengannya pada Ariel untuk melihat ponsel. Keningnya berkerut heran mendapati sebuah pesan dari Eve. Eve menanyakan keberadaan Ariel padanya, kenapa tidak langsung pada orangnya saja? Amel menggenggam tangan Ariel lagi setelah menyimpan ponselnya. "Kayanya Eve cemburu sama gue."
"Nggak usah ngadi-ngadi lo."
"Ngadi-ngadi gimana, astaga. Kayanya iya deh, Riel. Coba lo pikir, akhir-akhir ini lo sering pergi sama gue. Pasti dia gabut gitu."
"Eve juga sering pergi sama Yori." Ariel mengendikkan bahu tak acuh.
"Dia pergi sama Yori soalnya lo pergi sama gue."
"Gue pergi sama lo juga gara-gara Eve pergi sama Yori."
Amel membuang napas malas. Ia tahu, Ariel dan Eve sama-sama tidak mau mengakui perasaan mereka, jadi mereka mencari kesibukan masing-masing untuk mengalihka pikiran dari hal tersebut. Ketika melewati sebuah toko, Amel tiba-tiba menarik Ariel masuk.
"Lo mau dibeliin jam tangan?" tanya Ariel karena Amel membawanya ke toko jam tangan.
"Enggak, lo beliin buat Eve." jawab Amel, Ariel hanya mengernyit tidak mengerti sambil menunggu kelanjutan kalimatnya. "Orang-orang kalau pingin dikenang pasti bakal kasih sesuatu ke orang lain hingga ketika orang itu lihat barang pemberiannya, dia bakal inget orang yang kasih ke dia. Kalau lo kasih jam tangan ke Eve, dia pasti bakal sering lihat jam buat cek waktu, dan dia juga pasti inget kalo jam ini dari lo."
Amel memberikan beberapa pilihan jam tangan pada Ariel. "Lo tahu kira-kira dia suka yang gimana, kan?"
Ariel mengangguk tak yakin. Ia mengambil satu dari empat jam yang diberikan Amel, kemudian mengambil satu lainnya yang dia anggap akan cocok pada Eve. Setelah menentukan cukup lama, Ariel akhirnya membuat pilihan. Ia mengambil jam tangan berwarna cokelat muda, menurutnya itu akan serasi dengan kulit Eve.
"Yakin?" tanya Amel memastikan. Ariel mengangguk serius. "Ya udah, bayar sana."
"Lah, kirain lo yang beliin."
Amel menoleh cepat. "Kan udah gue bilang tadi, lo beliin buat Eve. Kenapa jadi gue yang bayar?"
"Lo yang ngajak, dodol."
"Lo yang setuju, dugong."
Ariel mengerang malas dan berbalik meninggalkan Amel menuju meja kasir. Melihat itu, Amel tertawa kecil lalu menyusul Ariel yang mulai jauh. Kalau tidak begini, bisa-bisa Ariel dan Eve makin menjaga jarak karena mereka menganggap masing-masing dari mereka sudah memiliki kesenangan lain.
•••
Ariel menerjap pelan ketika ia tiba di ruang tengah. Sepi. Ariel kemudian pergi melewati dapur, keadaan tetap sama. Gadis itu terus melangkah ke lantai atas dan membuka pintu kamar Eve yang tidak terkunci, ia berhenti bergerak ketika melihat Eve terlelap di kasur dengan masih mengenakan seragam. Ariel melanjutkan langkah sambil membuang napas, beruntung tidak ada orang jahat yang masuk ketika Eve tidur tidak tahu waktu seperti ini.
Ariel meletakkan kotak berisi jam tangan yang baru ia beli tadi di nakas, di antara jam waker dan sebuah foto. Ariel memandangi foto itu lama kemudian meraihnya sambil duduk di tepi kasur, itu foto dirinya bersama Eve ketika masih kecil dan juga bersama Shania dan Sakti.