"Cici!"
Ariel berhenti melangkah, lantas berbalik dengan malas dan melihat Eve turun tergesa lewat tangga.
"Mau ke mana?" tanyanya, tapi belum sempat dijawab, ia langsung melanjutkan. "Ikut!"
"Gue mau latihan," Ariel mengangkat tas berisi biolanya. Sebentar lagi Natal, kebetulan sekali Sakti menyuruh Ariel ikut orkestra gereja, jadi mereka tentu akan ikut memeriahkan hari raya.
"Pokoknya ikut." Eve berbalik dan berlari lagi menuju kamar. "Bentar, gue ganti baju dulu!"
Ariel mampir ke dapur untuk minum, hitung-hitung mengisi waktu sambil menunggu Eve, adiknya itu memang lumayan ribet kalau masalah pilih baju, pasti lama. Kebetulan di sana ada Shania, sedang coba-coba resep kue baru dari internet.
"Mau berangkat?" tanya Shania ketika menyadari eksistensi Ariel dari kaca di oven.
Ariel bergumam saja karena sedang minum, lalu ia meletakkan gelas kosong di meja makan. "Eve ikut."
"Dijagain adiknya."
"Iyaa." Ariel mengecup pipi kanan Shania dan berlalu. "Dah, Ma."
Ariel meletakkan tasnya di motor, dan kebetulan sekali, ia melihat tetangganya sedang menyapu halaman. Ariel tersenyum miring lalu bersiul tengil, segera saja menarik perhatiannya. Mata itu langsung memicing tajam begitu sadar keberadaan Ariel.
"Yang bersih, ya, Mbak." goda Ariel sambil menaikturunkan alisnya genit.
Amel, tetangganya itu, langsung berpaling dan mendengus keras. "Berisik lo, Dugong."
"Duyung aja, gue kan mermaid," balas Ariel lalu terkekeh. Ia naik ke motor dan mengenakan helm, hal tersebut bersamaan dengan Eve yang baru saja keluar rumah.
Setelah duduk di belakang Ariel dan tak lupa memasang helmnya, Eve menoleh ke rumah sebelah, lantas tersenyum ceria. "Haii, Kak Amel!"
"Haii," balas Amel tak kalah ceria.
Kini giliran Ariel yang mendengus, ia menyalakan mesin dan cepat-cepat pergi dari sana agar adiknya itu tidak banyak mengoceh dengan Amel. Melihat tetangganya melesat dengan motor, gadis itu menggeleng heran. Ariel memang aneh.
Eve tertawa keras di jalan, sampai beberapa pengendara sepeda motor menoleh, tapi ia tak peduli. "Cemburu lo?"
Ariel mencebik malas dan sengaja mempercepat laju motornya, membuat Eve mau tak mau jadi berpegangan. Ia memukul bahu Ariel beberapa kali dengan kesal.
"Gak usah cari masalah!"
Ariel terkekeh. "Lo lucu kalo ngambek."
"Heh!" Eve melotot galak di belakang sana, membuat tawa Ariel semakin menjadi. "Awas aja kalo lo naksir sama gue, gue aduin ke Kak Amel soal lo yang memendam rasa selama sembilan belas tahun!"
"Ih, berisik banget, sih," gemas Ariel sambil menggelitik lutut adiknya. Eve berjengit dan memukul Ariel lagi.
"Nanti nabrak, ah! Lihat depan sono!" Eve merengut, mengabaikan tawa Ariel yang terdengar menyebalkan di telinganya. Kalau lutut sudah jadi sasaran, Eve kalah telak.