"Sudah seharusnya sebagai istri pertama dan istri lainnya saling membantu." Hamka berkata menghentikan langkah Rin.
Mata gadis itu berkaca-kaca, rongga dadanya terasa sempit. Ia menekan perasaannya, bertekad tidak akan membalikkan badan.
Riuh suara pelajar membuyarkan lamunan Rin. Ia melirik ke arah pelajar perempuan yang berkerumun memenuhi tepian setiap jendela.
"Sultan! Sultan!" teriak mereka, bahkan ada pelajar yang menggunakan teropong menerawang jauh ke arah gedung sekolah putra di sebarang sana.
Taman, kebun dan lapangan basket yang membentang menjadi pembatas jarak antara gedung sekolah putra dan putri.
Rin pun tanpa sadar menoleh ke kaca jendela di sampingnya. Terlihat dari jarak pandang jauh, pemuda tinggi berkaca mata berjalan membaca buku di antara para pelajar putra di koridor sekolah itu.
"Assalamua'laikum."
Perempuan berwajah oriental memasuki ruangan sambil mengulum senyum, menghentikan aksi para pelajar perempuan itu.
Bergegas para pelajar itu kembali ke bangku masing-masing.
Proyektor menampilkan vidio sejarah islam dilengkapi dengan nas dari Qur'an dan Hadist.
Mrs. Vexia mengawasi para pelajar perempuan itu dari meja. Selesai memutar vidio, ia memberikan soal pada mereka, sebuah pertanyaan sejarah Islam yang mesti dijawab dengan ayat Qur'an dan Hadits.
Semenjak selesai ujian sekolah dan pondok, sambil menunggu Fathul kutub beres, hari-hari siswa-siswi akhir tahun diisi oleh guru-guru motivasi.
*
"Anne, aku minjam netbook, ya." Malam itu Rin ingin belajar serius.
Gadis Thailand yang sedang rebahan sambil baca buku itu mengangguk, menyetujui keinginannya. Ia pun bergegas ke luar kamar menaiki tangga dan sampai di lantai atas.
Dari lantai tiga, para pelajar terlihat sedang belajar malam di lapangan dan lorong-lorong asrama, didampingi para pembimbing.
Hati Rin tersayat saat pandangannya tak sengaja jatuh ke area perumahan yang jauh di sebarang sana.
Dalam diamnya, Rin mulai bertanya-tanya, apa yang sedang dilakukan Hamka? Apa yang dilakukan para istri Hamka lainnya?
Ada rindu dan sakit yang merayap ke dalam hatinya secara bersamaan. Ia pikir dahulu, menikah dengan pria itu merupakan muara nyata cintanya.
Karena, internet tak juga tersambung, Rin menarik lagi modem, memeriksa USB tersebut lalu memasukan kembali ke lubang USB. Beberapa saat kemudian internet loading dan berhasil browsing.
Ia searching informasi beasiswa perguruan tinggi di daerah timur tengah, cukup mudah mendapatkan, sebab, kakak kelas alumni banyak yang belajar di luar negri.
Ketika merasa letih duduk cukup lama depan netbok, Rin turun tangga dan tak sengaja mendapati siswi menangis di sudut tangga lantai dua. Ia naik lagi ke atas mengantarkan terlebih dahulu pelajar putri itu ke kamarnya.
"Sister Rin." baru saja kakinya mendarat di tangga dua, siswi berwajah imut menggamit tangannya.
"Ada apa, Indira?" tanya Rin seraya menatap wajah sang adik kelas dengan tatapan lembut.
Indira membenarkan letak kaca matanya. "Ini dari mommy buat antum." Anak itu menyerahkan paper bag. "Tadi Mommy dan papa nengok."
"Jangan ditolak kata Mommy, semoga Sister Rin sukses dan menggapai mimpi."
Anak itu tertawa girang lalu pergi, Rin menatap bingkisan di tangannya cukup lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Semanis Madu (Tamat)
Romance"Istri ke-dua suamimu sedang hamil dan mabuk, Nak Rin. Tak apa, ya, rumahmu ini untuk adik madumu, karena kamu pun belum punya anak." "Ya, Umi." Rin terpaksa mengangguk meskipun jiwanya gemuruh. "Nanti kalau adik madumu lahiran, sekalian bantu-bantu...