9. Can We?

4.2K 457 57
                                    

Hinata terbangun di pagi hari dengan tangan Sasuke yang melingkar erat di pinggangnya. Pria itu masih terlelap dan terlihat amat lelah. Belakangan ini juga Sasuke jauh lebih diam. Biasanya ada waktu untuk mereka bercanda. Namun belakangan sepertinya sulit. Dan untuk berbagi perihal itu Sasuke tidak menyukainya. Dia mengatakan semua itu sama dengan menaruh Hinata dalam bahaya. Dan tentu opsi itu bukan pilihan.

Pria raven itu menggeliat. Otot-ototnya yang tidak tertutupi pakaian itu membuatnya terlihat jauh lebih seksi. Membuat Hinata sudah mulai kehilangan fokus. Kami-sama...

"Pagi."sapa Sasuke dengan senyum mengantuk. Bunuh saja kepolosan ini!

"Pagi, sexy."balas Hinata sekenanya tapi tidak melonggarkan jarak mereka. Mungkin Sasuke tidak sadar sudah merengkuh Hinata sangat erat di pinggul. Tapi posisi ini cukup nyaman. Jadi Hinata tidak akan mengeluh.

"Apa?"

"Bukan apa-apa."

Sasuke mengacak rambut Hinata lembut yang dibalas dengan pekikan. Rambut kusut di pagi hari jelas bukan opsi untuk menjadi cantik.

"Aku akan mandi dan memesan makanan."ujat Sasuke.

"Mandi bersama?"

"Jangan konyol, Hinata."

"Ayolah..."

Pria itu menghentikan langkahnya sebentar dan berbalik menatap Hinata. "Aku akan memesan kamar lain untuk mandi disana kalau begitu."

"Baiklah... Baiklah! Mandi sana!"usir Hinata jengkel.

Kenapa sih susah sekali menggoda pria itu?

.

.

.

.

.

Sakura memandang arah peternakan yang ia curigai sejak pertama kali menginjakkan kaki disini. Peternakan Hara. Kabar simpang siur dari para warga juga moncong senjata yang tidak sengaja ia lihat disana membuat tubuh gadis itu merinding.

"Syuting akan kami percepat, Sakura. Kemungkinan minggu depan kita akan kembali ke Tokyo."Ujar Wataru. Pria berusia 37 tahun itu mengecek skrip. "Kuharap kau tidak keberatan."

Sakura hanya mengangguk. Mereka sudah melakukan syuting di studio selama 2 bulan sebelum syuting di ranch ini. Dan para kru tidak menampik suasana disini sangat menyenangkan. Tapi apa yang terjadi belakangan mengharuskan segala interaksi itu harus segera berakhir.

"Haruno tetap tidak bisa kembali ke Tokyo sekalipun syuting selesai, Wataru-san."

Kalimat itu membuat Wataru dan Sakura menoleh. Naruto berdiri menjulang dengan postur tubuh tegap dan segala gurat pada wajahnya yang tidak bisa dibantah.

"Etto... Kenapa begitu?"tanya Wataru tak mengerti.

Naruto menatap Sakura tajam dengan tatapan menusuk paling dingin. Membuat gadis itu membeku di tempat dan hanya berani memandang dagu Naruto saking gelisahnya. "Ada hal yang perlu ia selesaikan. Aku rasa dia perlu membicarakan hal ini denganku hingga semua prosesnya selesai."

"Aku tidak mengerti."ujar Wataru. "Tapi soal jadwalnya, kau bisa membicarakan dengan manajernya. Syutingnya cukup lancar. Dan kecuali kami harus melakukan re-take adegan, dia mungkin bisa tinggal."

Naruto mengangguk saja. Tatapan dinginnya tidak lepas dari gadis bersurai merah jambu itu. Wataru yang merasa tidak memiliki kepentingan kembali ke monitor untuk melihat adegan yang mereka ambil hari ini bersama sang kameramen.

"Ja... Jangan mengambil keputusan sembarangan!"tegas Sakura dengan gugup.

"Apa aku perlu menanyakan di depan Wataru alasan aku ingin kau tinggal?"

Love, Life, Lie [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang