Apakah bagi kalian kisah kami memiliki akhir yang bahagia?
Tidak.
Karena kisah kami yang sesungguhnya baru saja dimulai.
Kesakitan kami belum selesai.
Cinta kami butuh penopang yang kokoh.
Sementara rasa asing yang diberikan luka membuat kami takut melangkah.-Uchiha Hinata-
..
.
.
.
Sasuke memandikan kedua bayinya dengan haru. Kesempatan kedua selalu terasa indah. Jika benar-benar diinginkan dan dikerjakan dengan sungguh-sungguh. Tentu juga dengan doa yang setiap hari Sasuke rapalkan. Dia tidak ingin mengulang kesalahan yang sama. Terjebak dalam labirin trauma yang sama. Dia hanya ingin hidup sederhana sebagai seorang ayah dan suami yang baik.
"Terima kasih sudah menjadi anak-anak Papa yang hebat. Terima kasih telah menjaga Mama selama Papa tidak bersama Mama."ujar Sasuke dengan senyum.
Seolah mengerti dengan apa yang dikatakan sang ayah, kedua bayi itu tergelak dan bertepuk tangan. Sasuke terkekeh dengan air mata yang tidak ia sadari menetes dengan derasnya. Rasanya sebahagia ini.
Dia segera mengeringkan para bayi setelah sesi mandi mereka selesai. Memakaikan mereka baju dan menggendong keduanya ke dapur dimana Hinata dan Bibi Chiyo berkutat dengan sarapan mereka. Kehidupan bahagia ini apa bisa dibayar dengan hal lain? Tidak. Bahkan uang senilai gunung Himalaya tidak bisa membeli kebahagiaan yang saat ini Sasuke rasakan.
Pria itu meletakkan kedua bayi pada kursi khusus. Hinata membawa MPASI dari dapur dan tersenyum melihat pemandangan mengharukan di hadapannya. Jika dia tidak egois saat itu mungkin dia tidak akan merasakan segala kesakitan dan nyaris kehilangan. Dan senyum kedua anaknya beserta Sasuke merupakan hal terindah bagi Hinata saat ini.
"Lihat, itu Mama."ujar Sasuke sembari menunjuk Hinata.
Wanita itu tersenyum dengan air mata membayang. Masih tidak percaya hampir satu tahun usia anak mereka. Dan dia masih bisa memeluk Sasuke tanpa kehilangannya.
Sasuke sepertinya sadar dengan wajah penuh air mata Hinata dan mengambil 2 mangkuk kecil berisi MPASI. Pria itu mengecup dahi Hinata lembut.
"Segala luka menjadi penyembuh bagi kita. Kau dan aku. Tentu saja dengan 2 bayi kita."ujar Sasuke menenangkan.
Hinata mengangguk dan meresapi rasa hangat dari pelukan Sasuke. Dia tidak ingin melepaskan pelukan itu. Tapi dia harus memberi makan anak-anak mereka.
Sasuke mengambil salah satu mangkuk dan menyuapi putrinya. Bayi perempuan itu lahap sekali dengan tangan yang berusaha menggapai pipi Sasuke gemas. Sementara Hinata menyuapi putra mereka dengan telaten. Putranya ini sangat mirip dengan Sasuke. Dari sifat dan juga respon terhadap orang lain. Cenderung lebih tenang dan perhatian dengan sang adik.
Aktivitas itu terjadi setiap pagi. Sebelum Sasuke berangkat bekerja. Mereka akan melakukan banyak hal untuk bayi mereka bersama-sama. Sarapan bersama. Dan kemudian berpisah untuk aktivitas masing-masing dengan senyuman. Seolah tengah membayar waktu saling kehilangan beberapa waktu yang lalu.
.
.
.
.
.
Naruto hanya bisa menghela nafas panjang ketika menatap foto Sakura yang ia pajang di meja kerjanya. Mereka tidak memiliki foto bersama. Kebencian sialan karena masa lalu membuat dia tidak memilikinya. Foto itu pun dia ambil dengan terpaksa menggunakan ponselnya setelah mereka menandatangani berkas pernikahan dan dinyatakan suami istri secara administratif. Mereka tidak mengadakan upacara. Hal yang benar-benar disayangkan Naruto. Dia suami paling brengsek yang pernah ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love, Life, Lie [END]
FanficIni tahun ke lima semenjak Sasuke mengambil tanggung jawab pada hidup Hinata. Hah! Dia bahkan tidak bisa menyebut pria itu suaminya. Sebuah kenyataan pahit yang harus ditelan gadis itu bulat-bulat. "Kau masih bocah. Dan pernikahan kita akan berlangs...