Hinata mendengus kesal. Ditatapnya Tenten yang berusaha tenang dengan berbagai macam rayuan dan hanya memasang senyum simpul ketika banyak dari pengagumnya memuji kecantikannya hari ini. Huft. Dia juga ingin memiliki sikap sekeran itu. Tapi apa daya. Dia masih perawan.
"Kau kenapa?" tanya Tenten bingung. Hinata mendecih. Bahkan dalam keadaan bingung pun gadis itu terlihat berseri-seri.
"Aku juga ingin cantik berseri sepertimu."
Merasa percakapan akan berkembang ke arah yang tidak-tidak, Tenten mengusir para pengagumnya dan menyeret Hinata di kubikel paling sepi di perpustakaan.
"Poin apa sebenarnya yang ingin kau bicarakan?" tanya Tenten.
"Sepertinya menyenangkan menjadi orang yang tidak perawan," ujar Hinata dengan wajah tertekuk.
Tenten mengerutkan dahinya sebelum menarik nafas panjang. Hinata luar biasa polos. Dan ada ketidakrelaan tersendiri ketika gadis itu membahas soal 'perawan' atau 'cara menggoda pria'. Bagaimana bisa gadis yang sangat murni sepertinya memikirkan hal itu?
"Kau seharusnya berhenti mencari tahu. Jangan menjadi begini. Kau tidak cocok menjadi genit," ujar Tenten.
"Aku bukannya ingin genit. Aku hanya mau 1 pria. Hanya dia. Itupun kalau dia tertarik denganku."
"Siapa pria itu? Apa pria kompor tempo hari?"
"Nah! Kau tahu kan dia?"
"Ya ampun Hinata... Jangan mendadak seperti Jennie yang selalu ingin tidur dengan jantan berkaki dua. Itu tidak cocok denganmu."
Hinata menghela nafas panjang. Matanya menatap tidak habis pikir pada Tenten. Wajar kan dia ingin bersama Sasuke? Dia istrinya! Demi jenggot naga!
"Aku bukan gadis seperti itu. Tapi apa yang aku lakukan ini tidak akan salah di mata siapapun. Tidak seperti apa yang kau lakukan bersama Neji."
"Hm? Neji melamarku semalam. Kami akan menikah dalam 2 bulan kedepan. Tepat sebelum natal. Yah... Jika semuanya memungkinkan, kurasa."
Hinata memekik girang dan segera memeluk Tenten. Membuat seluruh perpustakaan mendesis. Menyuruh mereka menurunkan volume suara.
"Kenapa kau baru memberitahuku sekarang?" tanya Hinata setelah histerianya berakhir.
"Kau sibuk menekuk muka melihatku. Aku jadi lupa soal berita baik."
"Yah... Apapun itu. Yang penting kau mengajariku bagaimana cara menjadi gadis jelita yang disukai dan pria itu bisa bertekuk lutut sedalam-dalamnya padaku."
Tenten terkekeh dan mengacak rambut Hinata. "Tidak perlu menjadi orang lain. Cukup menjadi diri sendiri," nasehat wanita bercepol dua itu dengan senyum. Hinata mengerutkan dahinya tidak mengerti.
"Kalau kau ingin dicintai, jadilah dirimu apa adanya. Itu saja," tukas wanita itu lagi sebelum menutup sesi curhat mereka.
.
.
.
.
.
Sasuke mengamati hasil visum yang baru dikirimkan oleh tim forensik. Ada DNA yang ditemukan di kuku korban pemerkosaan. Tapi jelas DNA itu bukan milik suaminya. Wanita itu jelas diperkosa orang lain. Dan menurut beberapa list laki-laki yang dikenal wanita ini, DNA ini jelas bukan milik mereka. Dan dilihat sekali lagi dari TKP, jelas pemerkosaan serta pembunuhan ini dilakukan orang yang profesional.
"Melihat kasus sampai seperti itu. Kau tidak rindu rumah?" tanya Kakashi dengan alis terangkat.
Sasuke mengerang. Jelas dia rindu rumah. Rindu pai apel. Rindu ternak-ternaknya. Dan yang paling utama adalah rindu Hinata. Apalagi jika gadis itu menggodanya dengan... Ya! Pikiranmu sudah mesum pantat ayam!!!

KAMU SEDANG MEMBACA
Love, Life, Lie [END]
Fiksyen PeminatIni tahun ke lima semenjak Sasuke mengambil tanggung jawab pada hidup Hinata. Hah! Dia bahkan tidak bisa menyebut pria itu suaminya. Sebuah kenyataan pahit yang harus ditelan gadis itu bulat-bulat. "Kau masih bocah. Dan pernikahan kita akan berlangs...