Ulululu... Makasih buat yang sudah sabar. Kalian hebat. Buat dukungannya terima kasih banyak. Jangan lupa tekan tombol 🌟 dan kasih komen yang banyak. Arigatou naaa...
WARNING!! MATURE CONTENT!! BE WISE CAUSE THE SCENE OF BLOOD AND DEATH. ⛔⛔
It's not sexual content cause I already warn you why this story is mature.
.
.
.
.
.
Hinata ingin memaklumi. Tidak ingin menghujat bagaimana keputusan Sasuke melukainya. Atau bahkan bertingkah membenci Sakura yang sama sekali tidak terlihat berbahaya. Tapi hatinya nyeri.
Sasuke memang tidak berselingkuh. Dia juga tidak menggenggam tangan Sakura, mengecup, atau bahkan memeluk seperti yang pria itu lakukan padanya. Tapi segala bentuk perhatian yang dilayangkan Sasuke cukup membuatnya terbunuh dari dalam. Hatinya perlahan mati karena luka dan nanah yang bersemayam disana. Dia lelah dengan pernikahan tanpa kepastian seperti ini. Tapi dia tidak ingin pergi.
Sasuke juga terlihat jauh lebih pendiam. Seolah tengah menunggu. Pria itu juga lebih banyak di rumah seolah ingin memastikan sesuatu. Sampai suatu hari Hinata melihat truk milik Naruto terparkir di depan rumahnya. Dan Hinata tahu, pria itu tidak mencarinya.
Hinata tidak pernah melihat ekspresi menakutkan Naruto. Seolah itu memang bukan dirinya. Dan ekspresi itu semakin buruk ketika pria pirang itu bertemu Sakura. Ada segala macam emosi yang berkecamuk dan diwujudkan pria itu dengan cengkraman erat di lengan Sakura dan kalimat cepat yang diucapkannya dengan bahasa asing. Dan secara mengejutkan, Sakura memahaminya.
"Sudah kukatakan aku tidak setuju. Kau selalu melakukan hal yang diluar nalar!" pekik Sasuke.
"Aku atasanmu."
"Dan itu memberikan alasan untuk egois?!"
Hinata melihat pertengkaran itu. Selalu. Dan semakin membuat hatinya nyeri. Apa yang bisa dilakukan Sakura hingga Naruto terus memaksa sementara Sasuke berusaha melindungi? Sebahaya apa kondisinya hingga gadis itu terlihat gemetar? Apa yang disembunyikan darinya?
.
.
.
.
.
"Aku suka ini," komentar Tenten sembari memasukkan sesuap es krim ke dalam mulutnya. Menikmati sensasi asam dan juga manis di lidahnya.
"Kau tidak berhenti makan?" tanya Hinata tak percaya. Tenten hanya terkekeh.
"Siapa yang akan menolak Parfait buah?"
Hinata mendengus dan kembali menatap jalanan. Seolah tengah menumpahkan kegelisahannya. Dia tidak melihat atensi Tenten sudah beralih padanya ketimbang pada mangkuk Parfait.
"Kau dan pria panas itu sebenarnya ada hubungan apa?"
"Kami menikah."
Tenten nyaris tersedak namun dia berusaha mengendalikannya dengan meminum segelas air. Kenapa Hinata tidak pernah mengatakan padanya? Dan bahkan tidak memberitahu Neji yang notabene adalah sepupu jauhnya?
"Pernikahan tertutup."
Tenten mengangguk saja. Dan terdiam selama beberapa saat. "Apa karena itu kau bertanya soal cara menggoda laki-laki?"
Hinata mengangguk. Dia tidak punya alasan untuk mengatakan tidak. Karena sesungguhnya hal itulah yang terjadi.
"Apa sekarang yang mengganggu pikiranku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Love, Life, Lie [END]
Fiksi PenggemarIni tahun ke lima semenjak Sasuke mengambil tanggung jawab pada hidup Hinata. Hah! Dia bahkan tidak bisa menyebut pria itu suaminya. Sebuah kenyataan pahit yang harus ditelan gadis itu bulat-bulat. "Kau masih bocah. Dan pernikahan kita akan berlangs...