Hinata terbangun di pagi hari dan segera menuruni anak tangga. Melihat apakah Sasuke benar-benar menginap seperti ketika pria itu menyempatkan diri mampir di tempat ini. Namun gadis indigo itu harus menelan pil kecewa karena pria itu sudah tidak terlihat batang hidungnya.
"Mencari siapa?" tanya Bibi Chiyo dengan senyum. Hinata hanya menggeleng lesu dan duduk di kursi meja makan.
"Sasuke pulang pagi-pagi sekali tadi. Dia mengatakan ada kemungkinan baru yang ditemukan oleh rekan-rekannya. Dia hanya mengambil libur sebentar untuk melihat peternakan dan dirimu."
"Tapi aku istrinya. Paling tidak dia memberiku ciuman selamat pagi sebelum pergi. Atau menungguku bangun. Dasar pria!"
Sikap kekanakan dan merajuk Hinata itu membuat Bibi Chiyo terkekeh. Sudah cukup lama Hinata tidak menampakkan sikap kekanakan seperti saat ini.
"Dia menitipkan salam untukmu," tambah Bibi Chiyo.
"Yeah. Salam dan kecupan bayi. Aku bukan lagi gadis yang dikepang dua dan menyambutnya dengan teddy bear. Aku sudah bisa membuat bayi sendiri, Bibi."
"Katakan itu pada Sasuke, dear. Dia butuh dipukul kepalanya terlebih dahulu agar sadar kau juga sama berharganya dengan kasus pembunuhan yang dia tangani."
"Aku hanya anak kecil di matanya, Bibi. Aku tidak tau bagaimana cara membuatnya mengerti kalau aku juga... Dewasa."
Bibi Chiyo menghela nafas panjang dan menyodorkan segelas air madu hangat pada Hinata. "Mungkin kau harus bersikap dewasa untuk menariknya?"
"Dengan memakai pakaian kurang bahan dan menggodanya dengan mendesah bagai ringikan kuda? Itu keterlaluan namanya. Aku benar-benar tidak tau bagaimana cara membuat pria itu menatapku secara utuh tanpa prasangka jika aku masih mengenakan popok."
"Lakukan apa yang menurutmu bisa dilakukan. Lagipula, dewasa tergantung bagaimana kau memandang kedewasaan itu sendiri."
Hinata berpikir lagi dan menatap ke arah dadanya. Apa dia harus melakukan pada benda menggantung di tubuhnya itu untuk membuat Sasuke tertarik. Lagipula, apa pria benar-benar paham tentang perbedaan fungsi dada pria dan wanita? Hinata tidak cukup yakin.
"Kalau kau diam untuk memikirkan ujian, kau bisa melakukannya sepanjang hari. Tapi kalau kau berpikir bagaimana cara menarik Sasuke di pagi yang begini, kau bisa memikirkan lain kali. Masih ada waktu."
"Ya ampun! Bibi benar! Aku ada ujian 2 jam lagi."
Gadis itu berlari menuju kamarnya untuk bersiap-siap. Dia harus berangkat kuliah atau dia harus mengulang semester depan. Gagal di ujian kali ini benar-benar tidak lucu.
.
.
.
.
.
Gadis indigo itu menatap segerombolan mesin gosip. Dalam batinnya bertanya-tanya bagaimana bisa mesin gosip itu menggaet pria untuk ONS dengan mereka. Apa aset yang menempel di tubuh mereka sangat menyilaukan atau 'ringkikan kuda' yang mereka desahkan membuat pria menatap dengan penuh keinginan? Pilihan yang mana saja membuat Hinata tidak senang.
"Kau memikirkan apa? Apa kau memikirkan pria panas yang mendatangimu tempo hari?" tanya Tenten dengan senyum.
"Pria panas?"
Tenten mengangguk sembari terkekeh. "Jennie membicarakannya selama berhari-hari. Bahkan beberapa dari mesin gosip itu membicarakanmu karena kau tidak mengatakan apa-apa terkait identitas pria panas itu."
"Kenapa bisa aku jadi bahan gosip?"
"Hinata... Kau sadar tidak kalau pria yang mendatangimu itu high quality man? Semua orang penasaran. Terutama seragamnya itu. Benar-benar panas."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love, Life, Lie [END]
FanficIni tahun ke lima semenjak Sasuke mengambil tanggung jawab pada hidup Hinata. Hah! Dia bahkan tidak bisa menyebut pria itu suaminya. Sebuah kenyataan pahit yang harus ditelan gadis itu bulat-bulat. "Kau masih bocah. Dan pernikahan kita akan berlangs...