Sebelumnya, terima kasih banyak telah mendukung cerita ini hingga banyak yang membaca. Chiyo berterima kasih sekali kalian masih mau melakukan vote (sekalipun Chiyo agak maksa 😂🙏). Tapi apalah Chiyo tanpa pembaca.
Terima kasih dan hanya itu yang bisa Chiyo berikan. Chapter depan adalah Chapter terakhir.
Perhatian!! Chapter mengandung banyak bawang.
So... Banyakin vote ya untuk membuka chapter terakhir segera. 😂😂😂
.
.
.
.
.
Hinata memandang kosong ke arah ke jendela. Tidak mengatakan apapun. Tidak bereaksi apapun. Hanya memegang perutnya. Dia tau ada kehidupan disana. Tapi bayi siapa?
Tidak ada yang menjamin apa yang terjadi pada dirinya. Tidak ada yang bisa mengetahui sebagaimana sedihnya dia. Hinata tidak tau apakah dia harus membenci kehamilan ini atau menyayanginya. Siapa pria yang telah membuat bayi ini ada pun Hinata tidak tau.
Sasuke masuk ke kamar tempat Hinata dirawat. Dokter baru saja memberitahunya bahwa Hinata boleh pulang. Dia juga berbicara dengan dokter tentang psikiater yang mungkin bisa membantu trauma milik Hinata.
"Hime..." panggil Sasuke dengan suara parau. Nyaris saja dia menangis tergugu melihat istrinya yang hanya menatap jendela bagaikan patung sembari tangan di atas perut.
"Dokter mengatakan hari ini kau boleh pulang," ujar Sasuke setelah tubuhnya dekat dengan Hinata.
"Pulang kemana? Aku tidak memiliki rumah. Aku hancur," bisik Hinata sembari memukul perutnya. "Bayi ini membisikkan padaku betapa kotornya aku!"
Sasuke sigap memegangi tangan Hinata. Pria itu terisak dan kemudian memeluk erat tubuh istrinya itu. Diusapnya lembut kepala Hinata dan dikecupnya.
"Jangan katai dirimu sendiri. Ini bayi kita."
"Dari mana Sasuke-nii tau? Pria itu... Pria itu..."
"Hinata, dengarkan aku. Dokter sudah langsung melakukan visum setelah mereka melakukan pertolongan pertama padamu. Tidak ada bekas sperma di tubuhmu Hinata. Pria itu tidak melakukan hal yang kau pikirkan."
"Tapi dia menyentuhku. Dia memaksaku. Pria itu menyiksaku," isak Hinata dengan memukul punggung Sasuke.
"Dia sudah mati. Dia tidak akan menyakitimu."
"Tapi aku kotor. Aku tidak layak..."
Sasuke menggeleng cepat dan mengusap air mata istrinya. Menghapus itu dan mengecup mata istrinya dengan khidmat. Meredam duka atas depresi yang dialami Hinata.
"Kau tidak kotor. Kalau kau mengatai dirimu kotor, aku bahkan lebih buruk darimu. Aku tidak ingat berapa banyak wanita yang kusentuh sebelum menikahimu. Kumohon. Bagiku kau istri terbaik. Jangan lukai hatiku dengan mengatakan hal buruk tentang dirimu sendiri."
Sasuke terisak. Tidak menutupi tangisan miliknya dan mengeratkan pelukannya. Pukulan Hinata pada punggungnya melemah. Hinata turut menangis kuat. Kehidupan membawa mereka pada permasalahan. Untuk menguji seberapa besar mereka akan berusaha untuk menghargai setiap kesempatan.
"Kau adalah duniaku. Bahagiaku. Kau pikir bagaimana caranya aku bahagia jika kau terus menangis karenaku?" bisik Sasuke sembari mengecup sudut bibir Hinata.
Kedua mata mereka sembab. Tidak ada kata-kata apapun yang bisa mereka katakan. Hanya tatapan penuh cinta yang melebur bersama duka.
.

KAMU SEDANG MEMBACA
Love, Life, Lie [END]
FanfictionIni tahun ke lima semenjak Sasuke mengambil tanggung jawab pada hidup Hinata. Hah! Dia bahkan tidak bisa menyebut pria itu suaminya. Sebuah kenyataan pahit yang harus ditelan gadis itu bulat-bulat. "Kau masih bocah. Dan pernikahan kita akan berlangs...