Chapter 16

300 32 0
                                    

Pemandangan bulan purnama malam ini memang cantik. Miya tidak ingin melewatkan pemandangan yang hanya terjadi sekali tiap satu bulan. Gadis itu duduk di ruang tengah dan membuka jendela kaca agar tiada penghalang antara dirinya dan bulan purnama yang terlihat indah malam ini.

Entah apa yang dipikirkan Miya saat ini. Yang jelas ia hanya ingin memandang bulan purnama sempurna sambil duduk memeluk lututnya sendiri.

Saat itu tepat tengah malam, Nana dan kedua orang tuanya mungkin sudah terlelap. Ia pun tak tahu kapan rasa kantuk akan menyapanya.

Sebuah bayangan terlihat di lantai membuat Miya sontak menoleh ke belakang.

"Hah!" Kejut Miya.

Kedua orang tuanya dan nana berada di belakangnya. Karina, sang ibu memegang sebuah kue yang diatasnya terdapat satu lilin kecil yang menyala.

Karina menyodorkan kue kecil dan lilin itu pada Miya setelah mereka duduk berhadapan. "Miya, purnama ini usiamu genap berusia 17 tahun." Ucapnya lembut seraya wajahnya tersenyum.

Mata Miya membulat dan mulai berkaca-kaca. Ia tak bisa menahan airmatanya untuk tumpah. Ia menerima kue kecil itu dan memeluk sang ibu. Miya belum bisa berkata-kata.

"Sekarang kamu beranjak dewasa, Nak." Lirih Karina lembut. Miya semakin membenamkan wajahnya di bahu Karina.

Estes melihat keduanya dengan senyum tipis dan duduk di samping Karina. Nana mengikuti dan duduk pangkuan Estes.

"Terima kasih, Bu, Ayah." Hanya itu yang bisa Miya katakan. Selebihnya, ia tak mampu untuk mengungkapkannya.

"Ayah, kapan makan kue nya?" Celetuk Nana membuyarkan suasana haru.

Miya memberikan kode pada Nana untuk mendekat. Nana menurut dan kini duduk di samping kakaknya.

Kue itu dipotong Miya dan memberikannya pada Nana. "Nah, potongan pertama untukmu." Kata Miya sambil menyerahkan potongan kue itu pada Nana. Nana menyambutnya dengan wajah sumeringah.

"Miya, semakin bertambahnya usiamu, semakin kamu harus mengerti bahwa semua tujuanmu tak selalu didapat dengan mudah. Akan selalu ada sandungan atau jalan terjal yang akan menghalangimu. Kamu harus tetap kuat dan berdiri untuk melewatinya." Nasihat Estes pada anak sulungnya itu. Miya mencerna setiap kata-kata yang dikeluarkan sang Ayah untuknya.

"Baik, Ayah. Aku tidak akan menganggap remeh sesuatu apapun." Ucap Miya.

"Ayah, aku ingin tidur. Lanjutkan ceritamu tentang bangsa peri yang diturunkan ke bumi." Pinta Nana sambil menguap. Kue di tangannya sudah habis tak tersisa. Hanya ada bekas cokelat tersisa di sekitar mulutnya.

"Baiklah, ayo bersihkan dulu mulutmu. Setelah itu baru tidur." Estes menuntun Nana pergi meninggalkan ruang tengah.

Karina tertawa kecil, "Adikmu memang lebih manja darimu." Kata Karina.

Miya tersenyum kecil saat dirinya masih seusia Nana.

"Bagaimana sekolahmu?" Tanya Karina membuyarkan lamunan Miya.

"Lebih baik dari sebelumnya, Bu. Odette dan Eudora masih bersahabat denganku meski kita beda kelas sekarang. Aku juga bertemu dengan beberapa teman baru. Syukurlah mereka semua baik dan membantuku." Kisah Miya.

Karina mendengarkan anaknya yang tengah berkisah itu dengan seksama.

"Di sana, aku gak sendirian, Bu. Di kelas aku ketemu Claude, dia baik dan suka menghiburku dengan tingkah konyolnya. Ada juga Granger, dia manusia dingin yang mulai akrab denganku. Dia juga yang selalu menemaniku berburu. Dan juga ada Alucard, saudara Granger. Dia sudah di kelas Legend. Alucard baik, hanya saja sering membuatku kesal dengan tingkah tengilnya. Tapi dia juga yang mengenalkan aku pada Irithel, pembimbing panahanku saat ini." Miya bercerita panjang lebar.

Challenges to be A HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang