Chapter 9

300 32 7
                                    

Matahari mulai condong ke arah barat pertanda beberapa jam lagi ia akan tenggelam. Syukurlah, sore ini begitu cerah. Setidaknya, cuaca hujan tidak akan mengganggu kegiatan Miya dan Granger untuk berburu sore ini.

Granger sudah berjanji pada Miya untuk mengajarinya berburu. Miya juga tidak tahu apa alasan Granger mengubah keputusannya dengan cepat. Setahunya, saat pagi Granger menolak untuk mengajari Miya berburu. Namun siangnya, cowok salju itu mendadak setuju dan ingin menghampiri Miya ke rumahnya.

Miya masih menunggu kedatangan Granger di kursi teras rumah mungil itu. Ia sudah menyiapkam busur dan beberapa anak panah sebagai senjatanya.

"Itu orang beneran dateng gak ya?" Miya masih menerka-nerka. Takut Granger bohong atas kedatangannya.

Beberapa saat kemudian...

Granger sudah duduk di kursi kosong samping Miya. Miya sedikit terlonjak ketika melihat ke samping kanannya. Miya menatapnya heran.

"Sejak kapan lo duduk disitu?" Tanya Miya.

"Sejak lo nengok ke sini." Jawab Granger dengan nada datarnya. Ia kembali berdiri dan menyiapkan tembakan dan guitar case di kedua tangannya. "Ayo, lo gak mau berburu sambil gelap-gelapan kan?" Kata Granger masih dengan nada datar. Ia berjalan di depan sementara Miya membuntutinya sambil mengepalkan kedua jari-jari tangannya gemas ke arah Granger.

***

Miya berjalan dengan hati - hati sambil memegang busur dan anak panahnya. Ia takut target buruannya lari karena menyadari adanya pemburu di sekitarnya. Apalagi, target Miya kali ini adalah seekor rusa atau kambing hutan.

Granger berjalan di belakang Miya dengan tenang. Ia menatap Miya sambil menggeleng kecil. Sebuah rencana usil terbesit di otak Granger. Ia mengambil sebuah batu kecil, kemudian melemparkannya ke dedaunan pohon yang lumayan lebat. Seketika itu beberapa ekor burung berhamburan keluar dari persembunyiannya.

"Miya, panah mereka!" Seru Granger membuat Miya gelagapan tidak siap.

Miya mendongkak ke atas dan begitu banyak burung yang berterbangan di sekitar pohon itu.

Shoot...

Miya melepaskan anak panahnya ke arah burung-burung itu.

Anak panah Miya berhasil melesat, tapi tidak mengenai satu burung pun. Miya melorotkan kedua bahunya. Kemudian Miya memandang sinis pada Granger yang ada di belakangnya.

"Lo gak ngomong, Granger! Mana gue siap nembak burung-burung itu?" Gerutu Miya sedikit kesal pada cowok dingin itu.

"Attack speed lo masih dibawah rata-rata.!" Kata Granger enteng.

Miya mengernyit, "Apa alesannya lo nyimpulin itu?"

"Kalo attack speed lo normal, setidaknya lo dapat 1 ekor burung dari anak panah lo." Kata Granger.

Miya pasrah, "Oke, jadi attack speed yang bener, normal atau diatas rata-rata itu kayak gimana?" Tanya Miya.

Granger hanya mengangkat kedua bahunya sambil berjalan mendahului Miya yang masih terpaku di tempat awal.

Miya semakin gemas dengan tingkah cowok itu. Ia mengejeknya dari belakang melalui ekspresinya. Beberapa saat kemudian, ia mengusap dadanya seolah-olah ia harus sabar menghadapi guru berburunya saat ini.

Beberapa menit berjalan menyusuri hutan sambil mencari hewan buruan, mereka masih saja saling diam seakan - akan mulut mereka sengaja ditinggalkan di rumah.

Apalagi, Miya yang masih kesal karena kejadiaan tadi ditambah beberapa hewan buruan lain yang tak berhasil Miya tangkap.

Sempat tadi ada beberapa ekor kelinci dan kalkun yang melintas dekat mereka. Namun Miya tidak berhasil mendapatkan satupun dari hewan-hewan di sana.

"Hewan di hutan ini makan minyak semua kali ya? Licin banget.!" Gerutu Miya.

"Gak usah banyak menggerutu!" Sahut Granger yang akhirnya ikut bicara.

"Lagian, daritadi gue minta lo contohin gima...." Mulut Miya ditahan oleh telunjuk Granger sehingga terpaksa ia menggantungkan kalimatnya.

"Stttt..." Granger mendengar sesuatu di balik batu besar di depannya. Miya menepis telunjuk itu dengan pukulan kecil.

"Lo mau makan besar kan?" Tanya Granger. Miya mengangguk semangat.

"Siapin busur dan anak panah lo." Perintah Granger.

Miya menurut. Ia mengarahkan busur dan anak panahnya ke arah batu yang ditunjuk Granger.

"Fokus." Ucap Granger sambil mengarahkan senapannya ke arah batu yang sama. "Lo langsung memanahnya setelah peluru gue nembak batu itu." Lanjut Granger dibalas anggukan Miya.

3..

2..

1..

Dorrr..

Peluru Granger melesat ke arah batu itu dan membuatnya terpecah sedikit. Kemudian seekor rusa terlihat berlari menjauhi batu itu.

Sretttt..

Panah Miya melesat kemudian dan berhasil melumpuhkan anak rusa itu ditempatnya. Miya tersenyum puas.

Granger maju dan mengambil hewan buruan yang berhasil Miya dapatkan. Anak rusa itu sudah tak berdaya ketika dibawa Granger.

Ia menentengnya ke depan Miya sambil memasukan anak panah Miya yang tadi tertancap di tubuh anak rusa itu.

Beruntung, mereka sampai ke rumah Miya sebelum gelap.

***

Api unggun menemani Granger dan Miya yang tengah menikmati hewan buruannya hari ini. Masih ada separuh rusa panggang yang tersisa di atas api unggun itu.

"Makasih banyak, Granger. Lo udah ngajarin gue berburu hari ini." Ucap Miya membuka percakapan.

"Tadi bukan belajar berburu, tapi nemenin berburu." Jawab Granger.

"Eh?"

"Gue gak ngajarin apa-apa ke lo tadi. Gue cuma ngasih tau sedikit instruksi yang harus lo ikutin tadi." Balas Granger.

"Terserah lo nganggepnya apa, Granger. Yang jelas, ini hasil berburu gue yang paling besar selama ini." Kata Miya di sela makannya.

Hanya terdengar suara tawa kecil dari mulut Granger.

"Lo emang jarang senyum sama ketawa ya?" Terka Miya.

"Gue rasa, gue gak perlu mengumbar sedih atau tawa ke orang lain." Jawab Miya.

"Kaku banget lo kayak es."

"Lo orang ke seribu yang bilang gue kaku." Kata Granger.

"Ohya, kalo gue boleh tau, lo kan udah keliatan jago berburu, skill lo juga udah diatas rata-rata menurut gue. Tapi kok lo masih ada di Master Grade sih?" Tanya Miya hati-hati. Ia tidak mau membuat Granger marah atas pertanyaannya.

Granger hanya mendengus. Sementara Miya menatapnya ingin tahu.

"Belum waktunya gue jawab." Jawab Granger singkat dan bukan jawaban yang diinginkan Miya. "Lo kenapa balik ke Master Grade?" Tanya Granger.

"Karena Role Mage bukan tempat yang tepat buat gue. Hati kecil dan kemampuan gue lebih berat ke Marksman. Maka dari itu gue balik ke Master Grade biar bisa ambil Marksman." Jawab Miya.

Ditengah obrolan ringan itu, Miya mendengar suara langkah kaki mendekat ke arah mereka. Miya mulai waspada dan menengok ke arah sumber suara itu. Miya mulai menyiapkan panahnya.

Sesosok makhluk muncul dari arah hutan berjalan menuju ke arah mereka. Ditangannya memegang sebuah senjata mirip pedang.

Suara langkah kaki itu mulai mendekat dan semakin mendekat ke arah Miya dan Granger. Suara itu berasal dari belakang mereka.

Miya berbalik sambil menarik anak panahnya yang sudah siap untuk dilesatkan.

Ada seseorang tepat di depan wajahnya sambil meletakkan pedang besarnya di pundak kiri Miya.

Bersambung...

Challenges to be A HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang